Terluka
Kania duduk di cafe bersama William menikmati nasi goreng, setelah mereka melakukan banyak pekerjaan hari itu, saat orang lain berlibur bersama keluarga, Kania justru bekerja dari tempat satu ke tempat yang lain.
Tidak ingin orang berpikir yang lain-lain padanya, Kania meminta William membawa kekasihnya bersama mereka.
“Nia, lu khawatir kalau misalkan Andre bertindak lebih jauh lagi?’
“Tidak sih … tapi, adalah sedikit, mendengar cerita lu dan mendengar cerita, ada sedikit rasa khawatir.”
“Kenapa Kakak tidak kembali berbaikan sama bang Brayen,” ujar Intan kekasih William.
“Entahlah Tan, mungkin terlalu lama menunggu, hatiku masih berat …”
“Aku ngerti Kak, setidaknya lakukan demi anak kakak, tidak mudah memberi hati pada lelaki yang seperti itu,” ujar Intan.
“Ya Nia, hanya dengan itulah, lu bisa melawan Andre,” ujar William.
Mendengar banyak nasihat kanan -kiri, otak Kania jadi semakin panas, hatinya masih sakit dengan apa yang dilakukan Brayen di masa lalu, bahkan ia masih sering berpikir kalau Brayen belum sepenuhnya mencintainya, dan ia juga tidak terlalu berharap, tetapi ia tidak mau kalau kehidupan putra semata wayangnya terusik.
“Besok saja kita lanjut lagi, otakku sakit,” ujar Kania memasukkan laptopnya .
“Kami masih di sini, lu pulang duluan saja”
Kania melirik arloji kecil yang melingkar di pergelangan tangannya, “ oke, gue duluan sudah jam sembilan”
Kania selalu mengabari ibu mertuanya setiap kali ia pulang malam, jadi Bu Lisda tidak mencari cari nya, ibu mertuanya juga sebaliknya selalu minta Rati menelepon Kania kalau ia pulang malam.
Baru juga ia ingin pulang Brayen sudah menelepon.
“Ya Bang”
“Kamu di mana?” tanya Brayen di ujung telepon.
“Ini mau pulang, sudah ya, aku mau nyetir”
Kania menyetir pulang ke rumah, apes ia alami malam itu, saat keluar dari cafe William , ban mobilnya bocor, saat ingin menelpon William , ponsel miliknya kehabisan daya. Terpaksa ia ganti sendiri, untung pecah bannya di tempat yang ramai, ada yang nolongin kalau saja di tempat gelap, ia takut ada orang jahat.
Kania bermandikan keringat, tubuhnya rasanya sangat capek, lelah pikiran lelah tubuh membuatnya ingin tepar. Sampai di rumah ia berjalan.
“Ma nanti”
“Besok saja ya Bang, mama capek bangat,”potong Kania menghentikan Jonas.