Lebih baik jujur dari sekarang
dari pada lo menjalani hubungan tanpa adanya rasa cinta sama dia.
oOo
Anggara memejamkan matanya karena tidak habis pikir dengan apa yang terjadi dengan hari ini karena dia melihat kecelakaan ditambah melihat Azkia tumbang setelah kecelakaan itu terjadi.
Ada seseorang yang baru saja tiba yang tak lain adalah Arga ayahnya Azkia yang kini langsung duduk di sebelah Anggara.
Anggara membuka matanya dan segera menengok ke sebelah tempat duduknya. Dia menatap seseorang yang ada di hadapannya sekarang, sepertinya dia sangat kenal dengan wajah orang yang ada di sebelahnya sekarang.
"Eh kamu. Kita ketemu lagi di sini."
"Iya Om."
"Kenapa Azkia bisa sampai pingsan?" tanya Arga. "Karena darah?"
"Mungkin Om, karena tadi Azkia melihat kecelakaan dan banyak darah yang bergeleceran jadi dia pingsan," jawab Anggara.
Arga mengangguk. "Saya kira dia kelelahan karena kata Arnold dia belum pulang ke rumah selepas sekolah dipulangkan."
"Dia nungguin saya sampai malam," batin Anggara.
"Iya om."
"Kamu sekarang tahu kan? Dia sangat rapuh. Saya hanya ingin membahagiakan anak saya tanpa menambah beban batinnya."
"Kamu juga tahu siapa dia yang sebenarnya dan bagaimana keadaannya," lanjut Arga. "Saya harap dia bisa bahagia selepas melepaskan impiannya."
"Sudah cukup dia merasa kehilangan bundanya, kehilangan sahabatnya walaupun dia sekarang sudah kembali dan kehilangan salah satu mimpi terbesarnya."
Dokter sudah keluar setelah memeriksa Azkia. Arga dan Anggara bergegas ke dalam untuk melihat keadaan Azkia. Azkia masih terbaring lemah dan mukanya pucat seperti zombie eh lebih tepatnya snow white.
Arga tak tega membangunkan Azkia dia hanya menunggu hingga Azkia terbangun. Satu jam menunggu akhirnya Azkia terbangun dari tidurnya persis seperti snow white. Arga lega karena Azkia baik-baik saja saat ini.
"Yah Kia mau pulang," pinta Azkia.
"Kamu baru bangun terus masih pucet gitu mukanya. Malah minta pulang," jawab Arga.
"Kia gak mau disini. Pulang sih Yah," rengek Azkia.
"Iya pulang iya," putus Arga mengalah. "Ya sudah, ayah mau bayar administrasi dulu. Kamu di sini sama Anggara yah."
"Anggara saya titip Azkia. Tunggui dia sebentar," pinta Arga.
Arga pergi keluar untuk membayar administasi sementara itu Anggara menunggui Azkia di kamar. Anggara mengawasi Azkia dari sofa.
Aneh. Biasanya Azkia akan mencuri senyum kepada Anggara, tapi lihat Azkia sekarang. Jangankan tersenyum melihat ke arah Anggara pun tidak.
"Besok gak usah berangkat dulu," ujar Anggara tiba-tiba.
Tapi Azkia tidak menanggapinya sama sekali. "Lo marah sama gue?"
"Kia gak marah sama kamu," jawab Azkia yang tetap tidak melihat ke arah Anggara, "Kia cuma lagi mikir, apa Kia bisa sama Anggara atau enggak."
"Kia tahu kalau Kia banyak kekurangannya dan Kia juga banyak menyimpan rahasia yang hampir semua orang gak tahu."
Anggara berdiri dan menghampiri Azkia. Dia mengambil handphonenya dan Anggara mengambil foto dibalik casingnya. Dia menunjukkan foto tersebut kepada Azkia. "Ini lo?"
Azkia mengambil foto tersebut dari tangan Anggara. "Kamu dapat dari mana foto aku waktu kecil?"
"Reon," jawab Anggara.
Azkia menaikkan kedua alisnya. "Kok dia tahu foto masa kecil aku? Dapat dari mana dia?"
