Aerin menempelkan telunjuk pada bibirnya. Ia tersenyum tipis.
Elish mengerti, ibunya tidak mau dipanggil ‘ibu’ di tengah keramaian. Setelah Elish beranjak dewasa, Aerin tidak mau lagi dipanggil ‘ibu’ oleh Elish. Namun Elish tidak mau menurutinya. Setelah banyak berdebat, akhirnya mereka sepakat untuk menghilangkan panggilan ‘ibu’ jika di tempat umum.
Aerin enggan dipanggil ‘ibu’ lagi karena sekarang ia dan Elish terlihat seumuran. Lagipula sebenarnya bangsa Elf tidak mengenal panggilan ‘ibu’ atau ‘ayah’. Mereka terbiasa hanya memanggil dengan nama saja. Panggilan ‘ibu’ dan ‘ayah’ adalah sebuah panggilan yang bangsa Elfear tiru dari bahasa manusia.
“Ibu?” suara Luxira menyadarkan Elish. Luxira melepaskan genggaman tangannya pada tangan Elish.
“Ah iya, dia ibuku. Tapi dia tidak mau lagi dipanggil ibu.” Elish menjelaskan singkat. Ia mengajak Luxira untuk berjalan mendekat ke arah Aerin.
“Sedang apa kau di sini?”
“Itu sangat tidak sopan Elish. Tidakkah seharusnya kau menyapaku dulu dengan bertanya kabar? Lalu kau perkenalkan dia terlebih dahulu.” Aerin tersenyum pada Luxira.
Luxira membalas dengan senyum sopan. Ia sebenarnya tidak mengerti apa yang sedang Elish dan ibunya bicarakan.
“Maafkan aku. Aku terlalu terkejut dengan kemunculanmu di sini.” Elish berusaha menutupi telinga Aerin yang hampir terlihat. Merapikan bandana lebar di kepala ibunya.
Aerin dan Elish sebenarnya sangat mirip. Terlebih mereka terlihat seumuran. Siapapun yang tidak tahu, akan mengira mereka kakak beradik.
“Ini Luxira. Kenalanku di sini.” Elish menggunakan bahasa manusia agar Luxira juga mengerti.
Luxira mengulurkan tangan pada Aerin sembari tersenyum. Aerin menyambutnya.
“Panggil saja Aerin. Senang bertemu denganmu.” Aksen bahasa manusia Aerin lebih baik daripada Elish.
“Senang bertemu dengan anda juga. Saya Lux.”
“Lux, boleh aku bawa Elish sebentar? Ada yang ingin kubicarakan dengannya.”
“Oh tentu saja. Saya antar ke tempat yang lebih sepi.”
Luxira memimpin jalan. Membuka jalan untuk Aerin dan Elish. Ia membawa mereka ke kedai camilan. Tempat di mana mereka bisa mengobrol dengan nyaman. Setelah ia mencarikan tempat duduk dan memesankan beberapa camilan dan minuman. Luxira bersiap meninggalkan mereka berdua.
“Terima kasih Lux.” Kata Aerin.
Luxira membungkuk hormat dan pergi.
“Bukankah dia sangat baik? dan juga tampan.”
Elish hanya mengangguk-angguk.
“Kau menyukainya kan?”