Saat Jonas dan William sempat di halang-halangi satpam, ia meminta keduanya untuk menunggu, tidak ingin Jonas dalam bahaya, William nekat memaksa keluar.
“Maaf ya Pak, keponakan saya ingin mengikuti bimbingan belajar, saya tidak mau dia terlambat”
“Pak Brayen, masih ingin bicara dengan kalian, tunggulah sebentar lagi di sini, silahkan duduk”
“Begini saja, kalau masih ada yang ingin di tanyakan, tanyakan pada saya, ini nomor telepon saya.”
William merobek sebuah kertas dari dalam tas Jonas lalu ia menulis nomor ponsel miliknya dan meninggalkan kantor, saat mereka ingin pulang sebuah mobil berwarna hitam mengikuti mereka. Beruntung Kania masih mengawasi mereka melalui cctv gedung.
“William, kalian berdua di ikuti mobil dari belakang, hati-hati,” ujar Kania mengingatkan
“Baiklah, aku mengerti, sebenarnya dalam ruangan pun tadi melihat tatapan bokap lu, gue sudah yakin kalau kami tidak akan semudah itu untuk keluar dari kantor mereka.” William melirik kaca spion, ternyata mereka masih mengikuti.
“Lu jangan pulang dulu, bawa saja Jonas ke mall”
“Ok siap, ide bagus, kita buat mereka pusing nyariin kita,” ujar William, ia mengarahkan kendaraan ke arah mall.
“Apa yang kita lakukan di sini, Om?" tanya Jonas.
“Begini rencananya, kita akan naik eskalator , saat mereka lengang, lalu kita turun dari lift”
Saat kedua orang suruhan Sudung naik keatas dan mengikuti mereka, William dan Jonas berpura-pura tidak melihat, saat masuk ke ruangan maka kedua orang itu masih setia menunggu mereka di luar.
“Kita tidak bisa keluar kalau mereka di sana, begini saja kita pancing mereka masuk”
“Caranya?” Jonas memutar pupil mata berwarna coklat itu.
“Kita pura- pura tidak kelihatan, mereka berdua akan penasaran dan masuk ke mari, lalu kita menyelinap keluar”
“Ok siap”
Otak pintar Jonas cepat menangkap rencana William mereka berdua bersembunyi di balik rak buku, saat pengintai itu masuk mereka menunduk dari arah yang lain masuk untuk mencari, lalu keduanya keluar diam-diam dan kabur dari lift.
Memastikan mereka tidak di ikuti barulah William datang ke kantor, dalam ruangan itu Kania sudah duduk menunggu mereka.
“ Kerja bagus,” puji Kania
“Ma, oppung melihat wajahku terus menerus, apa mama yakin dia tidak mengenal?”
“Dia mungkin curiga Nak, maka itu dia kirim orang mengikuti kalian berdua, tenang mama gak marah kok, nanti kita ketemu oppung sama papamu, tunggu urusan kita selesai,"
" Ya Ma, "jawab Jonas.
“Lalu bagaimana sekarang ? apa rencana selanjutnya?” William menatap Kania.
“Kita fokus mengembangkan perusahaan kita, urusan mereka biarkan saja dulu.”
*
Setelah pulang ke rumah, ternyata ibu mertuanya demam, Kania sangat takut, kehilangan ibu yang di cintai.
Saat sakit Kania trauma, ia tidak ingin ibu mertuanya pergi dengan cara tiba-tiba seperti ibu Kania.
“Apa mama kangen sama bang Brayen?” tanya Kania sama Inang Lisda.