If You Know You Know

Tiwul
Chapter #8

8:Pengacara Perempuan.

Semalaman mereka berada dalam satu sel penjara. Sujatmiko masuk ke kantor dengan wajah yang cukup senang. Dia sampai di ruanganya lalu membaca berkas. Pekerjaanya hari ini terasa ringan setelah berhasil menjebloskan ke lima anak itu ke penjara. Suara pintu di ketuk, Sujatmiko membuka dan melihat bawahnya membawa seorang wanita cantik. Natasha seorang pengacara, anak seorang pengacara senior, Sadad Aruan.

“Selamat Pagi ada yang bisa saya bantu?”.

“Saya boleh masuk? Ada yang ingin saya bicarakan” katanya.

Sujatmiko mempersilakan Natasha untuk masuk ke ruanganya. Natasha duduk dikursi di depan meja kerja Sujatmiko. Sementara dia duduk dikursi kebesaranya.

“Bagaimana Bu Natasha?” tanya Sujatmiko.

“Darimana Anda tahu nama saya?”.

“Ayah Anda kan sering bawa Anda kemana-mana. Semua orang di negri ini pasti tahu siapa Anda”.

“Okey, itu tidak lagi penting. Saya datang sebagai pengacara ke lima anak yang Bapak tangkap, PAKSA, semalam”.

“Lalu?”.

“Saya ingin ke lima anak itu diberikan penangguhan tahanan sampai pengadilan selesai”.

“Urgensinya apa Bu Natasha?”.

“Mereka masih kecil. Mereka butuh dampingan psikologi, dan mereka masih tanggung jawab orangtua mereka”.

“Sayang sekali urgensi itu tidak tepat Bu, pertama beberapa dari mereka bukan lagi anak-anak. Dan yang kedua, tidak ada urgensi seperti sakit dan lain sebagainya. Mereka akan tetap ditahan”.

“Baik kalo begitu, saya ingin ketemu mereka semua. Hari ini di jam ini”.

“Silakan. Saya tidak melarang”.

Natahas bergegas pergi dari ruangan Sujatmiko. Begitu Natasha keluar ia langsung mengambil telpon dan menelpon polisi yang berjaga di area jenguk untuk mengawasi ke lima anak itu. Polisi yang berjaga mengiyakan permintaan Sujatmiko.

Natasha akhirnya bertemu dengan kelima anak itu, begitu terkejutnya dia melihat luka lebam di area wajah kelima anak itu. Dan sesuai perintah polisi yang membawa mereka mengawasi setiap gerak-gerik ke lima anak itu.

*****

Dua minggu berlalu, persidangan pertama digelar, sidang ini menghadirkan, pengacara terdakwa dan terdakwa. Sidang ini di hadiri juga oleh Sujatmiko dan Arini. Begitu emosinya Arini saat melihat ke lima terdakwa pelaku pembunuhan adiknya, jika tidak ada Sujatmiko mungkin Arini sudah melukai kelima korban. Hakim membacakan berita acara dan perkara sebelum mendengar pernyataan kedua belah pihak.

Masa Sekarang.

Sujatmiko kembali menenggak gelas kopinya yang kosong. Keringatnya mulai bercucuran, Bambang dengan sadar merogoh kantong bagian dalam jaketnya lalu mengeluarkan saputangan.

“Diluar masih hujan kenapa Bapak keringatan seperti ini?‍”.

“Jawab saya kenapa perempuan itu berkaitan dengan Bapak Wibowo?!”.

“Dari namanya saja sudah terlihat Pak. Dia adalah putri dari Bapak Wibowo”.

“Tidak mungkin. Pak Wibowo hanya punya satu anak, putra. Bukan perempuan”.

“Pak, seorang yang penting seperti Wibowo pasti akan menyembunyikan hal-hal penting. Karna dia buka artis, apalagi pejabat biasa. Dia mantan ketua pasukan khusus, tidak mungkin dia sembarangan menyebarkan silsilah keluarga”.

“Anda pasti menjebak saya kan?!” emosi Sujatmiko semakin memuncak.

“Untuk apa saya menjebak Anda? Naik jabatan? Pak, saya sudah hampir pensiun mana mungkin saya mengejar jabatan”.

“Anda pasti sedang memanipulasi saya”.

“Saya bukan polisi seperti Anda. Sujatmiko. Saya bukan polisi yang tergila-gila akan kekuasaanan dan power seperti Anda. Karna saya bukan Anda, saya tidak akan menaruh posisi saya sama rendahnya dengan Anda”.

“Kurang ajar!” Sujatmiko berdiri untuk menyerang Bambang.

Dengan keahilan bela dirinya Bambang mampu menangkis serangan dan membawa Sujatmiko dalam kuncinyan. Bambang memberi sedikit pelajaran dengan membuat Sujatmiko pingsan. Setelah tergeletak dilantai.

Bambang membuka pintu dan meminta bantuan pada polisi lain untuk membawa Sujatmiko ke dalam selnya. Bambang sendiri berjalan ke arah lain untuk pulang kerumah. Saat berjalan Bambang melakukan peregangan setelah mengeluarkan jurus beladirinya tadi.

“Ahh sial. Ototku ketarik, butuh tukang urut ini”.

***** 

Pagi ini Sujatmiko terbangun dilantai, ruangan dengan sedikit ventilasi udara itu membuat Sujatmiko sesak napas. Dia masih belum bisa mengkontrol emosinya, dia menggedor pintu sel minta untuk dibuka. Namun selama apapun dia berteriak minta dibuka tidak ada satu orangpun yang datang untuk membukanya. Sujatmiko terduduk dipojok ruangan, air matanya menetes, tangisanya pecah sekarang. Dia baru sadar selama ini bukan hanya kehilangan Chiko tapi juga keluarganya. Tangisan Sujatmiko semakin keras saat ia mengingat istrinya.

*****

6 tahun lalu.

Lihat selengkapnya