Kania menolak permintaan untuk mengadakan pesta resepsi bukan karena ia tidak ingin hidup bahagia, tetapi hanya butuh persiapan diri, mengadakan pesta adat itu artinya ia akan siap secara lahir dan batin sebagai istri untuk Brayen, walau daddynya menawarkan akan membiayai semuanya tetapi bagi wanita cantik itu berpikiran, ini bukan tentang uang tetapi masalah hati dan kesiapan mental. Sepuluh tahun hidup sendiri sudah membuat hidupnya nyaman, tidak mudah baginya menerima Brayen satu ranjang dengannya, ia ingin Brayen membuktikan kalau ia benar-benar serius membina rumah tangga dengannya, bukan hanya ingin menginginkan tubuhnya.
“Kenapa Nia, anak kamu sudah besar?”
“Aku mengerti Daddy, nanti kalau semua urusanku selesai aku akan melakukannya,” elak Kania.
“Tapi Bang Brayen setuju Kak, biar aku sama daddy dan abang Brayen yang menyiapkan segalanya, kakak tinggal tenang saja,”usul Daren.
“Aku tau, ada banyak hal yang akan aku persiapkan Daren, resepsi bukan hal penting, kami sudah menikah itu yang terpenting,” ketus Kania kesal, ada perasaan dongkol saat adiknya juga ikut- ikutan.
Ia wanita tegas dan keras kalau ia bilang tidak, berarti tidak.
“Kenapa, Kakak berubah pikiran dengan Lae Brayen?”
Mata mereka semua menatap Kania, memburu jawaban dari wanita berparas cantik itu.
“Tidak berubah pikiran Daren, aku hanya ingin mengerjakan hal terpenting dari hal yang penting.”
“Pesta adat juga kata daddy penting kak, jadi kita bisa mengenal semua saudara kita, baik dari mommy dan keluarga daddy juga, jadi, ini kesempatan kita untuk berkumpul,” desak Daren lagi.
Kania menutup mata dan menghela napas panjang melihat ulah sang adik yang memaksa ia semakin kesal,“ kayaknya lu balik aja deh ke London, panas otak gue melihat lu. Uda di jelasin bolak-balik gak ngerti juga."
“Baiklah, kalau kamu menolak daddy tidak memaksa,” ujar Sudung.
“Tapi kami bisa bawa Jonas ke rumah kan, Kak?” Daren melirik Brayen.
“Tidak boleh Daren.”
“Loh kok gak boleh … kami tidak akan menculik anak kakak ini.”
“Daren … dia tidak bisa pisah dari oppungnya, kalau inang tidak melihatnya satu malam saja dia tidak bisa tidur.”
“Tapi daddy kan kakeknya juga Kak.” Daren protes.
“Ya, tapi daddy tidak akan khawatir walau tidak melihatnya walau sudah bertahun-tahun. Tapi Ibu mertuaku dan edaku, baru sehari tidak melihat tidak akan bisa tidur,” ujar Kania.