Beberapa hari kemudian.
Malam itu Brayen tidak bisa tidur setelah pulang dari apartemen lamanya, ia membawa barang - barang lama dan meletakkan di gudang.
“Aku tidak bisa tidur , kamu tidur duluan ya,” ucap Brayen bergegas dan duduk di balkon.
“Kenapa, apa ada masalah?” tanya Kania ia ikut berdiri, melilitkan syal di lehernya.
“Aku tidak tidak tau, ada banyak pertanyaan dalam hatiku saat ini, semakin aku pikirkan semakin aku merasa diriku sangat bodoh selama ini.” Brayen menghela napas panjang.
“Apa kamu menyesal?”
“Ya aku sangat menyesal Ma, menyesal menelantarkan kalian dulu,” ujar Brayen. "Aku beruntung karena Jo, anak yang baik, dia mau memaafkan bapa yang tidak berguna seperti aku, terimakasih sayang ku ... karena kamu mendidik anak kita, jadi anak yang luar biasa, tadinya aku takut dia membenciku setelah tahu kebenarannya. Tapi anak kita memiliki hati yang baik seperti mamanya,"ucap Brayen
“Lupakan masa lalu Pah, ambil positifnya saja, mungkin kalau kamu tidak melakukan itu, mungkin aku tidak akan sukses, mungkin selamanya jadi wanita lemah,” ucap Kania.
“Apa kamu tahu Pah, kalau takdir hidup kita memang aneh, aku baru ingat kalau malam itu aku sempat melihatmu di bar itu,” ucap Kania, “ semakin aku pikirkan semakin ada titik yang aku temukan.”
“Kan , kamu saat itu yang memintaku datang,” ucap Brayen.
“Aku tidak memintamu datang.” Kania menyengitkan kedua alisnya, “lagian kita saat itu tidak dekat Pah, ngapain aku minta kamu datang,” ujar Kania.
“Tapi pesan yang aku terima dari nomor kamu waktu itu,” ujar Brayen ia masih mengingat semuanya dan sangat yakin kalau Kania yang mengirim pesan untuknya malam itu.
“Gak mungkin Pah , aku tidak pernah melakukannya,” bantah Kania.
“Lalu parfum yang kamu berikan padaku?”
“Ha … parfum apaan?” Kania balik bertanya.
“Tunggu ya, aku masih menyimpan semuanya barang-barang yang kamu kirim ke aku saat itu. Brayen masuk ke gudang lalu ia membawa Boks di dalamnya ada barang-barang yang ia yakini pemberian Kania, “lihat bukankah ini semua kamu yang berikan?” tanya Brayen menatap Kania dengan serius.
“Tidak, aku tidak pernah memberikan padamu … tapi tunggu, sepertinya aku pernah melihat benda ini, tapi di mana .” Kania mencoba mengingat sebuah ikat pinggang, “oh aku ingat ini punya Winda, sepertinya Winda menipumu, aku tidak pernah memberikan apa-apa padamu dan tidak pernah mengirim pesan,” ujar Kania.
Brayen mematung, ia semakin yakin kalau hidup dipermainkan Winda, "ternyata kamu tidak salah selama ini, aku yang salah paham padamu," lirihnya lagi.