If You Know My Heart

Gadis Diary
Chapter #5

MATAHARI, BINTANG DAN BULAN

Mereka punya tugas masing-masing. Matahari gak sendiri ada bumi juga yang menemani. Sementara bintang dan bulan menunggu sampai matahari tak bersinar lagi. Matahari itu baik, mau memberi sinarnya sama bulan dan bintang kemudian bulan memberi cahayanya untuk menerangi bumi juga.

oOo

Azkia menikmati pesta malam ini walaupun dia tak melihat Anggara ada di sini. Walaupun seperti itu dia senang atas kemenangan Arnold dan tim basket SMA Garuda Cendekia. Azkia datang ke sini karena ada tiga alasan, pertama dia ingin makan makanan enak, kedua ingin bertemu Anggara walaupun orangnya tak datang dan ketiga untuk mendengarkan cerita Eric tentang tim gokartnya Anggara.

Kalian tahu sejak mendengar kata gokart dari mulut Eric. Semalaman Azkia tidak bisa tidur dengan pulas karena balap gokart adalah masa lalunya yang terlalu indah dan ada beberapa hal yang membuat Azkia mengundurkan diri dan tak mau lagi melintasi sirkuit lagi.

"Kia lo gak tahu tentang Anggara yang hobinya ikut balap gokart?" Tanya Eric.

"Gue gak tahu. Makanya gue tanya sama lo sekarang." Azkia menyeruput jus melonnya kembali.

"Asal lo tahu dia dewanya balap gokart. Dia punya julukan yaitu Dewa Sirkuit. Balap gokart bukan hanya hobinya tapi jiwanya juga. Dia selalu ada di urutan pertama di setiap kejuaraan saat lomba dan info yang gue denger rencananya tahun depan dia mau akan ikut kejuaraan internasional."

Hati Azkia sedikit teriris mendengar penjelasan Eric tapi dia mencoba untuk tetap tersenyum melihatnya. "Hebat banget dong dia. Gak sabar buat hati dia luluh jadinya."

"Dia pernah kagum dan suka sama seseorang," kata Eric tiba-tiba. "Lo beneran suka Anggara?"

"Pake banget Ric," jawab Azkia dengan senang hati. "Eh siapa yang Anggara pernah suka?"

Eric menggelengkan kepalanya. "Gue harap lo bisa buka mata lo lebar-lebar dan coba lihat orang di sekitar lo. Pasti di antara mereka juga ada yang suka dan cinta sama lo juga. Bahkan mungkin perasaannya lebih besar dari pada perasaan lo untuk Anggara."

Azkia memajukan wajahnya agar lebih dekat dengan wajah Eric. Dia menatap mata Eric lekat-lekat. "Lo suka gue?" Tanya Azkia dengan suara sangat kecil.

Eric langsung mundur dan terkejut mendengarkan pertanyaan yang dilontarkan oleh Azkia. "Kenapa lo tanya gitu?" Tanya balik Eric.

"C'mon Ric. Kita bestie kan? Dalam kamus kehidupan seorang Azkia Servia Rezaldi itu yang namanya bestie antara laki-laki dan perempuan itu nggak boleh ada yang saling jatuh cinta."

Perkataan Azkia langsung menohok ke dalam hati Eric. Eric mengerti bahwa Azkia suka Anggara. Eric tahu bahwa sampai kapan pun dirinya akan tetap menjadi seorang bestie dari Azkia. 

"Gue nyaman banget kok Ric jadi bestie lo. Nyaman bangetttt," kata Azkia. "Lo itu baik, pintar, cerdas, ganteng, dan uang keluarga lo berlimpah. Cewek mana coba yang gak mau sama lo?"

"Lo sendiri gak mau sama gue kan?"

"Gue bedaaaa Eric," jawab Azkia kesal setengah mati. "Pokoknya tahun depan lo harus ikut pemilihan ketos. Dijamin dan terjamin deh sama gue. Nanti pasti cewek pada antri."

"Kenapa lo sendiri gak ikut organisasi atau ekstralkulikuler?"

