Rumah nenek Rilla berada di kota lain, sedikit di daerah pedesaan. Memerlukan waktu sekitar tiga jam untuk sampai di rumah neneknya. Setelah melalui perjalanan selama tiga jam itu, Rilla pun akhirnya sampai di rumah neneknya.
Rilla turun dari mobil dan menatap rumah kayu yang ada di depannya. Ya, rumah itu adalah rumah almarhumah sang nenek. Meskipun terbuat dari kayu dan sudah nampak tua, rumah tersebut masih terlihat cukup megah. Rumah nenek Rilla memang besar dan terlihat cukup megah untuk ukuran rumah tua yang terbuat dari kayu.
Rilla pun berjalan menuju pintu rumah. Ia mengetuk pintu dan memanggil om serta tantenya.
“Misii?? Om Putra?? Tante Mawar??”
Tidak lama kemudian pintu pun terbuka. Om Putra yang membuka kan pintu terkejut melihat Rilla sudah ada di depannya.
“Rilla??” ucap om Putra sedikit terkejut dan sedikit tidak yakin bahwa perempuan yang ada di hadapan nya itu adalah Rilla, keponakannya.
“Iya om, ini Rilla.”
Belum sempat Rilla dan om Putra berbicara lagi, tiba-tiba terdengar suara wanita dari dalam rumah.
“Siapa mas yang datang?” Suara itu ternyata adalah suara tante Mawar. Tante Mawar berjalan menuju pintu dan melihat sudah ada Rilla di depanya. “Rilla? Kamu Rilla kan?” tanya nya dengan nada sedikit ketus. Belum sempat Rilla menjawab, tante Mawar sudah terlebih dahulu berbicara. “Ngapain kamu di sini? Ohh, tante tau. Kamu disuruh mamah kamu kan kesini? Mau ngapain? Mau ambil rumah ini?! Dasar yaa ga tau diri! Mamah kamu sama tante kamu si Desi itu sama aja! Udah tau dari dulu yang tinggal di sini itu kami berdua! Ngapain sok-sok an ngerasa ini rumah mereka juga cuma karna rumah ini dulunya punya ibu?!”
Mendengar tantenya yang marah-marah, Rilla pun menjadi ikut emosi. Jujur saja, sebenarnya Rilla juga memiliki tempramen yang sedikit buruk. Apalagi jika dihadapkan dengan manusia seperti tantenya itu. Tetapi, Rilla berusaha untuk tidak terbawa emosi dan mencoba menjawab sebijak yang bisa ia pikirkan saat itu.
“Tante, apa kabar?” tanya Rilla sambil tersenyum dan mencoba untuk salim. Ia berusaha menjadi sopan di depan tante dan omnya itu. Tetapi, tante Mawar justru menghindar dan tidak ingin menyalimi Rilla. Saat itu juga, Rilla semakin emosi. Ia merasa tidak ada gunanya untuk bersikap sopan kepada sang tante.
Rilla memang tidak memiliki hubungan yang baik dengan om dan tantenya ini. Sejak dulu, mereka tidak mau kalah dari mamahnya Rilla dan juga tante Desi, adik mamanya Rilla. Rilla pun akhirnya berniat membalas tantenya itu.
Rilla tersenyum kepada tantenya itu dan langsung menerobos masuk ke rumah neneknya.
“Rumahnya masih sama ya. Tapi kayaknya rumah ini ditinggalin sama orang yang ga tepat deh” ucap Rilla sarkas sambil melihat sekeliling rumah.
“Heh!? Kamu jangan sembarangan masuk rumah orang ya! Pakai sok-sok ngomong gitu lagi! Ini tuh rum-” Belum sempat tante Mawar menyelesaikan ucapannya, Rilla sudah terlebih dulu memotongnya.
“Rumah kalian? Seingat Rilla, nenek ga pernah bikin wasiat atau apapun itu yang bilang kalau ini rumah kalian. Berarti rumah ini juga masih punya mama sama tante Desi. Kalau mereka berdua gamau rumah ini dijual, ya kalian gabisa main jual gitu aja,” ujar Rilla dengan percaya diri.
Tante Mawar sangat marah mendengar perkataan keponakannya itu. Ia pun ingin kembali mengomeli Rilla. Tetapi, Rilla kembali mendahuluinya.
“Udah ah gausah kebanyakan marah ga jelas. Rilla ke kamar dulu ya. Rilla bakal pakai kamar yang biasa.” Rilla pun langsung berjalan menuju kamar dan tidak menghiraukan tante serta omnya.
