Hilang segala rasa capek dan beban dalam hati Kania saat tiba di rumah disambut orang-orang yang mencintai dirinya.
Nur, masih berjalan ke rumah ke teras, lalu mengintip keluar pagar, ia seperti menunggu gebetan yang ingin ngapel.
Padahal ia sedang menunggu es krim pesanannya datang, bahkan label pakaian baru yang baru ia pakai masih menggantung di pakaiannya.
Saat Kania tiba di rumah, ia membawa beberapa bag belanjaan, mendapat uang transferan dari Brayen Kania selalu membelanjakannya untuk Bu Lisda dan Nur, kali ini pun seperti itu, saat menerima uang dari Brayen, ia beli untuk emas untuk Bu Lisda dan pakaian untuk Jonas.
Sebenarnya ia meminta uang dari Brayen, bukan karena ia tidak mampu menghidupi ibu mertua, Ipar dan Jonas.
Kania, hanya ingin Brayen ingat keluarga, ia tidak mau lelaki tiga puluh lima tahun itu jadi anak durhaka.
“Bou, ini coba dulu bajunya!” panggil Jonas , ia mengangkat pakaian baru yang dibeli Kania.
"Mana es krim Bou?" tanya Nur dengan bahasa yang tidak dimengerti orang lain. Namun, mereka semua sudah mengerti karena sudah biasa, hanya Rati si asisten rumah tangga yang butuh penerjemah jika berkomunikasi dengan Nur.
"Dia lagi di jalan, sabar ya." Jonas memperlihatkan aplikasi gofood di layar ponsel milik sang Ibu
"lihat dia sudah menuju ke sini," ujar Jonas
Sikap yang sangat berbeda dari Brayen, Jonas peduli dan sayang sama Nur, sementara Brayen adik kandung Membenci Nur.
Tanpa memperdulikan rasa malu, Nur ingin melepaskan pakaiannya di depan mereka, itulah kekurangan Nur, ia tidak memiliki rasa malu akan melepaskan pakaiannya di depan siapa saja.
“Eh, jangan di sini, mari sini bou. Rati asisten rumah tangga itu menarik tangan Nur ke balik sofa dan melepaskan pakaiannya.
Lalu ia mencoba pakaian yang baru dibeli Kania, soal pakaian, ia tidak pernah peduli, ia hanya peduli dengan makanan kesukaan. Tetapi Kania wanita yang baik, ia selalu membeli pakaian yang terbaik untuk iparnya, walau wanita itu seorang gadis yang idiot.
“Dari mana uangmu beli ini Nang,” ujar Bu Lisda meneliti cincin emas yang diberikan sang menantu.
“Jangan khawatir Ma, Bang Brayen yang memberikannya”
“Apa lagi yang diminta, kali ini?”
“Jangan pusing Ma, biarkan saja, yang penting aku selalu minta uangnya agar bisa beli emas Mama lagi, biar gak sepele orang lihat mama,” ujar Kania.
“Kalungku sudah sebesar rantai kapal ini,” ujar Bu Lida bercanda , ia menunjukkan kalung emas yang beli Kania dari hasil memalak dari Brayen.