Ada lagi seorang perempuan dari Algeria yang sudah sembilan tahun menjadi ilegal dan sembilan tahun hidup kesana-kesini hanya untuk menghindari petugas imigrasi. Gita sangat akrab dengan perempuan yang satu ini, namanya Ghadir. Secara fisik, ia cantik blasteran Arab-Afrika. Tetapi akhir-akhir ini ia sering melakukan rutinitas aneh; pertama, ia akan bangun pagi-pagi sekali dan sembahyang serta mengaji. Setelah itu, ia akan pergi bekerja.
Dalam perjalanan, Ghadir akan memperpanjang rute perjalanannya. Di suatu persimpangan, ia akan memutar arah dan melihat pada kota yang ramai. Ia akan melihat pada restoran-restoran berdinding kaca dan memandang dengan sedih orang-orang yang makan tanpa selera. Mereka adalah orang-orang Amerika yang merasa kering akan spiritualitas dan terus bertanya-tanya, apakah di Amerika...di Amerika!!! dengan mendapatkan segalanya yang mereka inginkan, mereka telah mendapatkan yang terbaik? Apakah dengan mendapatkan segalanya berarti mendapatkan yang terbaik? Apakah dengan mendapatkan yang terbaik berarti Tuhan menyayanginya? Apakah dengan Tuhan menyayanginya maka Tuhan juga akan menyayangi keluarganya? Apakah dengan Tuhan menyayangi keluarganya maka Tuhan akan memberikan ia suatu kehidupan yang mudah? Apakah dengan memiliki kehidupan yang mudah berarti mendapatkan yang terbaik?
Ketika sampai di tempat yang agak sepi, ia akan semakin memperlambat jalannya dan berhenti sebentar untuk melihat gadis-gadis Yahudi keluar dari Sinagog bersama pria-pria Yahudi. Gadis-gadis itu memakai rok selutut dan baju lengan panjang yang dimasukkan ke dalam rok dengan sangat rapi sementara para lelaki memakai setelan dan topi hitam. Mereka saling melempar senyum dan tawa. Di dalam riuh rendah suara mereka, tersimpan rahasia-rahasia berbalut romansa kuno dan kebanggaan masa lalu-The Chosen People, The Temple of Solomon, Jerusalem, Zionism, sesuatu yang selalu mereka bawa kemana-mana.
Ghadir, terinsafi oleh perkataan ibunya, mengatakan bahwa orang-orang yang mengaku setia pada kitab perjanjian lama itulah penyebab dari segala kerusuhan di seluruh dunia, dan bahkan, penyebab kemiskinan keluarganya.
“Lihatlah, mereka terlihat kuno!” kata Ghadir. “Seolah-olah mereka datang dari masa lalu, dan hadir ke dunia hanya untuk menyadarkan orang-orang tentang masa lalu mereka, sehingga mereka dan orang-orang diluar mereka ingat masa lalu mereka, sehingga masa lalu tersebut tidak pergi meninggalkan mereka, karena mereka terus menyeret-nyeret masa lalu mereka ke dalam dasar-dasar kehidupan sehari-hari mereka.”
Begitulah, dan Gita tampak mengamati mereka satu per satu seolah-olah mereka unik dan tampak akrab di matanya.
“Tidak masuk akal,” demikian ibu Ghadir berceloteh tentang Yahudi, “Bagaimana bisa bangsa seperti mereka masih hidup di muka bumi ini? Mengapa mereka bisa sangat pintar sekaligus sangat bodoh? huh?”
Tiba-tiba ibu Ghadir teringat kisah seorang pastor Ortodoks, seorang pastor Katolik, dan seorang rabbi Yahudi berbincang-bincang,[1]
"Berapa bagian dari uang sumbangan yang kau serahkan kepada Tuhan, dan berapa bagian untuk dirimu sendiri?" pastor Katolik dan rabbi Yahudi bertanya kepada pastor Ortodoks.
"Semua uang yang diterima Gereja saya bagi dua. Bagian yang besar untuk Tuhan, yang kecil untuk saya sendiri."