If You Know My Heart

Gadis Diary
Chapter #2

AWAL YANG SIAL

Seorang gadis kecil duduk termenung di atas kursi taman depan rumahnya. Cuaca yang mendung cocok menggambarkan suasana hatinya yang hancur. Dia sangat sedih dan kecewa karena ibunda tercintanya telah pergi untuk selamanya. 

Setelah pemakaman selesai dia pingsan dan baru tersadar sekarang. Air matanya tidak kunjung berhenti sejak kejadian naas yang menimpa mereka. Dia tidak tahu kalau ada orang jahat seperti itu di dunia ini yang berani mengambil kebahagiannya. 

Dia masih gadis kecil penyuka hujan. Dia masih berumur delapan tahun. Dia sangat suka rambut panjangnya. Dia juga sangat suka keju. Gadis kecil ini sangat periang tapi sekarang kata periang itu tidak berlaku untuk hari ini.

"Kenapa sendirian di sini?"

Gadis kecil itu langsung menengok ke sumber suara. "Kamu siapa?"

"Nama aku Aleo panggil aku Leo," jawab Aleo sambil mengulurkan tangannya.

Gadis kecil itu membalas uluran tangan Aleo. "Azkia."

"Aku boleh duduk?" Tanya Aleo dan dibalas oleh anggukan Azkia. 

"Kamu anaknya mamah Alanda yah?" Tanya Azkia.

"Iya. Kata mamah kita bakal tetanggaan," jawab Aleo. "Aku bawa dua coklat. Kamu mau?"

Azkia mengangguk dan mengambil coklatnya. "Makasih."

"Kamu tahu. Kalau papah, mamah, ayah dan bunda itu sahabatan dari kecil?"

"Iya aku tahu. Bunda sering cerita sama aku."

Setelah Azkia berkata demikian hujan lebat turun tanah yang di pijaknya. Azkia langsung tersenyum dan dia berlari kesana-kemari. Hujan seolah kebahagian utamanya. Aleo juga ikut menari dengan Azkia di bawah hujan.

Aleo menarik lengan Azkia agar dia berhenti sejenak. "Azkia, kalau kamu suka hujan aku lebih suka petir."

"Senada. Berarti kita cocok dong," jawab Azkia kembali bersemangat.

"Sahabat?" Aleo memperlihatkan jentiknya yang lucu.

"Kita sahabat." Azkia mengangguk lalu mengaitkan jentiknya di jentik Aleo. "Sahabat enggak akan pernah jatuh cinta sampai kapan pun."

"Aku punya simbol untuk persahabatan kita," ujar Aleo. "Aku punya dua gantungan huruf A yang satu jangkar dan yang satu hati. Kamu mau yang mana?" 

"Hati." Azkia mengambil gantungan huruf A yang love dari tangan Aleo. Kedua gantungan itu berwarna silver.

"Sayang Kia." Aleo memeluk Azkia.

"Kia sayang Kak Le."

Azkia langsung terbangun saat suara motor kakaknya yang meraung kencang dari garasi. Ternyata itu hanya mimpi. Sial, Azkia telat bangun karena semalaman dia harus membenahi kamar barunya ini. Azkia segera mandi kilat dan memakai seragam barunya. Azkia tidak sarapan. Dia langsung turun ke bawah untuk menyusul kakaknya. 

"Bang Ar tunggu," teriak Azkia.

Dengan susah payah dia memakai sepatu dan berhasil. Sementara kakaknya itu tertawa terbahak-bahak melihat kelakuan adiknya itu. "Rambut lo woy."

"Belum gue sisir." Arnold menghampiri adiknya dan merapihkan sedikit rambut Azkia dengan tangannya. "Abisnya gak dibangunin sih."

"Tenang dong masih jam enam Kia." Memang sekarang masih jam enam dan Arnold sengaja memanaskan motornya dengan sangat kencang agar terdengar oleh Azkia.

"Ihh abang ngeselin banget sih jadi human." Azkia sudah mulai cemberut.

