Identitas Rasa

Reinsabiila
Chapter #8

7. Menemani belanja

Sore hari, entah untuk yang ke berapa kali, Nada kembali jalan dengan Kala. Kali ini mereka ke sebuah pusat perbelanjaan, menemani Kala yang katanya ingin membeli kemeja baru. Padahal, baru minggu kemarin Nada menemani Kala membeli sepotong kemeja polos warna navy. 

Bersedekap dada, Nada menunggu dengan beberapa kali mendecap kesal ketika Kala tak juga keluar dari ruang ganti. Di bahunya sudah tersampir dua kemeja warna biru burgundi dan hitam bergaris. Sudah Kala coba, dan begitu apik menempel di tubuh lelaki itu. Dan kini, Kala mencoba untuk yang ketiga kali. 

Nada membuang tatapan ke arah kaus polos tak jauh dari ruang ganti. Tertarik dengan deretan kaus itu, Nada berjalan mendekat dan segera mengambil sepotong kaus warna putih dengan garis leher v-neck warna navy. Kemudian ia menempelkannya ke tubuh, dan mengangguk pelan dengan ukiran senyum. 

"Kamu suka pakai kaus cowok juga?"

Mendengar suara itu, Nada segera mengembalikan kaus ke tempatnya semula dan berbalik melihat Kala. Menilai penampilan lelaki itu atas bawah. Tidak seperti dua kemeja sebelumnya, Kala tidak mengancingkan dua kancing teratasnya, menampilkan sepotong kaus polos warna putih di dalamnya. 

"Nggak kamu kancingin dua yang teratas?" Nada melempar tanya. Memuji di dalam hati jika pakaian apa pun yang Kala kenakan akan bagus di tubuh lelaki itu.

Kala melirik garis kancing kemejanya lalu tersenyum miring. "Eh, iya. Kancingin dong, Nad," pintanya, sembari mengayun langkah dan berhenti beberapa senti di depan Nada. 

"Nggak perlu dikancingin, deh. Cocok, kok."

"Minta bantuan, Nad. Cuma ngancingin aja."

"Kamu punya dua tangan yang bebas--" ucapan Nada terhenti. Dia berkedip saat Kala menyahut kemeja yang tersampir di bahunya. 

Tidak punya pilihan, Nada mengalah, apalagi Kala sekali lagi meminta. Ia mengulurkan tangan dan mulai mengancingkan dua kancing teratas kemeja Kala. Tanpa tahu jika Kala tampak memejamkan mata. Mencoba mengeja debar baru yang menyusup tanpa permisi. 

Ada Nada yang selama ini ia paksa untuk berada didekatnya. Hanya agar ia tidak merasa sendirian dan kesepian. Tidak ingin terjebak berlarut-larut dalam patah hati. 

Selesai dengan urusannya mengancingkan baju, Nada mundur selangkah. "Udah, manja banget," cibirnya. Lalu mengimbuhi. "Aku tunggu di depan. Buruan ke kasir nanti pulang kemalaman."

Kala mengangguk dan melontar satu kata siap. Namun kemudian, ia teringat satu hal ketika Nada mulai berjalan menjauh. "Putih atau abu-abu, Nad?"

Tidak ada sahutan, Kala mendecap. "Nad?"

"Putih." Itu jawaban paling tidak peduli yang Nada suarakan. Bahkan perempuan itu tak ingin repot-repot untuk sekadar menoleh ke arah Kala. Dan tidak ingin tahu mengapa lelaki itu menanyakan tentang warna. 

Nada terus mengayun langkah keluar toko dan berhenti di pembatas lantai dua. Tidak mengetahui jika Kala mengambil dua kaus warna putih dan dua kaus warna abu-abu yang sempat Nada lihat-lihat sebelumnya. 

Tidak sampai berpuluh-puluh menit, bahkan Nada belum selesai membalas pesan dari Talia. Kala sudah datang menghampiri dengan beberapa kantong kertas, membuat Nada menaikkan sebelah alis. Tidak menyangka jika lelaki itu akan berbelanja sebanyak itu. 

"Kamu beli semua kemeja tadi?"

Kala nyengir, mengangkat semua belanjaannya. "Bagus-bagus semua, jadi aku ambil, deh. Katamu juga semua cocok buatku, kan?"

Nada hanya menggeleng pelan sebagai balasan. Jika Kala adalah seorang perempuan, Nada yakin Kala akan lebih gila lagi dalam hal berbelanja. Mungkin bukan setiap minggu lagi, namun setiap hari. Entah itu pakaian atau aksesorinya. 

"Kita makan, yuk." Kala mengajak. Menaik-turunkan alisnya. "Kamu yang pilih restorannya. Aku traktir."

Senada Lembayung, gadis 26 tahun yang sejak lama sudah mandiri, tidak tampak tergiur sama sekali. Daripada ajakan makan malam dari Kala, Nada lebih suka mengupas permen yang baru dirogohnya dari saku blazer dan segera memasukkannya ke mulut. 

"Ajakan makan dari aku kamu cuekin?" Kala tidak tahu harus memberi ekspresi seperti apa. Nada bukan gadis mudah yang jika ditawari sesuatu atau diajak pergi akan mengiyakan dalam sekali ajakan. Setiap mereka makan saja, Nada akan meminta tagihan dan membayar pesanannya sendiri. 

"Kita pulang aja. Udah beres belanja, kan?" Nada bertanya sembari mengunyah permen mint di mulutnya. 

Lihat selengkapnya