"Ayo pulang. Ayah sudah menyelesaikan administrasi," ajak Arga yang baru datang.
Azkia mengembalikan fotonya kepada Anggara dan turun dari brankar. Dia memeluk ayahnya. "Maafin Kia udah ngerepotin terus."
"Iya gak papa sayang ayah ngerti kok." Arga sudah mencoba membantu menghilangkan phobia Azkia dan dia tidak mau siapapun menyakiti anaknya itu.
Setelah menyelesaikan administrasi. Azkia dan Arga pulang ke rumah serta Anggara pun pulang ke rumahnya. Setelah sampai di rumah. Azkia pergi ke kamar Arnold. Mumpung kakaknya sedang kerja kelompok di rumah teman.
Azkia membuka rak yang berada di lemari atas. Di sana ada sebuah foto yang berisi seorang ibu sedang bermain bersama anak lelaki dan anak perempuan yang sama persis dengan salah satu gambar yang ada di sketch booknya.
"Bunda Kia kangen sama bunda. Andai Kia ngelarang bunda pergi hari itu. Ini semua gak akan terjadi."
"Kia mau punya keluarga lengkap."
"Kia mau bunda selalu ada di sisi Kia." Tak terasa air mata telah membasahi pipi Azkia.
Azkia lelah kemudian membaringkan tubuhnya di kasur kakaknya sambil memeluk foto itu kemudian langsung tertidur pulas kembali.
◆•••◆
Koridor kelas sepuluh IPA ramai sekali saat istirahat tiba. Pasalnya bukan karena jam istirahatnya, tetapi karena suatu kejadian dan orang yang ada dalam kejadian itu yang menarik semua masa untuk datang berbondong-bondong ke sana.
Semua sibuk memegang handphonenya untuk mereka dan memotret kejadian tersebut.
"Azkia Servia Rezaldi, would you be mine?" Eric mengeluarkan buket bunga penuh coklat dan keju. Salah satu tangan Eric menggenggam kedua tangan Azkia dengan erat dan menatap Azkia dengan penuh harap.
"Eric..." lirih Azkia.
"You will?"
Azkia menggeleng pelan. "Kita best friend forever dan best friend forever itu gak akan pernah jatuh cinta."
"Dan lo tahu kan gue sukanya sama siapa?"
"Bukannya maksud gue mau nyakitin perasaan lo, tapi gue juga lagi berjuang buat seseorang. Perasaan gue hanya untuk dia," lanjut Azkia.
"Anggara?" Eric tersenyum getir. Dia sudah tahu akan mendapatkan jawaban apa dari Azkia, tapi tidak salahnya dia mencoba dari pada dia memendam perasaannya. Itu akan lebih menyakitkan.
Azkia melepaskan genggaman tangannya dari Eric. "Gue tahu lo suka sama gue, tapi maaf gue gak bisa," jawab Azkia sekali lagi.
Anggara membelah kerumunan dan menarik Azkia keluar dari kerumunan itu. Anggara membawanya ke rooftop. Dia menyuruh Azkia untuk duduk. "Gue bilang gak usah masuk sekolah dulu!"
"Kamu ini tadi narik-narik keluar dari kerumunan dan di sini kamu malah marah-marah gak jelas," jawab Azkia.
"Kalau lo pingsan lagi gimana?"
Azkia langsung tertawa mendengar pertanyaan Anggara. "Hahaha, tapi aku sekarang gak apa-apa dan baik-baik aja. Aku itu cuma sehari doang kalau kayak gitu dan besoknya langsung kayak biasa lagi."
"Aneh."
"Kamu gak ada niatan nanya gitu?"
"Tanya apa?"
"Tanya tentang kemarin aku nungguin kamu sampai malam?"
"Gak."
"Kalau gitu aku yang nanya sama kamu," kata Azkia, "Kenapa kamu bolos? Apa karena kecewa karena gak dapat beasiswa itu? Apa karena yang lain?"
"Bukan urusan lo dih!"
Azkia mengerucutkan bibirnya. "Galak banget sih," celetuk Azkia.
"Azkia," panggil Aleo yang baru tiba di rooftop.