If You Know My Heart

Gadis Diary
Chapter #4

DIA KEMBALI

Ketika kita baru bertemu lagi dengan sahabat lama setelah sekian lamanya itu pasti canggung banget. Tapi beda sama kita, gak ada kata canggung itu. Kita seperti selalu bersama dan tak pernah berpisah sama sekali.

oOo

Gemuruh petir terdengar menyalak. Azkia masih bisa mendengar suara hujan tapi dia tidak merasakan hujannya. "Nanti sakit. Ayo pulang."

Azkia langsung berdiri dan matanya membulat. "Lo ini penyakitan atau apa sih. Masker mulu yang gue lihat di muka lo. Heh iya balikin gantungan gue!"

"Ayo nepi dulu."

"Lo mau berapa untuk gantungan itu!?"

"Lo nepi gue balikin," jawabnya dengan tegas agar Azkia bisa mendengarnya dengan jelas.

Mau bagaimana lagi Azkia harus menurutinya agar dia bisa mendapatkan kembali gantungan itu. Azkia tidak mengikuti langkah lelaki itu, melainkan dia berlari untuk menepi di lorong sekolah.

"Berharga banget gantungan itu buat lo?" Tanya lelaki itu sambil berjalan mendekati Azkia.

"Berharga banget. Orang yang ngasih gantungan itu nyawa gue," jawab Azkia ketus. "Buka masker lo!"

"Berlebihan." Lelaki itu membuka maskernya perlahan.

Benar-benar ini bukan mimpi bagi Azkia. Ini adalah nyata. Dia kembali. Nyawanya kembali. Saudaranya kembali. "Kak Leo?"

Tanpa basa-basi Azkia langsung memeluk erat orang yang ada di hadapannya itu. "Kenapa menghindar?" 

"Udah gak sayang Kia lagi? Kakak udah ngelupain Kia? Kia tahu Kia yang salah. Kia minta maaf ya," tutur kata Azkia mampu membuat air mata Aleo turun. "Kia yang salah bukan kamu. Kia akan perbaiki semuanya tapi kakak jangan menjauh kayak gitu."

"Kia sadar diri kok jadi manusia biasa. Kia janji akan perbaiki semua secepatnya."

"Bukan kamu. Yang sudah terjadi biar terjadi. Semua itu takdir."

Azkia melepaskan pelukannya. "Seharusnya Kia gak pindah waktu itu."

"Kia ngerasa kalau Kia ini jahat. Kia udah ngambil kebahagiaan kakak. Kia tahu semuanya sayang Kia dan Kia bahagia atas hal itu, tapi di sisi lain ada seseorang yang merasa kalau-"

Aleo langsung menutup mulut Azkia dengan tangannya. "Udah. Semua pasti akan kembali ke tempat asalnya. Ini ujian dari tuhan untuk kita dan yang terpenting adalah kakak bisa ketemu lo lagi. Kakak bukannya menghindar, tapi kakak gak mau kalau lo kenapa-napa kalau ada di sisi kakak."

"Kia kan perempuan tangguh. Kia mau kita bareng-bareng lagi. Kita lewati semuanya bersama."

Aleo memberikan gantungannya kepada Azkia. "Ini gantungannya jaga baik-baik."

Azkia juga mengeluarkan handphone itu dari tasnya. "Ini handphonenya. Jaga baik-baik juga."

Sekarang Azkia percaya bahwa sahabat sejati akan selalu bertemu pada titik tertentu dan tak akan pernah berpisah. Azkia tahu kesalahannya. Azkia cukup sadar diri sekarang. "Kakak tinggal dimana sekarang? Kia mau main ke rumah kakak sekarang."

◆•••◆

Enam hari yang lalu adalah hari dimana Azkia sangat bahagia karena bisa bertemu Aleo, tapi di sisi lain Azkia harus selalu berjuang gigih untuk mendapatkan hatinya Anggara walaupun yang selalu dia dapatkan adalah caci maki darinya. Azkia belum lelah untuk memperjuangkannya dan berharap ada miracle yang membatunya meluluhkan hati batu itu.

Di hari minggu ini Azkia membuat permintaan kepada Arnold untuk menemaninya pergi ke mall. Azkia ingin jalan-jalan untuk melepas penat. Azkia bisa saja pergi sendiri namun saat ini dia sangat sekali ingin ditemani oleh Arnold. 

