Kehidupan Rumah Tangga Diusik
Andre akhirnya bisa diseret ke kantor polisi, ia menunggu waktu untuk sidang, ia sangat marah saat tahu kalau ia tidak bisa bebas dengan mudah, ia tidak terima maka ia menggunakan cara lain untuk mengusik keluarga Kania.
Beberapa minggu kemudian.
Setelah pengangkatan Daren sebagai direktur utama di perusahaan itu dan Brayen sebagai wakil direktur, Brayen melakukan bersih-bersih, ia memecat semua orang yang terlibat dengan Andre, bukan hanya di pecat, ia bahkan meminta beberapa orang mengganti uang perusahaan.
Saat sedang duduk di ruangan barunya.
Daren datang dan ia duduk di depan meja Brayen, ia menatap Brayen dengan tatapan penyelidikan.
“Apa ada yang salah Pak Daren …?”
”Aku berharap dengan jabatan baru yang kamu terima tidak jadi lupa diri pak Brayen”
“Maaf. Semua pemecatan itu dan pergantian pegawai saya sudah meminta pendapat dari Pak Sudung”
“Bukan soal itu, aku berharap setelah bapak duduk sebagai wakil direktur, jangan merasa hebat lalu punya banyak wanita simpanan dan meninggalkan kak Kania”
“Aku tidak akan melakukan itu Pak Daren …aku sudah mencintai keluargaku,” ujar Brayen tenang, ia sadar, ada satu lagi orang yang mengawasinya sekarang.
“Dengar … aku akan mengawasimu,” mengarahkan dua jari ke matanya lalu ke arah Brayen, melihat aksi kekanak-kanakan iparnya Brayen ingin tertawa.
“Baiklah, aku akan mengingat ancaman itu”
“Oh, satu lagi, apa Pak Brayen sudah menerima keponakanku dengan tulus sebagai anak, ibu tiri ayah tiri aku pikir semuanya jahat,” ucap Daren.
‘Aku sangat menyayangi Jonas lae’ balas Brayen dalam hati.
“Sudah”
“Jangan sampai kamu menyakiti hati kakakku dan keponakanku ,” ucapnya lagi, sebelum ia keluar dari ruangan, ia kembali mengarahkan dua jarinya lagi ke mata, lalu ke arah Brayen, sikapnya masih seperti anak remaja.
Saat lagi fokus bekerja, telepon diatas meja berdering. Sudung meminta bertemu lagi, awalnya ia berpikir ayah mertuanya protes karena Brayen membentuk aturan baru di kantor.
Sebelum mengetuk ruangan bapak mertuanya, Brayen menarik napas panjang, lalu ia mengetuk pintu.
Tok, tok …
“Masuk!”
Di sana sudah Daren , Brayen selalu merasa gugup setiap kali bapa mertuanya meminta untuk bicara, ia duduk dan mencoba menarik dasi yang ia kenakan, karena tiba-tiba merasa sesak.
“Ya Pak.” Brayen menunduk dengan hormat seperti biasa.