I was disappointed,
but the disappointment was defeated by my love for you.
oOo
Sudah dua hari setelah kejadian kemarin sore Azkia tidak pernah bertemu Anggara lagi. Azkia tidak tahu Anggara ada dimana dan bagaimana keadaannya. Azkia sampai bertanya pada perempuan blasteran yang dilihatnya dekat dengan Anggara, yakni Katrina. Malah perempuan itu cuek dan tak menjawab sama sekali.
Azkia juga sudah bertanya pada Arnold, Eric dan Baim tapi mereka hanya menjawab Anggara sedang tak mau diganggu dan sedang berlatih intensif untuk perlombaan gokart.
Seperti sekarang saja ketika pelajaran berlangsung kepala Azkia benar-benar pusing memikirkan kejadian itu. Azkia sudah tak tahan, dia mengacungkan tangannya. "Pak Tio."
Pak Tio yang sedang menjelaskan pelajaran kimianya langsung memfokuskan perhatian kepada Azkia. "Ada apa?"
Pak Tio adalah guru yang paling tua diantara guru kimia lain. Beliau adalah guru kimia favorit seluruh sekolah karena beliau sangat penyayang dan sabar dalam menghadapi segala macam tipikal siswa dan siswi Garuda Cendekia.
"Pak izin meminta sesuatu," pinta Azkia, "Bapak saya ingin meminta soal kimia yang tersulit menurut bapak."
"Memang kenapa?" Tanya Pak Tio.
"Saya pusing memikirkan sesuatu Pak. Jika saya mengerjakan soal kimia itu mungkin pusing saya akan teralihkan," jawab Azkia.
"Azkia?" Panggil Eka. "Lo enggak apa-apa"
Pak Tio menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu ini aneh. Bukannya nanti nambah pusing? Bapak saja kalau sedang pusing lalu mengerjakan soal malah nambah pusing."
"Lagi putus cinta pak. Jadinya begitu pak," celetuk Ruski dari pojok sana. "Cintanya belum berbalas."
"Lebih baik kamu dengarkan penjelasan bapak dulu nanti juga di akhir pelajaran semuanya akan bapak beri soal." Azkia menuruti perintah Pak Tio dan duduk kembali di tempatnya dengan senyum yang mengembang.
◆•••◆
Anggara menatap wajah Azkia. "Lo beneran suka gue?"
Senyuman Azkia mengembang. "Cinta lagi."
"Sebesar apa?"
Azkia menunjukkan telapak tangannya. "Awalnya sebesar ini."
Kemudian Azkia berdiri merentangkan tangannya. "Sekarang sebesar ini sampai gak bisa kewadahan."
Anggara juga ikut berdiri dan menatapnya tepat di mata Azkia. "Lo beneran sesuka dan secinta itu sama gue?"
Azkia mengangguk pasti.
Anggara memegang kedua bahu Azkia. "Kalau begitu mari Azkia."
"Mari untuk?"
"Menyudahi perasaan yang lo miliki untuk gue." Perkataan Anggara itu langsung menusuk Azkia.
"Aku bilangkan kamu bukan Tuhan! Jadi gak berhak dong buat ngelarang aku!" Pekik Azkia, "Ini perasaan aku!"
"Kalau kamu suka Katrina juga gak masalah kok," lanjut Azkia, "Aku gak akan mundur sebelum kalian berdua menikah!"
"Aku sayang dan aku cinta kamu. Rasa itu mungkin gak akan pernah luntur sampai kapan pun!"
"Lo bukan suka dan cinta gue Azkia! Lo itu terobsesi sama gue!" Jawab Anggara dengan tatapan sinis, "Kalau lo suka dan cinta gue, lo bakal relain gue bahagia meskipun itu gak sama lo!"
"Aku bosen dengar kata itu terus! Gak kamu gak Kak Leo, terus ngomong itu terus. Merelakan kamu bahagia sama orang lain itu sama aja buat aku gak bahagia Ga! Jatuhnya aku nyakitin diri aku sendiri!"
"Aku mau, aku yang selalu jadi alasan buat kamu tersenyum bukan orang lain apalagi Katrina!"
"Aku tahu dia cantik, muka blasteran, kaya raya, karir modelling yang bagus dan aku tahu dia baik walaupun manja dan cuek."
"Dan aku apa? Aku hanya orang biasa yang suka berlian seperti kamu!"