Lihat saja kelakuan Azkia. Saat datang di depan mall Azkia langsung menarik Arnold agar tidak membuang waktu. Azkia menarik tangan Arnold untuk masuk ke dalam time zone. Dia bosan jika hanya berkeliling saja.

"Bang Ar main basket yuk," ajak Azkia memohon sambil memeluk tangan kakaknya.

"Siappppp."

"Bang Ar tolong beliin kartunya dong," pinta Azkia lagi.

"Berasa babu gue!" Batin Arnold.

"Malah melongo. Cepetan Kia pengen main." Arnold segera menuruti permintaan Azkia. Arnold kembali dengan cepat. "Nihhh. Gue abang yang baik hati sekalikan."

"Untuk hari ini. Besok?"

"Terganteng eh maksudnya tergantung."

Di sana Azkia bermain sesuka hatinya. Arnold serasa seperti pengasuh Azkia. Dia hanya mengikuti kemana Azkia pergi saja. Azkia masih berkeliling untuk melihat lihat dan yang di belakang sudah mulai kelelahan menenteng apa yang sudah dibeli oleh Azkia .

Bagi Arnold tidak apa uang yang ada di dompetnya habis, tapi bisa lah Azkia tidak menjadikannya pesuruh hari ini. "Kia belanjanya udah dulu. Pegel nih gue."

"Yaudah istirahat di kedai kopi itu. Pasti ada kopi toping es krim." Azkia lagi-lagi meninggalkan Arnold lagi di belakangnya. 

"Nah nahhhh iya betul," tambah Arnold yang napasnya mulai tak beraturan. "Tapi guenya gak ditinggal juga."

"Ayo cepet Bang. Bayarin minuman Kia yah Bang Ar."

Arnold memutar bola matanya dan menghembuskan napasnya perlahan. "Dengan senang hati."

Arnold akhirnya bisa duduk santai di kedai ice kafe. Dia merenggangkan otot kaki dan tangannya karena sedari tadi mengikuti Azkia keliling mall yang tak jelas arahnya dan kini giliran Azkia yang memesan kopi ice cream rasa vanila, dan choco cheese

"Ini Bang," Azkia memberikan gelas kopi ice cream rasa vanilla kepada Arnold sementara dirinya rasa choco cheese.

Rencana tuhan itu tidak bisa diketahui banyak orang dan tuhan juga suka membolak-balikan perasaan serta keadaan. Tadinya Azkia ingin jalan berdua dengan Arnold tiba-tiba kini Azkia ingin sendirian dan kebetulan Azkia melihat Aqilla sedang berjalan menuju mini market yang ada di mall ini.

"Bang Ar ada kak Killa tuh," ujar Azkia sambil menunjukkan jarinya ke orang yang dia sebut.

"Yaudah gue mau jalan sama killa aja gak papa kan?" tanya Arnold. "Lo nggak apa-apa sendiri?"

"Sana pergiii," usir Azkia tiba tiba dan Arnold menuruti permintaan Azkia karena Arnold sudah lelah dengan Azkia saat ini. "Jagain pacarnya."

Azkia masih duduk manis di kedai ice kafe itu. Entah mengapa ia ingin sendiri dan keadaan sangat mendukungnya. Melamun adalah hal yang sering dilakukan oleh Azkia belakang ini.

"Mbak bisa dibayar sekarang?" tanya sang penjual ice cream.

Azkia mencari dompetnya di dalam tas kecilnya, dia tak menemukan dompetnya yang besar melainkan dompetnya yang kecil. Azkia mengambil dompet itu dan memeriksa apakah ada uang atau tidak. "Kok gak ada uangnya."

"Apa ada masalah?"

"Bisa melakukan pembayaran dengan ATM atau kartu kredit?" Tanya Azkia.

"Maaf, kedai kami hanya menerima pembayaran langsung."

Muka Azkia langsung berubah masam. "Haduh maaf mas. Boleh saya ambil ke ATM dulu."

"Berapa mas yang punya mbak ini?" Tanya seseorang dari belakang.

"50000," Anggara langsung menyerahkan uangnya dengan pas.

"Eh makasih ya Anggara." ujar Azkia kembali ceria. 

"Lo nggak perlu bayar lagi ke gue," jawab Anggara.

Lihat selengkapnya