Keluarga dari pihak mamanya meminta Kania untuk melupakan kematian mamanya. Sebab sudah sepuluh tahun lebih kasus itu pun sudah ditutup. Kania juga pernah melaporkan hal itu tiga belas tahun yang lalu, tetapi saat itu ai hanyalah seorang mahasiswa dan ia berjuang sendirian.
Tidak tahu kenapa sudung juga meminta wanita cantik itu melanjukan kehidupannya, tetapi, ia tidak akan rela kalau mamannya meninggal karena faktor di sengaja, kerena itulah ia berjuang sampai tahu apa yang sebenarnya terjadi.
“Kania anakku … kamu sudah terlalu banyak masalah, selesaikan satu-satu, aku takut kamu sakit,” ucap Sudaung di ujung telepon.
“Aku tidak akan berhenti Dad, sebelum aku tahu apa sebenarnya yang terjadi hari itu, kenapa mommy pergi tiba-tiba.”
“Nak … mami kan sudah sering sakit, iklaskan saja,” bujuk Sudung di ujung telepon.
“Dad, Mana ada seorang anak yang rela, ibunya di bunuh,” ujar Kania.
“Tapi masalahmu sudah sangat banyak Nak, mulai lah kehidupan yang baru dengan Brayen,” ucap Sudung lagi, saat itu ia masih di London dengan Daren, tetapi ia selalu memantau tentang Kania.
Kania tidak sependapat dengan Sudung, ia hanya ingin tahu kebenaran agar ia bisa melajutkan hidup dengan tenang, setelah menutup telepon ia duduk dengan diam di sisi ranjang, Brayen duudk di saping tubuhnya.
“Aku tidak akan rela Pah, walau semua keluarga meminta untuk melakukannya,” ucap Kania.
“Aku akan medukungmu Ma, apapun keputusanmu.” Brayen memeluk pundak Kania, ia menyadari berat tubuh Kania turun. belakangan ini karena ia terlalu capek mengurus semua masalah yang silih berganti, datang masalah yang satu belum selesai, sudah datang lagi masalah yang lain. Beruntung mereka berdua bersma - sama menghadapinya dan Brayen mendukung apapun yang akan di lakukan Kania, membuat Kania semakin tegar.
“Aku merasa kita di serang dari berbagai penjuru.”
“Itu yang akan membuat kita semakin kuat Ma, jangan melakukannya sendirian, mari kita mengerjakannya bersama-sama,” ucap Brayen.
“Baiklah.” Kania mengangguk pelan.
Walau banyak keluarga Kania yang memintam dirinnya untuk mengiklaskan kematian ibunya, tetapi Kania tidak akan iklas kalau benar mamanya dicelakai.
‘Kalau itu panggilan Sang Pencipta, aku akan iklas, tapi kalau mami sengaja dibunuh’ aku tidak akan bisa diam’ ucap Kania dalam hati.
*
Brayen tidak membiarkan Kania melakukan sendiri, ia setia mendampingi, kemana pun Kania mengajak pergi, di mulai dari salah satu rumah sakit swasta, karena kejadiannya sudah lama, file fasien yang sudah sepuluh tahun ke atas sudah diputihkan dan hanya tersimpan di computer tidak semua orang bisa mengakses data rumah sakit hanya orang dalam.
Kania baru ingat kalau isti Jonathan dr. Nettania bertugas di rumah sakit tersebut.