Lelang Brondong Berkedok Arisan
Setelah beberapa hari setelah kejadian itu, Brayen dipanggil Sudung ke ruangannya, ternyata ia diangkat jadi wakil direktur di Lonax, tentu saja Brayen sangat bahagia.
“Jika kamu tetap bersamaku, tidak menutup kemungkinan ... kamu kan menggantikan ku di sini,” ujar Sudung.
“Baik Pak, terima kasih,” ucap Brayen matanya berkaca- kaca karena terharu.
Jabatan yang diinginkan melampaui ekspektasi nya, ia tidak pernah berpikir akan jadi wakil direktur di perusahaan ayah mertuanya tersebut.
Saat pulang ke rumah, ia menceritakan semuanya pada Kania dengan begitu bersemangat. Namun, Kania bukannya bahagia, ia malah merasa ada sesuatu di balik pengangkatan Brayen, Kania tidak mengatakan apa-apa, ia hanya tersenyum kecil saat Brayen begitu gembira, Kania tidak mau mengatakan hal-hal buruk karena tidak ingin merusak kebahagian Brayen.
Beberapa hari kemudian, apa yang Kania pikirkan jadi kenyataan
Saat Kania ingin menuntut keadilan, lagi-lagi ia akan menelan kenyataan pahit.
Jonathan datang ke rumah, ia memberitahukan kalau mereka, menarik tuntutannya pada Winda.
“Kenapa?” tanya Kania mereka sengaja duduk di halaman depan agar ibu mertuanya tidak mendengar.
“Nia … dengarkan dulu lae ini mau menjelaskan,” ujar Brayen.
“Bapa tua yang meminta pada kami, agar tidak meneruskan ke polisi, selesaikan secara kekeluargaan katanya,” ujar Jonathan.
Kania sangat sedih
Ia kecewa, menggeleng putus asa,” anakku hampir celaka, tetapi pak tua itu masih memintaku memaafkan mereka berdua, lebih mementingkan anak tiri daripada anak kandung, aku sangat kecewa,” ujar Kania, ia menahan air matanya agar jangan tumpah
“Mungkin bapa tua punya rencana lain Nia.” Jonathan menatap iba sang adik sepupu.
“Rencana apa Ito … aku tidak minta apa -apa dari mereka, hanya satu jangan ganggu hidupku dan anakku, hanya itu, aku sudah keluar dari rumahnya dan tidak menginginkan hartanya sedikitpun, aku bisa cari sendiri,” ujar Kania.
“Karena bapa tua yang minta seperti itu aku dan Beny terpaksa menarik laporannya, tetapi bapa tua bilang kalau Kania berjanji tidak akan melakukannya lagi. Saat ini wanita itu sudah tinggal di rumah suaminya”
Brayen hanya diam, ia tidak tahu harus mengatakan apa, di satu sisi istrinya dan di satu sisi bapak mertua yang jadi Bosnya yang memberikan segalanya untuknya.
Brayen dalam posisi yang serba sulit, jika ia membela Sudung Kania akan marah, kalau ia dipihak Kania bapak mertuanya akan marah.
“Bagaimana menurutmu lae? Tanya Jonathan yang melihat Brayen yang duduk diam.
‘Ya … bang Brayen dipihak merekalah karena dia sudah jadi direktur di sana’ ucap Kania menahan rasa nyeri di ulu hati, ia ingin menangis, tetapi ia menahannya.
“Ya aku juga tidak tahu harus mengatakan apa, kalau aku inginnya Winda dapat hukuman ,” ujar Brayen.