"Sok inggris lo. Eh iya ayah udah berangkat pagi-pagi banget. Bi Imah juga pergi dan udah beresin semuanya tadi malam. Bibi balik lagi tahun depan karena dia harus bantu anaknya lahiran tiga bulan lagi," ujar Arnold berterus terang pada adiknya. "Kita sarapan di sekolah aja. Tenang gue yang bayar."

"Baik deh." Azkia mencium pipi Arnold.

"Kembali kasih." Arnold langsung menyalakan mesin motor kembali, kemudian baru keduanya pergi ke sekolah yang akan memulai semua cerita ini.

Ketika Azkia turun dari motor Arnold banyak sekali yang memandangnya aneh dan terkejut. Tak sedikit dari mereka juga berbicara ini dan itu tentang Azkia, tapi Azkia tetap Azkia dia tidak akan merasa salah kalau dia tidak salah. Malah Azkia biasa-biasa saja ketika ada yang memandanginya setajam itu namun lama kelamaan tatapan mereka membuat Azkia jadi sedikit risih.

Arnold membukakan helm yang ada di kepala Azkia. "Hiraukan aja tatapan mereka."

Arnold bilang dia harus ke kelas dulu dan nanti dia akan menjemputnya ke kelas. Azkia berjalan dengan langkah ringan langsung ke mading untuk mengetahui dimana kelasnya berada.

"Azkia, Azkia, Azkia," gumamnya. 

"X IPA 1," batin Azkia.

Nama panjangnya adalah Azkia Servia Rezaldi manik mata hazelnya dapat membuat seseorang luluh terhadapnya dan Azkia sangat easy going dalam berteman. Tetapi ketika dia mulai risih mata hazelnya itu akan menatap sangat tajam seseorang yang membuatnya risih. Rambut di bawah bahunya selalu dia gerai serta kulitnya yang putih bersih menambah ke anggunannya. Oleh karena semua itu ketika masa smp Azkia kerap mendapat julukan Snow White.

Dengan langkah terburu-buru Azkia berjalan menuju X IPA 1 yang berada di depan taman sekolah. Entah ini sial atau keberuntungan Azkia saat berjalan di lorong dia menabrak seniornya yang terkenal sangat dingin di sekolah. 

Semua berkas yang ada di tangan senior itu terjatuh berantakan di atas lantai. "Aduh kak maaf banget. Gue bantu beresin yah?"

Tapi sebelum Azkia melakukan hal itu tangan senior itu terangkat untuk mengintrupsikan Azkia agar diam di tempatnya. Azkia tidak bisa melihat wajahnya karena senior itu memakai topi dan masker. Sangat misterius. Dengan gesit senior itu segera merapihkan berkas yang dibawanya dan pergi begitu saja.

"Hari ini sial banget sih. Tadi dikibulin abang dan barusan gue nabrak senior yang sombong itu." Azkia mengomel sendiri kemudian membalikan badannya.

"Ngomel-ngomel terus." Azkia menabrak seseorang lagi dan untungnya itu adalah Arnold kakaknya.

"Abang," tegur Azkia.

"Sarapan dulu yuk ke kantin," ajak Arnold. 

"Gue taruh tas dulu," Azkia langsung menaruh tasnya di kursi terdekat kemudian balik lagi ke tempat Arnold menunggu.

Azkia dengan santai menggandeng lengan kakaknya kemudian berjalan menuju kantin. "Bang kenapa sih mereka lihatin gue kayak gitu?"

"Karena lo deket-deket sama gue. Secara gue ini ganteng dan gue ketua geng di sekolah ini," jawab Arnold.

Azkia berhenti.

"Geng apa?" Tanya Azkia menyelidik. "Paling GENGTONG."

"Ya enggak lah."

"Pantesan tuh rambut waktu itu pernah di warnain."

"Itu gaya. Udah ayo." Arnold menarik lengan Azkia. "Abang kenalin sama temen-temen abang."

Arnold menunjukkan meja yang sudah terisi tiga orang. Dua orang laki-laki dan seorang perempuan. "Lo lama Bang." Ketika sampai di meja ada seorang lelaki yang berdiri.

"Sori gue jemput bocah dulu nih," jawab Arnold.

Lihat selengkapnya