Senada Lembayung membenarkan tali tas selempangnya yang merosot dari bahu. Dia merendahkan kepala untuk melihat pantulan wajahnya di kaca spion, kemudian mengulurkan tangan dan merapikan beberapa helai rambut yang mencuat karena memakai helm.
Setelah merasa rambutnya cukup rapi, Nada segera beranjak pergi dari pelataran parkir khusus karyawan. Namun, beberapa meter sebelum menginjak undakan tangga gedung hotel, ia menghentikan langkah. Bukan karena ada yang memanggil dan memintanya untuk menunggu, tapi karena sepatunya terasa menginjak sesuatu.
Nada menunduk lalu meringis ketika akhirnya memungut sebuah barang yang sebelumnya terinjak manis oleh kakinya. Sebuah gelang berwarna silver dengan bandul bunga krisan dan permata berwarna hijau emerald ukuran kecil tampak menghias manis di sana. Nada menggenggam gelang itu dan mengayun langkah memasuki hotel tempatnya bekerja sejak beberapa tahun belakangan ini. "Aku simpan dulu deh," ucapnya. Jika suatu saat ada pemilik yang mencarinya, baru Nada akan menyerahkan gelang itu.
Baru saja Nada menaiki undakan tangga menuju gedung hotel, ia merasakan bahunya ditepuk seseorang. Membuat ia menoleh seketika.
"Ibu Nada hari ini cantik banget." Talia mengarahkan tatapan pada Nada, memindai penampilan sang sahabat atas bawah. Memang penampilan Nada tidak banyak berubah dibanding hari kemarin-kemarinnya. Hanya saja di matanya terlihat berbeda. Seperti lebih bersinar.
Nada mengibaskan tangan, tidak peduli dengan pujian Talia. Sudah hapal dengan tingkah perempuan itu. Sekadar jepit rambut baru, sudah dipuji tinggi-tinggi oleh Talia.
"Oh, pasti dandan cantik buat nyambut manager baru." Talia bersuara lagi.
Nada mengernyit. "Manager baru?"
Talia membuka pintu ruang kerjanya, dia masuk lebih dulu baru setelahnya Nada menyusul di belakang. "Iya. General Manager baru. Kamu nggak tahu?" Ketika Nada menggeleng sebagai jawaban. Talia mendecap. "Pasti nggak baca chat grup semalam."
Sampai di depan kubikel meja kerja Nada, Talia menghentikan langkah dan bersedekap dada. "Pantas nggak nongol. Buka grup cuma buka aja nggak baca sama sekali." Dia bersungut. Semalam di grup chatting rekan kerjanya di hotel. Sedang panas membicarakan tentang General Manager baru. Yang bagai angin segar. Apalagi usut punya usut, kalau General Manager baru ini amatlah menawan.
Nada hanya meringis sebagai balasan dari gerutuan Talia. Dia tidak menyangkal sama sekali, karena semalam selepas pulang dari resepsi Milani, Nada membantu ibunya sampai malam. Membuka grup hanya melihatnya sekilas lalu menutupnya lagi, dan ia beranjak tidur kemudian.
Dia meletakkan tasnya di meja dan menarik kursi untuk duduk, baru kemudian berucap, "Terus, apa hubungannya manager baru dengan tampilanku. Kamu pikir aku cari perhatian buat penyambutan?"
"Ya kali aja. General Manager yang baru ini katanya masih muda, tampan, dan tinggi." Talia antusias menjelaskan secara spesifik sang Manager. "Pokoknya idaman wanita banget, deh."
Nada melirik sebal ke arah Talia. Tidak merasa antusias dengan kedatangan General Manager baru yang katanya tampan itu. Definisi tampan bagi Nada tidak serta merta membuat dia lantas tertarik. Sosok lelaki tampan apalagi jabatannya tinggi, akan membuat Nada mundur pelan-pelan. Mencoba untuk tidak mendekati. Trauma sakit hati dan perasaan yang hancur berkeping-keping menjadikan satu pelajaran berarti baginya.
"Katanya masih single. Aw, pengen rasanya aku kenalin ke orang tua." Talia berceloteh. Kali ini perempuan itu menumpukan lengan di kubikel meja kerja Nada.