“Oh ya, tadi kau mengatakan jika kesalahanku tidak termaafkan. Maksudnya apa?”
“Tidakkah kau merasa sudah membuat satu kesalahan besar ketika menyelinap masuk ke wilayah para Elf?” Vero balik bertanya, salah satu alisnya naik.
Mereka bicara sambil berjalan. Bicara dengan bahasa Elfear, sedikit memelankan suara agar tidak menarik perhatian. Sudah lumayan banyak orang, dibanding dengan sebelum mereka masuk ke toko pakaian. Membuat mereka sesekali memelankan langkah, karena berpapasan dengan orang-orang.
“Aku tahu Elfear dilarang memasuki wilayah Elf, bahkan Elf terbuang seperti ibukupun harus mendapat ijin terlebih dahulu jika ingin masuk wilayah Elf. Namun aku tidak merasa melakukan sesuatu yang besar hingga kesalahanku tidak termaafkan.” Elish mengatakan dengan ekspresi yang tenang, benar-benar belum tahu di mana letak kesalahannya.
“Mau pergi ke danau? Sepertinya kau perlu merenungkan sedikit mengenai perbuatanmu.”
Elish memandangi Vero, tercenung. Siapa wanita ini hingga berani lancang mengatur-aturnya.
“Danau itu dekat dengan wilayah perburuan para Elfear. Prajurit Elfear banyak yang berjaga di tempat itu. Aku bisa langsung tertangkap jika ke sana.”
“Ada aku. Kau hanya perlu menyamarkan aroma bukan? Mereka tidak akan mendekati danau jika tidak mencium aroma buronannya. Mereka tidak akan membuat keributan ketika matahari bersinar terik.”
Elish ragu-ragu.
Vero menyingkap sedikit jubah bagian kirinya. Memperlihatkan sebilah pedang yang tergantung di pinggang rampingnya.
Elish menutup mulutnya dengan satu tangan yang tidak memegang belanjaan.
“Tapi Vero, kenapa kau sangat perhatian padaku padahal kita baru bertemu. Itu membuatku curiga. Ada yang kau inginkan dariku?”
Vero memutar bola mata. “Tak apa jika kau tak percaya padaku.”
Kemudian Vero pergi begitu saja. Berjalan cepat bersama kerumunan orang yang entah sejak kapan menjadi begitu ramai di jalanan itu. Elish hanya mematung di tempatnya, melihat arah Vero pergi. Wanita itu sudah tidak terlihat, begitu cepat ia menghilang.
“Dia marah padaku hanya karena aku sedikit curiga padanya? Dasar kekanak-kanankan. Wajarkan jika aku curiga?” Elish menggerutu. Ia menyadari jika sekarang ada di jalanan dekat pasar. Pantas saja ramai.
Ia memutuskan terus berjalan ke pasar. Ia akan melihat-lihat, dan mungkin saja akan menemukan barang yang ia butuhkan.
Elish tidak tahu bahwa sebenarnya Vero pergi karena menghindari seseorang.
###
“Elish.”
Elish menoleh untuk mencari asal suara. Terlalu banyak orang, ia bingung dari arah mana suara panggilan itu.
“Elish.” Wajah tersenyum itu menyambutnya, dari balik punggung Elish.
Elish menurunkan tudung kepalanya saat tahu itu Luxira. Tak apa jika Elish menurunkan tudungnya, ia sudah memastikan jika telinganya tertutup rambut. Dan juga Elish bukan satu-satunya Elfear di sana. Pasar adalah tempat yang sering di datangi bangsa Elfear. Dan manusia sudah terbiasa dengan keberadaan mereka. Lagipula Elfear tidak terlalu mencolok jika telinganya tertutup dan kulitnya tersembunyi di balik jubah.
“Kau sudah selesai berbelanja?” Luxira sudah di depan Elish sekarang.
Entah mengapa Elish merasa lega bertemu dengan Luxira.
Elish mengangguk. Setelah ia berpisah dengan Vero, ia melanjutkan berbelanja, membeli barang-barang yang ia butuhkan untuk tinggal sementara waktu di tempat itu. Ia juga sudah selesai makan siang.
Elish baru menyadari jika Luxira cukup tampan di antara para manusia. Sudut matanya cantik ketika ia tersenyum. Wajahnya cukup lembut, namun tampak maskulin di saat bersamaan. Wajah ramah yang disukai wanita.
“Maafkan aku karena membatalkan janji.”
“Tak apa. Kau pasti memiliki kepentingan sendiri.”
“Biar kubantu.” Luxira mengambil barang belanjaan Elish.
“Biar kubawa beberapa, itu terlalu banyak.” Elish merasa tak enak.
Luxira menyerahkan satu yang paling kecil, tersenyum. Dan entah kenapa Elish tertawa, tak tahu letak lucunya.
Mereka berjalan menyibak kerumunan. Pasar tersebut masih saja ramai walau matahari sudah tak di puncak lagi.
“Kau tadi ada urusan apa?” sebenarnya Elish tahu jika tak sopan menanyakan itu. Tapi ia terdorong untuk bertanya.
“Aku harus bertemu dengan .... seseorang.” Ada jeda sedikit di kalimat itu. “Tiba-tiba saja ia ingin bertemu denganku. Biasanya ia tak pernah mendadak ingin bertemu, akan membuat janji dulu sebelumnya. Jadi aku fikir jika mendadak itu artinya ada hal penting yang ingin ia sampaikan.”
Elish mengangguk. Mengerti. Tidak bertanya siapa yang ditemui Luxira.
“Oh ya, sudah makan siang?”
“Sudah.”
Luxira mengangguk-angguk, memperhatikan wajah Elish dari samping. Di saat bersamaan, Elish menoleh ke arah Luxira. Tatapan mereka bertemu.
“Kenapa? Telingaku terlihat ya?” Elish merapikan rambutnya dengan tangannya yang bebas.
“Tidak.” Luxira sebenarnya sedikit gugup karena ketahuan sedang memperhatikan Elish. “Kau sendirian berbelanja ini semua tadi?” Luxira mengucapkan kalimat acak untuk mengalihkan kegugupannya.
“Sebenarnya aku tadi bertemu dengan wanita bernama Veronica.” Elish mulai menceritakan pertemuanya dengan Vero. Bercerita dari awal bertemu, hingga Vero pergi begitu saja dan menghilang di tengah keramaian.
Luxira mendengarkan dengan seksama, tidak menyela.