"Yang jauh hanya pijakan bukan perasaan cintaku
Yang berjarak hanya negara bukan rasaku padamu."
-Arnold Nando Rezaldi-
oOo
Sudah hampir seminggu Azkia melewatinya dengan sangat sulit karena dia harus bisa pintar-pintar membagi waktunya untuk belajar materi-materi sekolah dan belajar bernyanyi. Setiap pulang selepas ujian tengah semester Azkia selalu berlatih sendiri hingga petang tanpa ditemani Anggara. Jari-jari Azkia yang indah sekarang lecet semua akibat berlatih bermain gitar.
Semua itu Azkia lakukan demi mendapatkan nilai yang memenuhi nilai praktek bernyanyi sebelumnya. Sekarang Azkia masih menyendiri dan sahabat-sahabat Azkia juga memberi luang untuk Azkia menyendiri. Termasuk dengan Anggara selama ujian tengah semester berjalan. Dia tak pernah mengikuti Anggara lagi. Tapi Azkia tetap mengirimi Anggara sarapan dengan cara menaruhnya di kolong meja sebelum Anggara datang.
Hari ini adalah hari terakhir untuk ujian tengah semeste. Berarti hari ini adalah hari terakhir Azkia berlatih di ruangan musik sekolah. Tepat saat ujian, berakhir Azkia buru-buru pergi dari kelas untuk menuju ruang musik.
"Azkia semangat, sedikit lagi lo pasti bisa," ujar Azkia pada dirinya sendiri.
Benar Azkia sudah bisa. Sudah bisa dibagian bermain gitarnya saja, tapi dibagian bernyanyi suaranya masih sumbang. Azkia menaruh tasnya di atas piano dan mengambil gitar yang biasa dia gunakan saat latihan.
Petikan gitar Azkia terdengar merdu.
"E klos may yas en ay ken ken siiiiiiiiii iiiiiii." Suara melengking Azkia keluar. Azkia langsung mengambil nada tinggi bukannya rendah terlebih dahulu.
"Uhukk-uhukk." Azkia terbatuk. "Heran susah banget. Gimana sihhhh cara nyanyi yang bener tuh. Minimal gak buat telinga orang sakit."
"Minum dulu," orang itu menyerahkan satu botol air mineral untuk Azkia. "Kalau mau suara lancar dan gak terhambat banyak minum air putih."
Senyum Azkia terukir. Dia menerima air mineral tersebut. "Makasih Anggara. Tahu aja Kia lagi haus."
"Udah menyendirinya?"
Bukannya menjawab Azkia malah menampakkan deret gigih yang putih bersih.
"Jawab dih! Malah liatin gigi jelek lo, gue bukan dokter gigi!"
"Anggara kangen Kia yah?" Tanya Azkia sambil mengedipkan salah satu matanya.
"Males banget orang kayak lo dikangenin," jawab Anggara datar.
"Jahat banget kamu Ga!"
"Makanya jangan deket-deket sama gue. Kan gue jahat."
"Ganti deh jangan jahat," jawab Azkia.
Anggara melirik sinis. "Terus?!"
"Ngeselin banget kamu Ga!" Jawab Azkia. "Jahatnya diganti jadi ngeselin tuh."
"Kok lo bisa selucu dan selugu ini. Pengen gue cubit tuh pipi," batin Anggara.
Anggara melihat jari-jari Azkia yang merah dan lecet akibat terus berlatih bermain gitar. Anggara beralih pada tasnya. Dia mengambil barang yang selalu dibawanya kemana-mana. Kotak obat.
"Siniin tangan lo!" Perintah Anggara dengan nada yang belum bersahabat. "Dua-duanya."
Azkia menjulurkan kedua tangannya. "Mau dipakein cincin?" Tanya Azkia terlalu pede.
"Pede banget jadi orang."
Anggara membuka kotak obatnya dan dia mengambil obat merah. "Buat apa?" Tanya Azkia.
"Diem!"
Anggara meneteskan obat merah dengan rata ke seluruh jari tangan Azkia. Setelah itu Anggara meniupinya agar cepat kering. "Anggara jangan kayak gitu dong."
"Kenapa? Sakit?"
Azkia menggelengkan kepalanya. "Kia gugup banget kalau Anggara kayak gitu."
"Gak usah lebay!" Anggara kembali meniupi jari-jari Azkia.
