Malam ini, aku memutuskan membeli handphone agar lebih mudah berkomunikasi. Selama ini aku memang tidak memilikinya karena masalah keuangan. Aku tahu, jika membeli handphone, kebutuhanku pasti akan bertambah, seperti membeli pulsa dan kuota internet. Dan kenyataannya, kuota internet dan handphone sudah menjadi kebutuhan pokok di kalangan masyarakat sekarang. Sebagai anak TI, aku sangat membutuhkan teknologi ini, apalagi di zaman yang serba maju seperti sekarang. Tanpa internet, pekerjaan dan tugas akan sulit terselesaikan. Karena itu, dengan uang hasil kerja di kafe, aku akhirnya memutuskan membelinya.
“Kalau yang ini harganya berapa, Mbak?” tanyaku pada seorang penjaga toko di kawasan pertokoan.
“Yang itu harganya dua juta lima ratus, Mas,” jawab si Mbak.
Mahal juga, pikirku, sambil sedikit mengernyitkan dahi.
“Kalau yang lebih murah ada enggak, Mbak? Tapi ... jangan yang murahan, ya?” Aku menambahkan, berharap ada pilihan yang lebih terjangkau.
“Ada, Mas. Yuk, sini!” jawabnya, sambil berjalan menuju bagian lain di toko. Aku pun mengikuti.
Wanita itu mengambil smartphone berwarna gold, pipih dengan layar enam inci. “Yang ini spesifikasinya bagus dan harganya juga terjangkau,” ujarnya sambil menyerahkannya padaku.
Aku memegangnya, mencoba merasakan kenyamanannya. “Ini ... bagus juga, ya. Berapa harganya, Mbak?” tanyaku, mulai tertarik dengan pilihan ini.
“Yang itu harganya satu juta empat ratus, Mas,” jawabnya dengan senyum ramah.
“Wah, kalau begitu, aku ambil yang ini aja, Mbak!” jawabku mantap, merasa senang akhirnya menemukan pilihan yang pas.
Smartphone berwarna gold ini kini menjadi milikku. Harganya yang terjangkau dan spesifikasinya yang tidak kalah keren dari smartphone mahal lainnya membuatku semakin puas. Akselerasinya ringan, kameranya cukup bagus, dan koneksi internetnya sudah mendukung 4G.
“Mas, mau sekalian beli kartu dan isi kuota internet?” tanya si wanita penjaga toko, sambil menyodorkan beberapa pilihan.
“Iya, sekalian aja, Mbak,” jawabku dengan yakin.
Sepulang dari toko, aku memutuskan mencari tempat bagus untuk mencoba kamera smartphone baruku. Aku teringat spot foto yang cukup populer di Mataram, tepatnya di daerah Karang Baru, yaitu sebuah jembatan gantung yang panjangnya sekitar 50 meter. Jembatan ini sering menjadi tempat para remaja berkumpul, terutama saat malam hari. Lampu-lampu kerlap-kerlip yang dipasang di sekitar tali tembaga jembatan menambah keindahannya. Di bawah jembatan, sebuah sungai besar mengalir dengan tenang, memberikan kesan alam yang begitu memukau.
Aku berjalan menuju ujung jembatan dan mulai mengambil beberapa foto. Di tengah-tengah jembatan, aku melihat sesosok perempuan berdiri menatap langit malam yang gelap. Sesuatu tentang penampilannya terasa familiar. Aku seperti pernah melihatnya sebelumnya. Aku melangkah mendekat, ingin memastikan apakah dugaanku benar.
Ketika mendengar derap langkahku, perempuan itu menoleh perlahan. Ternyata benar, itu Anggun. Wanita yang beberapa waktu lalu sempat menangis di pelukanku.
“A-Anggun?! Kamu ngapain di sini malam-malam begini?” tanyaku, sedikit terkejut.
Anggun menatapku dengan mata yang lebih tenang sekarang. “Aku ... lagi ingin lihat bintang-bintang, Yan,” jawabnya, lalu tersenyum. Senyum itu menghapuskan segala kesan sendu yang sebelumnya tampak di wajahnya. “Kamu sendiri lagi ngapain, Yan?” lanjutnya, matanya sekarang menatapku dengan rasa ingin tahu.
“Aku kebetulan lewat sini dan pengin coba-coba potret pemandangan. Lagi pengin nyobain kamera smartphone baru yang aku beli,” jawabku sambil memperlihatkan smartphone baruku. Warnanya yang masih mengilap menambah kesan baru yang menyegarkan.
“Wah! Hape baru! Udah punya nomor?” Anggun bertanya dengan antusias, matanya berbinar melihat smartphone baruku.
“Udah. Baru aja aku beli. Sekalian,” jawabku dengan senyum tipis.