"Because gue gak suka orang-orang kayak gitu. Bayangin aja waktu smp gue ikut osis dan ekstralkulikuler lain. Gue ketemu orang-orang egois dan selalu pilih-pilih deketin orang untuk buat dianya sendiri famous."

"Terus yang bikin gue paling benci sama orang-orang itu adalah mereka ngerusak persahabatan gue. Katanya kalau organisasi itu keluarga jadi gak boleh ada geng-gengan. Nah, setelah persahabatan gue hancur malah dia punya geng dan selalu sama mereka terus gak pernah sama yang lain kalau kumpul. Bukan hanya itu masih banyak lagi hal egois yang bikin gue risih kalau ada di antara mereka," lanjut Azkia. "Egois gak kalau gitu! Masih sakit hati gue sama orang yang kayak gitu. Gue benci orang egois kayak mereka."

"Kan ada gue. Gak mungkin juga lo ketemu mereka-mereka lagi di sini," kata Eric dengan yakin.

Azkia mulai jengah jika membicarakan masalah ini. "Lo tahu ada suatu pepatah mengatakan, gak ada sesuatu yang gak mungkin."

"Meskipun nanti di sana ada lo ada Eka, Baim, Kak Leo, Kak Killa bahkan Bang Ar sekalipun gue gak mau. Gue gak mau sakit hati lagi sama orang egois semacam mereka," jelas Azkia dengan suara yang cukup keras dan ngegas.

"Yang gue harap dari dulu itu satu, gak pernah bertemu lagi dengan orang-orang yang gue benci," batin Azkia.

Emosi Azkia sudah cukup meninggi karena membicarakan masalah ini. Lihat saja setelah berbicara sepanjang itu dada Azkia naik turun dan muka Azkia sangat masam. Eric telah menurunkan moodnya dengan membicarakan hal itu. Eric memberikan sedikit waktu untuk membuat Azkia kembali tenang. Eric tak mau emosi Azkia meledak di sini.

"Sorry Kia, gue gak bermaksud kayak gitu," ujar Eric sangat menyesal. "Gue hanya mau buat lo menjadi diri lo yang lebih baik lagi."

"Gue tahu kok," jawab Azkia mulai melunak. "Sorry juga. Kalau ngomongin mereka emosi gue cepet naik."

"Nah kelas sains kan organisasi, kenapa lo mau gabung?"

"Karena gue mau memberi piala untuk sekolah dan pertukaran pelajar ke luar negeri. Lagian juga gue suka sama kimia. Kenapa enggak?"

Eric mengangguk paham. "Gue ke sana dulu enggak apa-apa?" 

Azkia mengangguk. "Lo gabung aja. Gue masih lapar nih."

Azkia kembali sendiri dan sibuk menghabiskan makanannya. Dia tiba-tiba ingat suatu hal yang ingin dia lakukan. "Gue harus telepon papah sekarang. Lagian ini belum terlalu malam dan papah pasti belum tidur." Azkia mencari kontak bernama papah dan menekan tombol call

Benar saja dugaan Azkia bahwa papah belum tidur, telepon dari Azkia langsung diangkat.

"Hallo Pah, Kia mau ngomong sesuatu sama papah. Kia udah ketemu sama Kak Leo."

◆•••◆

Matahari pagi ini sangat cerah sekali, secerah suasana hati Azkia karena berangkat sekolah diantar ayahnya. Azkia sebenarnya bisa membawa mobil sendiri tapi dia sangat malas saja menyetir sendiri. Azkia berjalan memasuki kelasnya secara perlahan karena masih agak sedikit mengantuk. Kelasnya masih sepi karena Azkia berangkat pagi sekali. Setelah menaruh tasnya dia bergegas menuju kantin.

"Pagi Kak," sapa Azkia kepada Aleo. "Gini dong gak pake masker menyebalkan itu."

"Pagi Neng," jawab Aleo. "Iya tuan putri, terimakasih."

"Eh Kak mau ada kumpulan?" tanya Azkia. "Tumben berangkat pagi."

"Gak ada kumpulan. Emang guenya aja yang niat berangkat sepagi ini," jawab Aleo sejujurnya. "Ngantin yuk. Cacing di perut lo udah demo." 

