Luxira mengajak Elish untuk makan siang di restoran sederhana di dekat rumah. Hanya berjalan melewati beberapa bangunan. Jalannya bersih dan rapi. Tiang-tiang lampu di sepanjang jalan juga terlihat cantik. Jalanan sempurna tertutup conblock, yang sebenarnya Elish tidak tahu apa nama jenis material tersebut. Ini jelas berbeda dengan jalanan di perkampungan yang masih tanah dan batu.
Ruko-ruko warna-warni yang menjual pernak-pernik sempat membuat Elish tertarik. Kakinya berhenti sebentar untuk sekedar melihat pernak-pernik tersebut dari dinding kaca.
“Mau masuk?” Luxira menawarkan.
“Lain kali saja.” Elish menolak. Ia tahu jika sudah masuk, itu akan membutuhkan waktu yang lama hanya untuk sekedar melihat-lihat.
Luxira tersenyum dan kembali berjalan di samping Elish.
“Manusia selalu kreatif untuk membuat sesuatu, apapun itu. Bangsa kami selalu jauh tertinggal.” Elish iri.
“Terkadang sesuatu yang cepat berkembang juga ada efek negatifnya.” Luxira menimpali.
“Contohnya?”
“Kerusakan alam. Manusia menggunakan alam untuk membuat hal-hal tersebut, tampak indah, tampak keren, tampak mempermudah kehidupan. Tapi di saat bersamaan, hal tersebut merusak alam. Kereta api yang mengeluarkan uap mengepul di udara, mencemari udara. Pabrik tekstil yang membuang limbah pewarnaan, penebangan pohon untuk pembuatan kertas, dan masih banyak lagi.”
“Tapi hal itu memang tidak terhindarkan bukan?”
“Benar. Jadi sebisa mungkin kita melakukan yang terbaik dalam pengelolaan limbah.”
Mereka berdua telah masuk ke restoran yang sudah tidak terlalu ramai. Jam makan siang sudah lewat, sebagian orang telah selesai dan pergi. Ini adalah waktu terbaik, karena mereka tidak akan terlalu teruburu-buru karena antrian yang menunggu.
“Apa kau pernah membayangkan bagaimana Arvore? Ah, Arvore adalah sebutan untuk dunia para Elf.”
“Tidak.” Luxira baru tahu istilah Arvore dari Elish. Matanya menatap Elish dengan penuh rasa ingin tahu.
“Di sana tidak ada bangunan tempat tinggal seperti ini.” Tangan Elish menunjuk dinding dan atap. “Di sana semuanya seperti menyatu dengan alam. Beberapa ada yang membangun rumah dengan potongan-potongan kayu dan atap batu pipih yang ringan. Aku tidak tahu apa jenis batu tersebut. Beberapa juga ada yang memakai atap dari daun-daun. Tentunya bukan jenis daun yang akan robek jika terkena hujan atau buah yang jatuh dari pohon. Dan uniknya, ada yang masih tinggal di lubang-lubang pohon.”
“Lubang pohon?” Luxira tidak mempercayai pendengarannya.
Elish mengangguk. “Tentu ukuran pohon itu tidak seperti di sini. Pohon itu memiliki ukuran yang tidak biasa. Di sana banyak tumbuhan-tumbuhan yang memiliki bentuk luar biasa. Karena itu adalah hutan dalam yang masih penuh dengan misteri dan sihir. Bahkan jika di bandingkan dengan hutan para Elfear, hutan milik Elf masih lebih menakjubkan.”
Luxira masih menatap Elish dengan antusias.
“Banyak juga Elf yang membuat rumah-rumah di atas pohon. Biasanya semakin tinggi jabatannya, maka semakin tinggi letak rumahnya.”
“Itu pasti luar biasa.”