If I Can't

Keyna Azura
Chapter #2

II

Kita punya keinginan. Tapi keadaan punya kenyataan.

🍁

"Jangan lupa bawa baju tebel," Ria mengingatkan Anin saat adiknya masih sibuk memilah pakaian mana yang akan dia masukkan ke dalam ransel. "Kamu nanti berangkat jam berapa?"

Anin mengambil sweater rajut pink, pemberian dari mantan pacar sewaktu SMA ke dalam ranselnya. "Kata kak Deni habis maghrib," jawabnya.

Ria mengangguk dan Bunda nyeletuk, "Nanti di sana kamu bisa sekalian kenalan sama orang baru. Siapa tahu ternyata jodohnya ketemu di situ?"

Anin memutuskan tidak menjawab karna merasa kalah telak kalau Bunda sudah mengangkat topik semacam itu.

Sebenarnya Anin kerap membandingkan jalan hidupnya dengan Salsa-tetangganya yang masih lajang hingga usia 28 tahun. Ibunya beberapa kali memang menyarankan agar anaknya segera menikah jika sudah menemukan orang yang tepat. Tapi hal itu baru dimulai saat Salsa memasuki usia 25 tahun. Sedangkan Bunda sudah resah seolah Anin sudah masuk kategori perawan tua di usia dua puluh dua.

"Ini, buat pegangan," Ria menjejalkan beberapa lembar uang berwarna merah ke telapak tangan Adiknya.

"Nggak usah, mbak!" Anin menolak. Mencoba mengembalikan uang itu tapi Ria menolaknya.

"Udah, kamu simpen aja."

"Aku masih punya, kok." Anin berkeras tidak mau menerima. "Mbak simpen aja, buat jajan Caca."

Tetap saja kakaknya itu menolak dan memaksa agar Anin tetap menyimpan uang itu walau nanti kebutuhan pokoknya akan dijamin oleh Deni.

Anin akhirnya menerima uang itu dengan pasrah. Ia tahu jika gen keras kepala dalam keluarganya sudah mendarah daging. Anin tidak akan bisa menolak pemberian kakaknya karna niat wanita itu memang baik. Anin butuh pegangan uang untuk keperluan pribadi yang khusus dimengerti oleh sesama perempuan.

Kemarin, Anin sudah mengatakan kepada Deni kalau ia bersedia ikut membantunya. Rumah makan Deni memang terletak di luar kota. Membuatnya mau tidak mau harus sering bolak-balik mengunjungi anak-istri jika ingin sesering mungkin bertemu.

Jangan tanyakan mengapa istri dan anaknya tidak ikut saja sembari membantu suaminya di sana. Tiara masih memiliki ibu yang hanya tinggal seorang diri tanpa mau lagi diajak bepergian atau tinggal di mana pun selain rumahnya. Jadi keputusan akhirnya adalah Deni yang akan pergi sendirian, sedangkan Tiara merawat dan menemani ibunya di rumah bersama dengan Rani.

Selepas maghrib, Bunda bolak-balik menanyakan apakah Anin mau membawa sesuatu untuk dimakan ketika sampai di tempat tujuan. Anin memggeleng, tidak mau membuat ranselnya semakin berat. Lagipula, kalau lapar kan nanti bisa beli di jalan.

"Jangan suka sering-sering beli makanan di luar. Selain boros, juga nggak terjamin itu sehat atau enggak." Nah, kan. Bunda kadang bisa berubah menjadi dukun. Atau paranormal seperti mbah mijan soal membaca pikiran.

Lihat selengkapnya