Brayen merasakan langit malam itu terasa sangat berbeda, dari malam- malam biasanya, seolah-olah bintang tersebut menari untuk mereka berdua, Brayen menyisihkan sedikit gorden di samping ranjang mereka. Cahaya bintang itu begitu indah dalam benak mereka berdua berbentuk hati, bintang itu, berkedip indah di langit seakan -akan ikut menari, merayakan kebagian yang ia rasakan mereka berdua, suara jantung yang semakin berdebar kencang bagai gendang bertalu- talu. Brayen mencoba menenangkan rasa gugup iu, sebenarnya ia sudah biasa menaklukkan banyak hati wanita, tetapi untuk istri tercintanya semua sangat berbeda malam itu, ia merasakan telapak tangannya berkeringat.
‘Oh tenanglah Brayen, tenangkan dirimu dia istrimu’ ucap Brayen mengingatkan jiwanya agar tetap tenang.
“Itu artinya … hadiah yang kamu janjikan tadi siang itu, malam pengantin kita?”
“Abang pasti menilai ku-”
Brayen menutup bibir Kania dengan satu jari, “stt … aku tidak menilaimu seperti itu, bagiku kamu wanita yang sangat berkelas dan wanita luar biasa, wanita terkuat yang pernah aku kenal,” ujar Brayen dengan tulus, itu ucapan yang jujur dari dalam hatinya, bahkan suaranya bergetar mengucapkan, kallimat demi kalimat untuk Kania istrinya
“Aku jatuh cinta sama bang Brayen,” ujar Kania, akhirnya pengakuan cinta itu keluar juga dari bibirnya, selama ini ia sangat membenci Brayen, karena selalu membuat hati Kania sakit.
Kania membalas dengan anggukan ia mengigit bibir bawahnya dengan kuat menahan gejolak yang bergemuruh dalam dadanya. Brayen menarik tubuh Kania ke dalam dadanya lalu memeluknya dengan erat setelah mendengar pengakuan cinta dari istrinya.
“Aku juga mencintaimu sayang, sangat mencintaimu … terimakasih karena sudah memaafkanku, terimakasih karena sudah mau menjadi istriku,” ujar Brayen memeluk tubuh Kania dengan erat penuh cinta, mata Brayen bahkan berkaca-kaca saat mendengar Kania mengungkapkan kata cinta padanya.
Setelah memeluk istrinya dengan begitu hanga, Brayen melepaskan pelukan, Lalu memundurkan tubuhnya, memegang dagu Kania dengan lembut mengusap bibir berwarna merah itu dengan ibu jarinya, dengan sikap lembut dan penuh kehatia -hatian, ia mendaratkan bibirnya di sana, menikmati madu manis dari bibir sanga istri.
“Tapi Bang, aku sangat gugup … aku belum pernah melakukannya sudah sangat lama, kamu tau itu, kan. Aku sudah sangat lama tidak pernah di sentuh,” ujar Kania, sebuah pengakuan yang jujur.
Melihat sikap gugup Kania, Brayen sangat pengertian, ia tahu kalau Kania sudah lama tidak melakukannya … ia pertama melakukan itu saat mencetak benih Jonas itu artinya sudah hampir sebelas tahun lebih.
“Baiklah … kalau belum siap, aku tidak akan memaksa,” ujar Brayen.
“Bukan … aku hanya ingin memberitahukan abang saja, aku takut mengecewakanmu, bahkan cara ciuman saja aku kaku,” ujar Kania wajahnya benar- benar sangat tegang.
“Bagaimana kalau kita minum anggur satu gelas dan kita mendengar musik, aku jamin kamu akan rileks,” ujar Brayen.
“Boleh juga.” Kania setuju.
Brayen mengeluarkan koper kecil dari dalam lemari pakaian, lalu membuka koper, di dalamnya ada satu botol anggur merek langka.