*****
Rilla masuk ke dalam kamar yang biasa ia gunakan jika pergi ke rumah neneknya itu. Kamar itu masih terlihat sama seperti apa yang diingat oleh Rilla.
“Non Rilla, sudah lama ga ketemu bibi ya,” ujar seorang wanita paruh baya yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar Rilla.
Rilla terkejut dan menoleh ke belakang.
“Bibi?!”
Rilla kemudian mendatangi wanita tersebut. Wanita itu adalah bibi yang bekerja di rumah nenek Rilla bahkan sejak Rilla kecil.
“Bibi masih kerja di sini?” tanya Rilla.
“Iya, bibi masih kerja di sini. Kemarin mamah kamu nelpon bibi dan minta tolong buat ngerapihin kamar ini. Katanya kamu mau datang. Tapi tenang aja, bibi ga bilang-bilang sama tante sama om kamu.”
“Makasih banyak ya bi, kamarnya udah bersih, jadi sekarang bisa langsung Rilla pakai. Rilla capek banget ke sini nyetir sendirian.”
“Yasudah kamu istirahat aja dulu. Bibi siapin makan buat kamu dulu ya. Nanti bibi antarkan makanannya kesini.”
Bibi pun pergi ke luar kamar meninggalkan Rilla sendirian.
Rilla segera meletakkan tas nya dan berbaring di kasur. Ia merasa sangat lelah setelah perjalanan. Tiba-tiba handphone Rilla berbunyi. Ada telpon masuk dari mamahnya. Rilla pun segera mengangkat telpon tersebut.
“Iya ma?”
“Rilla, kamu udah sampai kan? Engga ada apa-apa kan di jalan?”
“Iya, Rilla udah sampai. Tenang aja, aman kok.”
“Barusan tante kamu nelpon mama marah-marah. Kamu ngapain jadi sampai bisa bikin tante kamu marah gitu?”
“Udahlah ma, ga penting. Rilla cape banget nih habis nyetir. Rilla mau ganti baju terus makan dulu. Tadi bibi bilang mau nyiapin makan buat Rilla.”
“Yasudah. Jangan yang aneh-aneh ya. Jangan bikin tante sama om kamu marah terus. Kalau ada apa-apa kabarin mama. Dahh Rilla.”
“Dadah mama.”
Rilla pun menutup telpon. Ia kemudian berganti baju dan keluar dari kamar.
.
Rilla melihat-lihat rumah itu. Ia teringat semua kenangan masa kecil nya di sana dengan sang nenek. Kenangan saat ia bermain, belajar bersama neneknya, selalu diberikan makanan kesukaannya oleh neneknya, serta semua kenangan manis lainnya. Rumah itu tidak pernah memberikan kenangan buruk sedikit pun pada Rilla.
Rilla kemudian melihat foto sang nenek yang terpajang di ruang tengah. Ia sangat merindukan sosok neneknya itu.
Saat ia melihat-lihat rumah, ia pun berjalan melalui kamar sang nenek. Kamar itu berada di bagian belakang rumah, berdekatan dengan ruang makan dan dapur. Rilla merasa ada sesuatu yang berusaha “menariknya” ke dalam kamar sang nenek. Karena penasaran, Rilla pun kemudian ingin membuka pintu dan masuk ke dalam kamar neneknya itu. Tetapi, tiba-tiba bibi memanggilnya untuk makan.
“Non Rilla, ngapain di depan kamar neneknya non Rilla? Ayo makan sini. Mau bibi bawain ke kamar atau makan di ruang makan?” tanya bibi.
“Di ruang makan aja bi, gapapa,” sahut Rilla sambil tersenyum. Ia kemudian berjalan mengikuti bibi ke ruang makan.
.
Rilla dan bibi duduk berdua di meja makan. Bibi sangat senang melihat Rilla makan dengan lahap. Rilla memang sangat menyukai masakan bibi. Meskipun tidak persis sama, tetapi rasa masakan bibi mirip dengan rasa masakan neneknya.
“Gimana non Rilla? Enak ga?” tanya bibi dengan penasaran sambil menunggu pujian untuk masakannya itu.
“Enak banget bi! Rilla udah lama banget ga makan makanan seenak ini. Rasanya mirip sama yang biasa dibikin nenek dulu,” ujar Rilla sambil tetap melahap makanannya.