If You Know My Heart

Gadis Diary
Chapter #3

AKU SUKA TATAPAN KAMU

Tatapan kamu itu tajam dan menghunus seperti anak panah yang siap menuju sasaran dan aku suka tatapan kamu yang seperti itu 

oOo

Pagi yang tidak menyenangkan bagi Azkia karena dia harus berangkat bersama Eric ke sekolah. Lebih tepatnya Eric menjemputnya atas perintah Arnold. Kakaknya itu bilang dia harus menjemput sang daranya. Mau tidak mau Azkia harus berangkat dengan Eric menggunakan mobil yang disetir oleh sopir pribadi Eric. Namun menurut Azkia tak apalah sekali ini dan hal ini dapat menghemat uang sakunya.

Di sekolah pun Azkia harus duduk dengan Eric. Sampai Azkia izin untuk ke toilet pun Eric mengikutinya. "Eric kenapa lo ngikutin gue terus. Sampe ke toilet gini, lo gak malu?"

"Enggak kan gue nunggu di depan. Gue gak masuk," jawab Eric seenaknya. 

Azkia mengerutkan kedua dahinya dan memegangnya. "Aduh Eric. Lo gak harus berlebihan kayak gitu dong. Gue pengen nangis kan jadinya."

"Duh jangan nangis dong. Bisa abis gue sama abang lo," jawab Eric sedikit ketakutan.

Dari arah koperasi sekolah tiba-tiba seluruh siswi berlari menuju lapangan. Entah ada apa sampai sebanyak itu yang berbondong-bondong berlari ke sana. Azkia sangat ingin tahu, kemudian dia memberhentikan salah satu di antara mereka.

"Ada apa pada bawa air kayak gitu?" Tanya Azkia.

"Si Anggara lagi dihukum karena telat. Gue duluan." Anak itu langsung lari lagi seperti orang yang akan kehabisan sembako gratis.

"Itu temen lo. Kok lo biasa aja?" Tanya Azkia. 

"Udah biasa dari smp dia kayak gitu, nanti pas di kantin gue omongin ke dia," jawab Eric. "Yang penting sekarang ke kelas." 

"Lo duluan aja deh. Gue mau-"

"Nanti kita ketinggalan pelajaran lebih banyak lagi Kia," potong Eric.

Azkia mengeluarkan puppy eyesnya. "Lo duluan aja nanti lo ajarin gue istirahat. Bilangin ke guru gue di uks."

Eric menggelengkan kepalanya. "Aduh jangan bolos deh Azkia."

"Gue bentaran doang ke uksnya. Janji."

"Janji bentaran doang?" Tanya Eric memastikan. 

Azkia mengangguk kepalanya. "Yaudah gih ke kelas."

Eric mengangguk kemudian dia langsung pergi ke kelas. Azkia langsung tersenyum. Ini kesempatannya. Azkia tidak ingin ke uks tapi dia juga ingin pergi ke lapangan dan membawakan air minum.

Benar saja saat Azkia datang ke lapangan, sudah lumayan banyak siswi yang membawakan air minum untuk orang yang sedang berlari di bawah terik panas matahari itu. Azkia langsung masuk ke lapangan. Azkia tepat berhenti di depannya saat hukumannya selesai.

Keringat yang ada di wajahnya menambah ketampanannya. Ditambah angin menerpa yang membuat rambutnya terbang. Seperti malaikat yang baru turun dari langit. Tampan sekali.

Azkia tersenyum dan langsung menyodorkan air minum yang sebelumnya dia beli di koperasi sekolah. "Buat kamu."

Semua yang ada di sana hanya berani memandang dan diam di tempat karena niat mereka semua tidak seperti Azkia yang berani menyodorkan langsung ke tengah lapangan seperti itu. Niat mereka adalah menyodorkan air saat Anggara lewat. Diterima atau tidaknya urusan belakangan karena mereka tahu dari isu-isu sosial media kalau sifat Anggara bagaimana. Apalagi banyak yang berujar bahwa Anggara adalah Dewa Sirkuit yang super galak.

Anggara masih diam saja. "Ini buat kamu."

