Jadi tolong jadikan aku seseorang yang pantas mendapat cinta dari kamu
-Azkia Servia Rezaldi-
oOo
Hari ini Anggara pergi ke kantin tepat ketika bel istirahat berbunyi karena dia sudah janji dengan teman-temannya. Kini Anggara sudah memesan makanan serta duduk santai sambil memainkan handphonenya. Untung saja mereka datang ke kantin duluan jadi tidak terlalu lama untuk mengantri makanannya.
Anggara hanya fokus dengan makanannya sedangkan Arnold, Eric dan Baim sedang berbicara kemana-mana. Anggara hanya memperhatikan sejenak teman-temannya. Kemudian melanjutkan makanannya hingga tandas.
Sejak semalaman dia terus memikirkan jersey yang dikenakan Azkia. Tapi jika dipikir kembali mungkin dia dipinjamkan jaket atau dia fans girl sang dewinya jadi dia buat jersey yang mirip. "Gue duluan." Anggara bangkit dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan kantin.
"Tapi minuman lo belum diminum" teriak Baim yang masih bisa didengar oleh Anggara. "Mubazir tahu gak lo!"
"Kenyang," seru Anggara.
Anggara pergi meninggalkan kantin. Dia ingin pergi ke rooftop untuk melakukan kebugaran jasmani seperti push up, sit up, plank, back up dll. Dia harus melakukan kebugaran jasmani seperti itu karena untuk menjaga tubuhnya agar tetap bugar. Dia melakukan hal ini dengan sangat rutin di sekolah dan tempat favoritnya selain rooftop adalah lapangan indor sekolah.
Anggara juga sedikit tenang karena Azkia tidak mencari dirinya lagi sekarang. Tapi entah istirahat kedua atau pulang sekolah bahkan besok.
Anggara mengambil rooftop bagian sebelah kanan yang lebih teduh. Dia duduk sebentar untuk menurunkan sisa makanan. Sepuluh menit berlalu dia langsung memulai melakukannya. Belum genap hitungan ke dua puluh Anggara push up ada suara senandung na... na... na... na yang serak namun masih cukup lembut. Anggara tertarik akan suara itu. Dia bangkit dan mencari sumber suara itu.
Di rooftop bagian sebelah kiri Anggara melihat dari kejauhan seseorang itu. Ya dia adalah Azkia. Azkia ternyata di sini sendirian. Dia duduk di sofa yang sudah usang dan jemarinya dengan lihai memainkan pensil di atas sketch book.
"Jadi deh," kata Azkia sangat gembira. "Bisa aku pajang di kamar deh."
"Ganteng banget gambarnya tapi ganteng yang asli. Makin cinta deh."
Anggara mendekati Azkia yang sibuk memandang gambar wajah dirinya. "Ngapain?"
Azkia langsung mendongakkan kepalanya dan cepat menutup sketch booknya. Wajah tampan itu kini ada di depannya. "Anggara mau nagih bekal ke Azkia yah?"
"Geer banget," batin Anggara.
"Maaf hari ini gak ngasih bekal. Soalnya bangun kesiangan. Aku aja belum sarapan tadi pagi. Nih lagi makan bekal yang dibuatin ayah," cerita Azkia dan menunjukkan bekal buatan ayahnya.
"Gue gak tanya itu!"
Azkia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Mau tanya apa? Dengan senang hati Kia jawab semuanya kok. Tumben banget kan Anggara mau tanyain Kia sesuatu."
"Gue tanya lo ngapain di sini sendirian?"
Azkia mengangkat bahunya. "Suka-suka aku dong mau duduk dimana aja mau ngelakuin apa aja."
"Kalau kamu mau nemenin aku di sini aku seneng kok." Azkia menggeser tubuhnya untuk memberi Anggara ruang untuk duduk. "Lagian aku juga bosen sendiri di sini. Temenin aku ya?"
"Males!"
Anggara membalikan badannya dan dia berlari kecil menemui Katrina yang baru saja membuka pintu rooftop. "Anggara lo kemana aja sih. Gue cariin ke kantin gak ada eh gak tahunya di sini."
"Lo jadi nganterin gue ke lokasi?" Tanya Katrina.
"Kenapa gak Reon?"
"Reon lama kalau gue minta jemput. Dia bilang otw padahal masih tiduran di kasur," jawab Katrina.
"Yaudah gue antar lo. Yuk balik ke kelas," ajak Anggara pada Katrina.
"Tapi temen lo itu gimana?" Tanya Katrina.
"Gue gak kenal sama dia. Ayo balik ke kelas," ajak Anggara lagi.
Katrina memeluk lengan Anggara dan Anggara mengusap lembut ujung kepala Katrina. Dada Azkia naik turun melihat kejadian tersebut. Azkia langsung balik ke kelasnya dan di sana sudah ada Aleo yang sibuk dengan handphonenya. Azkia langsung duduk di tempatnya dan mulai membaca buku novelnya.
"Hey kok murung gitu? Kenapa?" Tanya Aleo yang menghentikan aktivitasnya.
"Ngapain sih Kak di sini? Udah mau bel masuk juga masih di sini!" Jawab Azkia ketus.
"Mau ngasih lembaran ini." Aleo memberikan lembaran berisikan formulir ujian untuk beasiswa perpindahan pelajar selama tiga bulan di sekolah sains yang berada di Amsterdam.
Azkia menerimanya. "Kakak ikut?"
"Tahun ini enggak karena gue akan mewakilkan sekolah untuk perlombaan sains internasional," jawab Aleo sambil menunjukkan formulir lain yang telah diisinya.