"Tapi lo jauh dari kata orang biasa bahkan lo yang berliannya, bukan gue," batin Anggara. "Mungkin gue hanya Emas bukan berlian kayak lo."
Anggara menarik napasnya kemudian mengeluarkan secara perlahan. "Gue gak mau nyakitin lo terlalu larut Azkia dan lo tahu bidang yang sedang gue geluti sekarang itu apa?"
Azkia mengangguk.
"Dan itu berbahaya buat gue," kata Anggara yang terus menahan emosinya, "Kapan aja kecelakaan itu bisa terjadi sama gue Azkia."
"Ketika lo nanti jatuh sejatuh jatuhnya cinta sama gue dan gue kecelakaan terus gue koma atau lo kehilangan gue selamanya gimana?"
"Batin lo bakal gak akan pernah tenang kalau lo sama gue!" Lanjut Anggara. "Dan gue gak mau itu terjadi sama lo."
"Kia siap kok menerima resiko apapun," jawab Azkia sangat yakin.
"Kita bisa jadi teman Azkia!" Kata Anggara dengan suara yang serak.
"Dan aku gak mau itu!" Azkia berlari masuk ke dalam rumahnya dan meninggalkan Anggara sendirian. Ya, kali ini Azkia yang meninggalkan Anggara.
"Jadi gitu ceritanya?"
Azkia menceritakan semua itu kepada Arnold dan Arnold tak henti-hentinya tertawa mendengarkan cerita Azkia. Adiknya ini benar-benar sangat keras kepala sekali. Sudah ratusan kali Arnold bilang pada Azkia bahwa Anggara tidak akan pernah suka apalagi jatuh cinta kepadanya.
Arnold sangat tahu jelas tipikal salah satu sahabat ini. Anggara melakukan ini semua karena dia tidak mau menyakiti Azkia. Sesungguhnya di balik perilaku dan ucapannya yang seperti itu Anggara adalah lelaki yang paling penyayang dan paling hangat di keluarganya.
"Azkia lo jangan terlalu annoying banget ke dia. Kalau lo kayak gitu bisa-bisa dia ngejauhin lo," kata Arnold, "Ketus dan dingin dikit kek kayak yang lo pernah lakuin sama gue waktu itu."
"Yang ada dia gak mau sama Kiaaa!"
"Lo selalu ngasih dia sarapan kan? Selalu ngasih dia minum kalau habis olahraga? Selalu ngasih perhatian untuk dia?"
Azkia mengangguk.
"Berhenti," pinta Arnold.
"Why?"
"Kalau dia merasa kehilangan berarti dia suka sama lo," kata Arnold yang berusaha memberi tahu adiknya yang keras kepala ini.
Azkia menggelengkan kepalanya. "Mending kalau gitu. Kalau nambah ngejauh gimana? Kalau kayak gitu sama aja Kia gak usaha dong."
"Susah yah ngomong sama cewek keras kepala kayak lo!"
Azkia malah menatap Arnold dengan tatapan seolah dia tak mengerti apapun yang Arnold bicarakan. "Kan adik abang, hahahahaa."
Arnold pergi meninggalkan kelas Azkia, dia benar-benar jengkel terhadap adik semata wayangnya itu. Benar-benar keras kepala sekali seperti bundanya.
Azkia juga ikut keluar kelas. Tepat saat Azkia ada di depan pintu kelasnya dia berpapasan dengan Anggara. Mukanya tak berekspresi dan dari raut wajahnya Anggara sepertinya sedang kelelahan.
"Anggara tunggu! Anggara tungguin dong!" Azkia sudah memanggilnya namun Anggara tak menoleh sedikit pun.
Dia ingin sekali mengejar Anggara namun dia terlahang oleh banyak orang yang lalu lalang di depan kelasnya. "Ah iya pengumuman. Hampir lupa gue mau lihat nama Anggara," lanjut Azkia.
"Eh lihat! Dari angkatan kita yang kepilih cuma Eric sama Rusman!"
"Anak sepuluh IPA satu memang keren!"
"Udah pintar, ganteng-ganteng lagi!"
"CINTA BANGET DEH!"
"Gila aja nilainya bisa sesempurna itu."
"Pasti jalur belakang."
"Baru jadi adik kelas aja udah sok pintar!"
"Adik kelas yang membanggakan sekolah!"