Anggara memandang mata Azkia. Satu, dua, tiga, empat, lima. Azkia menghitungnya dalam hati. Anggara langsung mengambil air mineral dari tangan Azkia. "Airnya gak dingin soalnya gak baik kalau minum air dingin habis lari-lari kayak gitu."

Anggara membuka tutup botolnya. Bukannya diminum malah dia menumpahkan air ketangannya kemudian mengguyur muka Azkia dengan air yang ada di tangannya yang cukup banyak. Azkia mundur sedikit karena terkejut. Anggara langsung mengembalikan air tersebut dan pergi begitu saja tanpa sepatah kata pun.

Azkia mengatur napasnya yang tersengal seperti habis lari keliling lapangan. Tekad Azkia sangat kuat. Bukannya menangis atau pergi dari lapangan, malah Azkia mengejar Anggara. Dia berusaha menyamakan langkahnya dengan langkah panjang Anggara.

"Kamu gak suka air mineral yah? Atau kamu lebih suka teh? Atau susu?" Tanya Azkia.

Anggara masih tetap tidak menghiraukan perkataan Azkia. "Nama panjang kamu siapa sih? Aku boleh minta nomor handphone kamu?"

"Kenalin nama aku Azkia Servia Rezaldi, tempat tanggal lahir-" Azkia menghentikan perkataannya karena dia terjatuh akibat menabrak punggung Anggara.

Anggara menengok ke belakang dengan tatapan datar. "Jalan pake mata sama kaki lo!" Bukannya menolong malah Anggara pergi begitu saja.

"Anggara tunggu," teriak Azkia dan berusaha bangkit. Percuma Azkia berteriak sekencang apapun itu hanya akan membuatnya lelah saja.

◆•••◆

Azkia tidak pergi ke uks melainkan ke perpustakaan. Dia ingin sekali pergi ke sana. Sekalian dia membaca pelajaran hari ini. Rasa antusias langsung muncul ketika dia baru memasuki pintu perpustakaan. Perpustakaan sekolahnya ternyata luas sekali. Bau harum buku langsung memenuhi indra penciumannya. 

Azkia berjalan perlahan untuk menikmati setiap senti perpustakaan ini. Dia berjalan memutari seluruh rak buku sampai Azkia berhenti di rak buku novel. Dia berpikir apakah ada novel dari penulis favoritnya tidak. Brillian. Di rak kedua paling atas ada novel favoritnya tentang filsafat.

Ketika tangan Azkia ingin meraih ada yang meraihnya dahulu. Azkia menunduk tidak melihat orang itu dan baiknya orang itu memberi bukunya pada Azkia. "Terimakasih yah."

"Kalau ketinggian harusnya minta tolong," ujar lelaki yang menolongnya.

Azkia menengadahkan kepalanya. "Bang Ar, tumben ke perpus?"

Arnold tersenyum lebar. "Iya dong. Gue kan harus rajin. Kata lo, gue harus berubah jadi lebih dewasa. Secara nih ya, gue mau banget masuk UI. Jadi gue harus mempersiapkan semuanya dari banyak belajar."

"Semangat belajarnya jangan pacaran terus," ujar Azkia sambil terkekeh. "Lanjutin. Kia mau baca dulu."

"Eh tunggu dulu. Itu kenapa seragam lo basah?" Tanya Arnold menyelidik.

"Oh ini." Azkia menunjuk bajunya yang basah. "Enggak apa-apa kok. Udah sana lanjutin-lanjutin."

"Kia duluan." Azkia langsung bergegas dari hadapan Arnold. Jika Arnold tahu pasti akan ada keributan dan akan membuat pertemanannya renggang. Itu tidak boleh terjadi. 

Azkia mengambil buku paket pelajaran matematika kemudian dia mencari tempat yang kosong dan lebih sunyi lagi. Azkia menemukannya, di pojok sana ada meja yang kosong dan hanya ada dua kursi saja. Azkia bergegas menuju tempat itu sebelum direbut orang lain. 

Tak lama setelah Azkia duduk ada yang duduk di hadapannya. Azkia mengintip sedikit dari bukunya untuk melihat siapa yang duduk di depannya ini. 

Mata Azkia langsung membulat. "Permisi. Kak," ujar Azkia dengan nada berbisik.

Lihat selengkapnya