Azkia tersenyum lebar. "Wihhh hebat banget. Bangga banget Kia dengernya," jawab Azkia yang moodnya menjadi senang kembali.
"Tuh gitu dong senyum lagi. Jangan ngambek kayak tadi. Nantinya mukanya jelek banget," kata Aleo yang mencoba mengibur Azkia. "Yaudah gue ke kelas dulu. Bentar lagi bel masuk."
"Hati-hati di jalan barang kali nanti digodain sama cewek-cewek yang terpesona oleh pesona kakak," jawab Azkia.
Aleo hanya tekekeh mendengarkan jawaban dari Azkia. Ketika Aleo pergi dari kelasnya, bel masuk berbunyi nyaring. Semua kursi yang kosong sudah dipenuhi dengan pemiliknya masing-masing. Mood Azkia turun lagi dan dia hanya diam saja dan cemberut.
Guru belum masuk, tetapi anak IPA satu sudah sibuk dengan bukunya masing-masing termasuk Ruski. Anak yang kelihatannya paling disiplin dengan setiap waktu. Sementara Azkia hanya bisa cemberut karena kejadian di atas rooftop tadi.
Eka yang ada di sebelahnya merasa sedikit aneh dengan keadaan Azkia saat ini. "Kia kenapa?"
Azkia hanya menggelengkan kepalanya malas.
"Cerita dong sama Eka. Barang kali Eka bisa bantu," ujar Eka lagi.
Azkia akhirnya mengalah dia menceritakan semua kejadian di rooftop tadi. Eka mengerti apa yang Azkia ceritakan. "Tapi Anggara belum jadian sama Katrina. Jadi Kia masih bisa berjuang."
"Tapi kan Anggaranya deket sama Katrina. Lah sama Kia boro-boro jadi pacar deket aja enggak."
"Bisa Kia. Kia harus optimis jangan pesimis."
"Sarapan dari Kia aja di kasih ke Baim terus," jawab Azkia. "Cuma waktu di uks aja dia makan, selebihnya enggak sama sekali."
"Lo lihat Baim makan?" Tanya Eka.
"Waktu pertama kali sih iya. Tapi selanjutnya Kia cuma lihat Anggara kasih kotak makannya aja, tapi Azkia gak ngelihat Baim makan."
"Yaudah Kia sabar dulu."
"Iya tapi sampai kapan coba?" Tanya Azkia misuh-misuh.
"Semuanya butuh usaha, waktu dan proses. Nanti juga lama-lama Anggara bisa buka hatinya untuk Azkia. Percaya sama Eka kalau Kia bisa." Azkia hanya bisa mengangguk lemah dan menidurkan kepalanya di atas meja.
"Akan ada kabar baik setelah kabar buruk," bisik Eka pada Azkia.
Handphonea Azkia berdering dia mengangkat teleponnya yang ternyata dari Aqilla. Aqilla meminta Azkia untuk ke kantin saat ini karena guru-guru sedang rapat. Aqilla tahu pasti Azkia sedang galau karena dia melihat Azkia turun setelah Anggara dan Katrina turun.
Di sini sekarang Azkia bersama Aqilla. Azkia memang sudah sangat dengan kekasih kakaknya ini. Memang momen yang pas untuk dia curhat kepada Aqilla, karena Aqilla sudah berpengalaman tentang hal ini dengan kakaknya.Tapi jika Azkia curhat kepada kakaknya dia akan diejek bukannya diberi jalan keluarnya.
"Untung kakak mau ngajakin Kia ke kantin. Kia mau curhat nih kak," ujar Azkia dengan sangat semangat.
"Yaudah cerita aja kakak akan jadi pendengar setia kamu kok," senangnya hati Azkia bisa dipertemukan oleh sosok seperti Aqilla yang sangat baik hati.
"Kak kalau kakak sama Bang Ar bisa pacaran karena apa?" tanya Azkia.
"Kok malah tanya itu? Katanya mau curhat?"
"Iya aku mau denger cerita kakak dulu," jawab Azkia.
"Kakak sama Arnold bersama karena kita sama-sama suka dan awalnya memang kakak itu dulu orangnya nerd banget pake kacamata tebal padahal gak minus dan gak gaul. Sementara kakak kamu itu anak gaul, ganteng, most wanted. Tapi kakak kamu bisa suka dan cinta sama kakak dengan tulus dan apa adanya. Sebenernya kakak suka kakak kamu dari kelas sepuluh dan akhirnya sampai sekarang hubungan kak Killa sama kakak kamu berjalan harmonis."
"Tapi kok sekarang kakak cantik banget gitu ah mana mungkin kakak gak gaul," ujar Azkia.
"Ini semua berkat kakak kamu. Kak Killa mau jadi kak Killa yang sebenarnya. Eh eh siapa yang mau curhat kok jadi kakak sih yang curhat ke kamu," kekeh Aqilla.
"Hee hee iya abisnya kayaknya seru gitu cerita kakak. Oh iya kak gimana kita bisa tahu bahwa kita suka seseorang. Aku masih gak percaya sama kata orang tentang itu."
"Kalau kita suka ke lawan jenis itu ya kita rasain secara gak langsung. Kakak gak bisa menjabarkan lewat kata-kata. Nanti juga kamu rasain. Intinya mah kamu nyaman banget di dekat orang itu tapi nyamannya beda Kia, seperti nyaman gak mau kehilangan. Setiap ngeliat dia sama cewek lain tuh rasanya gak terima atau gak ikhlas dan gak rela."
"Gitu yaa."
"Tapi kalau masalah cinta mah gak usah kebanyakan teori nanti juga ngerasain teori itu dalam perlakuan tapi kitanya gak sadar aja," jelas Aqilla.