"Kalau dia udah nangis pasti kecewanya sangat-sangat besar."
-Arnold Nando Rezaldi-
oOo
Sekolah dipulangkan lebih cepat karena sedang melaksanakan ujian untuk pertukaran pelajar dan latihan lomba sains internasional. Eric, Anggara, Ruski dan Eka mengikuti ujian tersebut namun Azkia tidak. Sebenarnya ayahnya malah memaksa namun Azkia kekeh tidak mau. Azkia bilang dia bisa ikut tahun depan dan mengalaskan otaknya yang sudah pintar.
Azkia sibuk menggambar di depan lab sembari menunggu Aleo keluar. Aleo sedang latihan untuk lomba. Sudah hampir sepuluh gambar yang dihasilkan Azkia selama menunggu Aleo dalam waktu dua jam.
Sudah puluhan pesan dia kirim kepada Aleo, tapi belum ada jawaban sama sekali oleh Aleo. Azkia benar-benar bosan. Dia tak ada teman untuk diajaknya bicara. Arnold sudah pulang dari tadi karena Aqilla ada di dalam lab dan Baim dia juga sudah pulang bersama dengan Aleo.
Demi main di rumah dengan Aleo Azkia rela menunggunya selama ini. "Gila lama banget. Capek gue nunggu."
"Capek nunggu yah?"
Azkia menengok ke sumber suara. "Kak Leooooo!" Pekik Azkia.
"Sori. Gue baru lihat chatnya," jawab Aleo dengan wajah polosnya. "Mau main ke rumah? Kenapa gak nunggu di sana aja? Kan kalau di sana banyak makanan. Ada Bi Jijah juga. Jadinya gak kayak gini, lo capek nungguin gue."
"Hemat ongkos," jawab Azkia sambil terkekeh.
"Lo ini sebenarnya anak kandungnya Pak Argaha Rezaldi bukan?"
Azkia terkekeh kembali. "Ya jelas aku anak kandungnya Pak Argaha Rezaldi yang tertampan sekantornya."
"Terus kenapa hemat banget, uang saku lo kurang?"
Azkia menggelengkan kepalanya. "Lebih dari lebih. Tapi aku cuma bawa tiga puluh ribu. Lima ribu buat ongkos pulang sisanya buat jajan, lagian aku selalu bawa bekal dari rumah."
"Lo sekolah di sekolah yang cukup elite ini, apa gak kurang? Kan kalau perempuan itu biasanya jajannya yang paling boros."
"Aku beda," jawab Azkia. "Eh kok ngomongin itu. Eummm gimana udah selesai?"
"Belum, baru istirahat."
Azkia melotot. "Selama apa lagi? bukannya udah dari pagi?"
"Bercanda. Udah selesai. Ayo pulang," ajak Aleo. "Gue bawa mobil. Nanti lo akan jadi princess first time yang naik mobil gue."
"Dasar modus banget," ujar Azkia.
"Yang penting neng yang di sebelah abang seneng," goda Aleo.
"Tau ah aku mau pulang aja!"
"Yuk abang anterin tenang kalau neng baper abang tanggung jawab kok," pipi Azkia bersemu merah dan Aleo langsung tertawa. "Seneng banget gitu bisa bikin lo salting mulu."
Azkia masih menatap lekat-lekat Aleo yang membuatnya kesal. "Biarin aja nanti kakak dibaperin cewek tapi nantinya ceweknya ninggalin, wleeeeee."
"Ayo cepet masukin sketch booknya. Pokoknya lo harus masakin gue masakan lo yang paling enak di rumah gue."
Pandangan seluruh orang masih tertuju pada mereka berdua. "Ngomongnya gak tau situasi banget sih."
"Kan ini urusan gue bukan urusan mereka," Aleo kadang memang tidak tahu situasi jika berhadapan dengan Azkia.
"Yaudah ayo pulang jangan lama," Azkia berjalan duluan ke parkiran, meninggalkan Aleo di depan lab.
Tapi hal menyakitkan mata ada di depannya. Azkia melihat Katrina sedang menggandeng ria lengan pujaan hatinya. Selain menyakitkan mata, rasanya benar-benar sangat sakit apalagi saat melihat Anggara tersenyum kepada Katrina walaupun setipis jarum.
"Hayo lagi lihatin apa?" Tanya Aleo yang membuat Azkia terkejut.
Azkia gelagapan. "Anu, lihat apa sih. Eh enggak lihat apa-apa."
"Yaudah kalau gitu ayo," ajak Aleo.
"AZKIA TUNGGU," teriak Eric sambil berlari.
Azkia menoleh. "Ada apa Ric?"
Napas Eric sedikit tak beraturan. "Kenapa lo enggak ikut?"
"Tahun depan bisa kok."
"Padahal tahun ini pilihan sekolahnya di sekolah sains loh. Sayang banget lo gak ikut."
"Kan gue udah pintar," jawab Azkia dengan lapangan dada.
"Lo memang masternya sains," puji Eric. "Eumm, nanti besok abis pulang sekolah gue mau ke rumah lo. Gue mau belajar sama lo. Lo mau yaaa?"
Azkia menganggukan kepalanya. "Apasih yang enggak buat ketua kelas terpintar ini. Ya gak Kak?"
"Iya," jawab Aleo singkat.
"Yaudah gue mau pulang dulu. Lo hati-hati yah."
Azkia tersenyum sangat lebar kepada Eric dan itu membuat hati Eric selalu berontak. "Andai aja lo bisa jadi cewek gue," batin Eric.
◆••••◆
Azkia menepati janjinya dia memasak makanan favorit Aleo yaitu omelet sayur dan ayam geprek mozzarella. Ribet banget makanan favoritnya Aleo, tapi mau bagaimana lagi Azkia bisa memasak semua makanan dengan sangat lezat sehingga Aleo selalu meminta masakan Azkia yang sedikit ribet dan kalau sudah masuk ke dalam mulutnya rasanya selalu ingin serta ingin lagi. Perlu diketahui juga semua masakan Azkia adalah makanan favorit Aleo.
Azkia hanya bisa menatap Aleo gemas karena mulutnya penuh dengan makanan. Azkia jadi Ketawa-ketawa sendiri sementara Aleo acuh dan tetap melanjutkan kegiatan makanannya itu.
Aleo tersedak karena terlalu buru-buru memakan makanannya sementara Azkia masih menatap Aleo terus. "Uhukk uhukkkk air ambilin air!"
Azkia masih menatap Aleo. "Kia air kiaaaaa!!!"
Azkia baru tersadar dan segera mengambil air dari dalam kulkas. "Gimana sih kalo makan jangan buru-buru nanti kaya gini jadinya!"
Azkia menaruh gelasnya di meja lalu duduk kembali. Aleo masih sibuk minum. "Bibi kemana kok gak keliatan? "
"Lagi ke pasar, " jawab Aleo.
Mulut Azkia membentuk huruf O sebagai jawaban singkat pada Aleo. Mereka berdua memutuskan untuk pindah tempat duduk ke ruang TV dan duduk di sofa. Azkia mengambil remote dan cemilan sementara Aleo sedang menetralisir rasa kenyangnya karena tadi makannya terlalu banyak.
"Kak Leo," panggil Azkia.
"Apaaa an?"
"Kalau nanti kakak punya pacar kita bakal masih bisa kayak gini? " tanya Azkia.
Aleo menoleh ke arah Azkia dan mencubit pipi Azkia. "Gak ada pertanyaan lain selain itu?"
Azkia menggelengkan kepalanya. "Jawab aja."