Melihat Brayen tertawa bahagia dengan Jonas, Andre kepanasan ia menatap penuh dendam ke arah Brayen.
‘Kamu tidak akan bisa menggantikan posisiku, kamu pasti akan mendapat pelajaran’ ucap Andre dalam hati, ia menatap semakin sinis pada Brayen yang berjalan menuju mobil, sembari bercanda dengan Jonas.
“Pa, guru meminta kami mengerjakan kerajinan, mainan jaman dulu , apa bapak tau apa yang aku ingin aku bikin?”
“Ultop”
“Kok bapak tau!?”
“Kata oppung... saat di kampung sering bikin itu lalu kamu jual sama teman-temanmu.”
Jonas tertawa , tugas dari sekolah mengerjakan satu kerajinan tangan tradisional, permainan anak -anak sebelum ponsel merajai dunia anak-anak
Ultop sendiri mainan klasik yang terbuat dari bambu yang digunakan alat tembak-tembakan jaman dulu dan untuk pelurunya sendiri di gunakan dari kertas yang sudah dibasahi
“Mainan itu kan di marahin di sekolah, Bang takut kena mata, bagaimana kalau kita bikin tembakan kayu”
“Bapa bisa?”
“Bisa donk,” sahut Brayen.
“Ok”
Saat membuka pintu mobil Kania terbangun.
“Eh … abang sudah pulang , kok gak bangunin aku sih Bang,” protes Kania merapikan rambut.
“Tadi kamu tidurnya nyenyak bangat aku gak, tega bangunin”
Brayen menjalankan mobil dan meninggalkan gedung sekolah meninggalkan Andre yang masih menatap mobil itu sampai jauh, wajahnya dipenuhi amarah dan dendam.
Saat melewati taman menuju rumah.
“Pa beli es potong donk sudah lama tidak makan itu.”
Jonas menunjuk gerobak abang -abang yang sedang berdiri di pinggir jalan.
“Ya sudah sana beli Bang.” Kania menyodorkan uang.
“Papa mau gak?”
“Boleh”
“Mau rasa apa”
“Kacang hijau”
“Mama mau?” tanya Jonas lagi, tangannya masih memegang pintu mobil.
“Mama mau, samain kayak abang saja,” ucap Kania menyandarkan kepalanya kembali ke jok