Vero berjalan memasuki hutan. Ia belum memanggil kuda miliknya. Berjalan di tengah sore ketika matahari telah menguning di langit, membuat fikirannnya melayang, hatinya gelisah. Namun sensasi seperti itu memang candu baginya.
Ia memikirkan mata itu. Sepasang mata milik Luxira. Ia yakin sangat mengenali mata itu, ia tak mungkin salah. Namun bagaimana bisa sepasang mata itu ada di sana? Apa yang terjadi? Apakah terjadi sesuatu saat ia pergi?
Kakinya tersandung, tersaruk. Ujung gaunnya robek tersangkut semak berduri. Ia tertegun sejenak melihat ujung roknya yang tersangkut. Menunduk untuk melepaskan kain yang tersangkut duri. Ia menajamkan telinga. Dari kejauhan terdengar suara langkah mendekat. Suara langkah yang ringan. Elf.
“Kenapa ia selalu menemukanku?” gerutu Vero dalam hati.
Vero konsentrasi. Meringankan langkah, lebih ringan dari suara langkah yang mendekat, ia hampir seperti melayang di atas tanah. Menjauh dari tempat itu. ia sempat memastikan jika telah memakai ramuan wewangian yang bisa menyamarkan aroma asli tubuhnya. Ia tak boleh tertangkap.
###
Sebenarnya itu bukanlah pesta besar. Hanya pesta kecil. Luxira berhasil bekerja sama dengan desainer pakaian ternama di kota kecil itu, ia ingin merayakannya. Pesta kecil tersebut disiapkan oleh pemilik penginapan. Luxira meminta bantuan padanya. Sepasang suami istri paruh baya itu dengan senang hati menerima pekerjaan tersebut, Luxira berani memberikan bayaran mahal untuk mereka.
Luxira memeriksa beberapa makanan dan wine yang telah siap. Istri dari si pemilik penginapan sedang mempersiapkan daging panggang, aromanya sudah tercium hingga ke ruang tamu yang telah disulap menjadi ruang pesta. Teman-teman Luxira yang sekaligus merangkap sebagai partner kerjanya, sudah berkumpul di ruangan itu. Memeriksa hidangan yang telah siap, ingin segera menyantapnya.
“Kalian tidak mengajak pasangan? Aku sudah bilang kalian bebas mengajak siapapun ke acara ini.” Luxira bertanya pada tiga orang temannya yang sudah duduk di ruangan itu. Ia sendiri sedang merapikan ujung kerahnya, bersiap menjemput Elish.
“Tidak usah menghina kami. Hanya kau yang punya pasangan.” Kata Alex, tangannya mengambil salah satu kue. Memakannya.
Robert menarik tangan Alex, tapi sepotong kue itu sudah terlanjur masuk ke mulut. Ia mendesis “Belum saatnya makan bodoh.”
Alex hanya menaikkan salah satu alis, tidak peduli. Perutnya lapar.
“Nanti jika mr. Erick dan istrinya datang lebih dulu dariku, tolong sambut mereka.” Luxira menepuk pundak Daniel, yang ternyata juga sedang makan salah satu kue. Ia hampir tersedak.
“Oh ya, katanya mereka akan datang bersama putri mereka.” Luxira menambahkan.
“Oh ya?” ketiga temannya bertanya antusias, bersamaan.
Luxira hanya menggeleng-geleng melihat tingkah teman-temannya.
###
Setelah matahari terbenam, Elish membawa Grace jalan-jalan. Menyusuri jalanan perkampungan. Ini adalah salah satu janji Elish pada Grace, membawa kuda itu jalan-jalan setiap malam.