Hari ini Sujatmiko mengirimkan surat kepada sekolah untuk mengeluarkan putranya. Sujatmiko datang sendiri mengantar surat pindahan itu, merasa ada yang janggal kepala sekolah memanggil Chiko untuk membicarakan ini bersama-sama.
Chiko tentu kaget dengan keputusan Sujatmiko yang sangat tiba-tiba. Chiko merasa kali ini Sujatmiko sudah melewati batas.
“Bapak, kenapa?” tanya Chiko dengan mata yang menajam.
“Sekolah di pesantren ini bagus Ko, kamu bisa fokus belajar agama dan bola. Kamu tau banyak dari santri disana yang dikirim untuk bergabung dengan timnas”.
“Saya tidak mau. Saya lahir, tinggal, dan tumbuh di kota ini. Saya tidak mau meninggalkan kota ini hanya karna Bapak. Semua-semua yang ada di hidup saya, itu semua keinginan Bapak. Bukan saya. Dan kali ini saya menolak”.
“Kenapa kamu menjadi seperti ini?! Apa karna perempuan it-”.
“Jangan bawa-bawa nama dia! Bapak yang salah, seharusnya Bapak yang tau kenapa saya seperti ini” ujar Chiko lalu keluar ruang kepala sekolah dengan penuh amarah.
“Maaf Pak, tapi saya rasa kalian perlu bicarakan ini baik-baik dirumah, sebelum saya menandatangai surat ini. Guru adalah orangtua bagi siswa ketika mereka di sekolah. Dan saat ini, kita masih diarea sekolah. Silahkan pintu keluar ada disebelah kanan” jelas kepala sekolah.