If You Were Him

Farahiah Almas Madarina
Chapter #10

SEPULUH

Jakarta, 3 tahun kemudian…

Sebuah vespa putih berhenti tepat di depan kafe Love Story. Sang pengendara vespa melepaskan kacamata hitamnya, kemudian tersenyum melihat pantulan seorang cewek yang sangat dikenalnya sedang duduk menghadap jalanan di seberangnya. Dengan hati berdebar-debar, sang pengendara vespa segera melangkahkan kakinya menuju kafe itu.

Sementara itu, di dalam kafe hanya ada satu orang pengunjung. Pengunjung itu adalah pengunjung setia yang selalu menghabiskan waktunya untuk membaca buku di salah satu spot favoritnya, yaitu meja yang langsung menghadap ke jalan utama dengan kaca tembus pandang sebagai pemisahnya. Kali ini dia sedang membaca sebuah novel yang baru saja dibelinya. Novel itu menceritakan kisah tentang dua orang yang saling mencintai, namun tidak bisa bersatu karena suatu hal yang masih dirahasiakan.

Di dalam hidup ini, tidak semua harapan bisa terwujud. Terkadang, kita harus mengikhlaskan hal yang paling kita cintai untuk bisa mendapatkan kebahagiaan yang sejati. Mengikhlaskan bukan berarti melepaskan, namun membiarkan takdir berjalan sesuai dengan kehendak Tuhan.

“Cokelat panasnya, Mbak Mikan.”

Pengunjung itu mendongak dan tersenyum pada sang pramusaji. “Makasih ya, Tom,” katanya. Dia menutup bukunya sejenak, kemudian memperhatikan kepulan asap yang keluar dari cangkir kopinya.

Tiga tahun telah berlalu sejak takdir mempertemukan Mikan dengan teman masa kecilnya. Siapa sangka takdir masih bisa membawanya ke tempat ini setelah peristiwa-peristiwa tak terduga berulang kali meluluhlantahkan perasaannya. Kenyataan bahwa Rizal dan Ren merupakan orang yang sama benar-benar membawa perubahan besar dalam hidup Mikan. Kejadian demi kejadian telah membuka matanya untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa dan tetap tegar. Insiden yang menimpa Ren tidak lantas membuat Mikan membenci Oji, pun ketika Mikan harus menerima fakta bahwa Ren amnesia terhadap memori masa kecilnya. Dia tidak mungkin menyalahkan takdir, bukan?

Mikan mengerti, sekalipun seandainya Ren bukanlah Rizal, dia juga tidak tahu apakah takdir akan tetap mempertemukannya dengan Rizal. Mikan tidak akan berharap lebih, dia hanya bisa berdoa untuk kesehatan dan kebahagiaan sahabatnya itu di tempat tinggalnya yang baru. Mikan juga sudah mendengar semua cerita dan gosip tentang Oji. Sahabat terbaik Ren itu ternyata selama ini memendam kecemburuannya pada Ren karena cowok itu selalu mendapatkan apa yang dia inginkan. Mikan pun turut merasa bersalah, dirinya tidak pernah bermaksud menjadi salah satu sumber kecemburuan Oji pada Ren.

Kendati demikian, semua masalah itu telah diselesaikan secara kekeluargaan. Oji telah menerima ganjaran atas perbuatannya. Dia hampir saja di-drop out dari sekolah karena Papa Ren selaku salah satu penyumbang terbesar di sekolah itu merasa tidak terima dengan kasus penganiayaan Ren. Namun karena kebaikan hati Ren yang memohon keringanan hukuman pada papanya, Oji akhirnya hanya dikenai skorsing selama satu bulan dan tetap bisa mengikuti Ujian Nasional. Bahkan setelah lulus pun, dia masih bisa melanjutkan studinya ke jenjang perguruan tinggi.

Mikan menyesap cokelat panasnya sambil menerawang ke jalanan yang mulai ramai. Sejak ditinggal pergi Ren, cewek itu jadi rutin mengunjungi Kafe Love Story untuk mengobati kerinduannya. Terkadang Dea dan Raffa ikut menemaninya, namun karena jadwal kesibukan kuliah mereka berbeda, Mikan lebih sering menghabiskan waktunya sendirian.

Sama halnya dengan dua sahabat sejolinya, Tania dan Saka. Sekalipun sudah resmi berpacaran dan berkuliah di universitas yang sama, mereka bertiga jarang bertemu karena memiliki kesibukan yang berbeda. Jarak kota yang sangat jauh juga menjadi penghalang bagi Mikan untuk bisa menemui kedua sahabatnya itu kapanpun dia mau. Mikan berkuliah di Jakarta, sementara Tania dan Saka di Yogyakarta.

Mikan meletakkan cangkirnya dengan pertanyaan bercabang yang tidak kunjung terjawab. Kira-kira bagaimana ya keadaan Ren sekarang? Apakah proses penyembuhannya berhasil? Sejujurnya Mikan sangat mengkhawatirkan kondisi cowok itu sejak dokter menegakkan diagnosis yang cukup serius tentang efek samping yang terjadi pada cedera kepala Ren. Menurut dokter, adanya trauma otak di masa lalu bisa memperlambat proses penyembuhan cedera Ren. Oleh karena itu, untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan terburuk karena penanganan yang kurang maksimal, dokter merujuk Ren kembali ke rumah sakit lamanya di Penang. Di Penang, dia bisa ditangani oleh dokter spesialis saraf yang juga pernah menanganinya saat kecil.

“Sendirian aja, Bu?”

Mikan mengerutkan keningnya kesal. “Kok Bu, sih?” Dia menyentakkan kursi putarnya ke asal suara dan terenyak. “Ren?!”

Lihat selengkapnya