"Ihhh gak lucu," jawab Azkia mencak-mencak. 

"Emang gak lucu tapi lo yang lucu," perkataan Aleo itu berhasil membuat pipi Azkia memerah.

"Gak lucu beneran," pipi Azkia bersemu merah seperti kepiting rebus.

"Kok pipinya merah gitu? Jangan baper ah gue gak mau tanggung jawab," ujar Aleo.

"Gak baper tapi laper nih."

"Ngode terus. Gue udah paham kok," ujar Aleo.

"Hmmm."

"Lo pulang sekolah sibuk enggak?" 

"Aku mau ke toko buku," jawab Azkia.

"Gue temenin."

"Aku bisa sendiri lagian pasti lama banget," jawab Azkia.

"Gak apa-apa gue mau temenin. Gue maksa nih!" paksa Aleo.

"Yaudah iya iya Kia mah selalu nurut sama Kak Aleee jelekkkk iniiii."

"Gue sayang banget sama lo," ujar Aleo sambil mengelus puncak rambut Azkia.

"Kia juga sayang."

"Yuk ke kantin katanya lapar," ajak Aleo.

"Tapi," perkataan langsung dipotong begitu saja oleh Aleo.

"Tenang kok jam segini masih lumayan sepi," ujar Azkia.

"Terserah lah."

"Yang banyak fansnya mah iya aja." 

"Siapa?" Tanya Azkia heran.

Aleo menggenggam tangan Azkia dan menuju ke kantin untuk sarapan bersama. Azkia memang tak terlalu suka jika berdesak-desakan membeli makanan. Hal itu akan membuatnya sangat repot karena Azkia itu orang yang simpel.

"Kak pesenin bubur ayam yah dua mangkuk spesial untuk aku. Jangan pakai kacang."

"Siap!" Aleo dengan cepat memesan makanannya dan kembali duduk lagi di depan Azkia.

Bubur yang dipesan oleh Aleo pun datang. Azkia segera menyantap bubur itu dengan lahap. Aleo yang di depannya tersenyum manis. Andai Azkia setiap hari bisa seperti ini.

"Kiaaaa," panggil seseorang dari arah belakang.

"Sini," ajak Azkia sambil melambaikan tangannya.

"Ah Kia gak ngajak Eka kalau mau ke kantin," ujar Eka yang kini sudah duduk di sebelah Azkia.

"Gue yang ngajak."

"Oh Kakak yang ngajak," ujar Eka dengan nada kecewa.

"Eka bukannya waktu itu lo bilang ke gue kalau lo mau banget kenalan sama Kak Leo?" Tanya Azkia. "Ini ada di depan orangnya ayo kenalan."

"Gue ke kelas duluan." Aleo pergi meninggalkan keduanya begitu saja.

"Ih Kia jangan bilang kayak gitu. Udah beruntung aku duduk di sini dan bisa lihat ketampanannya dari jarak sedekat ini," jawab Eka cemberut.

Azkia masih sibuk dengan minumannya. "Lebih kenal lebih dekat lebih baik. Ayo ke kelas." 

Saat perjalanan menuju kelas Azkia lumayan gugup karena banyak yang memperhatikannya. Dia harus membiasakan diri ditatap seperti itu oleh banyak orang apalagi kakak kelas. Mungkin mereka menatapnya seperti ini karena kejadian waktu itu yang diunggah di sosial media.

"Anjir, cantik banget."

"Cantik banget sih, tapi cantikan gue."

"Itu Azkia kelas X IPA 1 kan, gila cantik banget."

"Snow White baru bangun."

"Pacarin enak kali."

Masih banyak lagi celotehan yang lain dan itu masih bisa didengar Azkia. Azkia mempercepat langkahnya untuk memasuki lift. Untung saja liftnya tidak terlalu padat. Memang di Gaki terdapat satu lift di setiap lantainya untuk mempermudah siswa-siswi dan para guru agar lebih cepat sampai pada tujuan mereka.

"Ya lo se-famous itu walaupun baru masuk sini?"

"Hehehee. Karena itu sih," jawab Azkia malu-malu. 

Lihat selengkapnya