"Ish kasar banget sih, tapi Kia masih gugup banget kalau Anggara kayak gini. Makin cinta," batin Azkia.
Setelah obat merahnya mengering Anggara langsung memelester kesepuluh jari tangan Azkia. "Pasti setiap abis latihan main gitar lo langsung motong-motong bahan masakan pakai pisau tajam lo itu, iya kan?"
"Hehehe, abisnya kan Bi Imah belum datang."
Tanpa sadar Anggara berucap demikian. "Jangan capek-capek," ujar Anggara sangat pelan.
Azkia tersenyum. Dia mendengar perkataan Anggara. "Hah apa? Tadi Anggara bilang apa? Kia kurang dengar."
"Eh, emang gue ngomong apa?"
"Samar-samar tadi Kia dengar Anggara bilang i love you ke Kia," jawab Azkia yang sangat jauh dari apa yang dikatakan Anggara barusan.
"Perasaan gue gak bilang kayak gitu," batin Anggara.
"Lo mau latihan lagi gak?" Tanya Anggara mengalihkan perhatian.
"Udah bisa," jawab Azkia dengan bangganya.
"Nyanyi?"
"Udah bisa," jawab Azkia lagi.
"Coba," tantang Anggara. "Tanpa gitar dulu."
Azkia berdiri dan menarik napasnya panjang-panjang kemudian menghembuskannya kembali. "Ekhem, cek suara cek suara cek suara. Satu dua tiga i love you Anggara."
"Lo mau nyanyi atau ngepantun?"
Azkia senyum-senyum lagi. "Mencintai kamu sepanjang masa."
"Ayo mulai nyanyi," perintah Anggara.
Azkia mulai mengeluarkan suaranya. "Eklos may yas en ay ken ken siiiiiiiiii iiiiiii."
"Berhenti!"
"Kenapa? Bagus kan? Iya kan?"
"Gak ada bagusnya sama sekali," jawab Anggara to the poin.
"Terus harus gimana?" Tanya Azkia.
Anggara malah menaikkan kedua bahunya.
◆••••◆
Hari senin ini adalah hari dimana kelas Azkia akan melakukan tes praktek di ruang musik. Termasuk Eric yang akan berangkat hari ini juga harus ikut praktek. Bedanya yang lain hanya praktek bernyanyi diiringi oleh instrumen piano yang dimainkan Bu Tania sementara Azkia harus melakukan keduanya karena nilai praktek bernyanyi sebelumnya sangat buruk.
Azkia berada di urutan terakhir untuk praktek. Semua orang sudah maju. Suara mereka semua tidak ada yang buruk. Azkia makin gelisah, tapi Eric, Eka dan Ruski memberinya semangat dari kursi penonton.
"Azkiaa semangat!! Lo terbaikkkkkk!" Seru Eka dari kursinya.
"Semangat boss kuuu!" Seru Ruski misuh-misuh.
"Lo pasti keren Kia," ujar Eric dengan suara yang sedikit keras.
Semua yang sekelas dengan Azkia tahu suara Azkia bagaimana. Mereka semua sudah bersiap-siap menyumpal kedua telinganya dengan kapas yang tebal karena mereka masih menghormati Azkia dengan tidak memakai headset yang memutar lagu lain.
"Di sini saya Azkia Servia Rezaldi dari kelas sepuluh IPA satu akan menyanyikan lagu yang berjudul A Million Dreams dengan iringan gitar yang akan saya mainkan."
"Selamat menyaksikan," lanjut Azkia.
Azkia duduk di tempat yang sudah disediakan.
"Azkia kamu pasti bisa," batin Azkia.
Azkia memetik gitarnya dan menghasilkan suara yang enak didengar. Dia memejamkan matanya agar tidak terlalu gelisah.
I close my eyes and i can see
A world that's waiting up for me
That i call my own
Eka tidak mendengar suara cempreng Azkia. Dia membuka kapas yang menyumpal di telinganya. "Buka-buka! Oke kok suaranya."
Through the dark, through the door
Through where no one's been before
But it feels like home
Awalnya hanya Eric dan Ruski yang membuka kapas yang menyumpal di telinganya atas perintah Eka dan kini semuanya ikut membuka kapas yang menyumpal di telinga masing-masing. Semuanya terhanyut oleh lagu yang dibawakan Azkia.
They can say, they can say
It all sounds crazy
They can say, they can say
I've lost my mind