Ijabah

Arumdalu
Chapter #6

Kandidat

Rumput depan rumah sekarang cepat sekali tumbuhnya, Aya merasa dalam waktu dekat ini dia sudah mencabut rumput yang menjadi kompetitor bunga-bunganya menyerap unsur hara dan mineral. Mungkin karna saat ini sudah pergantian musim ke penghujan, jadi rumput-rumput liar ini sangat cepat tumbuh dibanding musim sebelumnya. Pukul delapan pagi Aya berjongkok untuk mencabuti tanaman liar dan merapikan tamannya. Hari ini adalah hari pertama liburan semester gasal, namun untuk siswa kelas tiga SMA seperti Aya ... liburan semester bukan berarti beristirahat total dari buku-buku pelajaran. Kelompok belajarnya masih tetap berjalan bahkan mereka memutuskan untuk menambah durasi belajar.

“Jangan kecapekan ya Nak ... buat istirahat juga itu badannya,” ucap Ibu Aya yang akan berangkat mengajar di tempat kursus menjahit.

“Iya Ma ... ini kan sekalian berjemur pagi bagus buat badan.” Aya terus mencabuti rumput di depannya.

“Itu lauk sama sayur Mama masukin kotak makan ya, lagi banyak semut soalnya. Nanti kalau adekmu udah pulang lari pagi tolong dikasih tau,”

“Oke Maa ... oiya Ma. Itu Aya mau minta tolong buat beliin buku latihan soal Ujian Sekolah sama Ujian Nasional, mau buat belajar,”

“O ya nanti Mama mampir ke toko buku pas pulang, bukunya yang cetakan penerbit mana?”

“Nanti Aya kirim gambarnya ke WA,”

“Ada lagi nggak yang mau dibeli?”

“Sama buku persiapan SBMPTN kayaknya Ma,”

“Lho kamu ikut SNMPTN kan?”

“Iya Ma ... tapi buat jaga-jaga semisal nggak lolos, Aya udah belajar materi sama soal-soal SBM,”

“O ya nanti Mama beliin juga, semoga aja lolos nanti SNM-nya,”

“Aamiin, makasih ya Ma,”

“Mama berangkat dulu ya,”

“Hati-hati Ma,”

“Assalamualaikum,”

“Waalaikumusalam,”

Merasa cukup bosan Aya melepaskan sarung tangan kebun yang dia pakai dan masuk sebentar ke rumah untuk mengambil earphone wirelessnya. Aya memasang earphone hitam itu dan menyalakan bluetooth pada ponselnya. Mencoba mencari sesuatu untuk di dengar dari youtube, biasanya dia akan menyetel muratal, podcast atau kajian untuk menemani dirinya beraktivitas.

“Assalamualaikum.” Hasan memasuki pagar rumah dengan badan yang cukup berkeringat.

“Waalaikumussalam, lari paginya sampai mana Dek? Tumben sampai jam segini,” tanya Aya.

“Cuma muter deket-deket Mbak, tapi tadi diajak main bola dulu ke lapangan,”

“Cuci tangan sama kaki terus makan, itu lauk sama sayur ada di kotak makan biru-oren. Kalau udah adem badannya baru mandi,”

“Siiaap bos! Mama udah berangkat ya?”

“Udah tadi,”

Aya kembali keluar untuk melanjutkan kegiatannya tadi. Dua jam Aya membersihkan halamannya, tanah halaman itu kini tampak coklat segar ... tidak ada rumput-rumput liar di atasnya. Pot-pot bunga di luar pagar juga ditata ulang menjadi lebih rapi, daun-daun serta beberapa tangkai bunga juga Aya potong agar tamannya lebih tertata. Aya mencuci bersih tangannya lalu mengambil sebuah keranjang kecil, dipetiknya bunga-bunga rosella yang sudah tua untuk nanti dia olah bersama Ibunya. Tiba-tiba podcast yang terputar melalui earphone ditelinganya itu berhenti, berganti dengan nada dering yang cukup memekakkan telinga. Aya mengambil ponsel yang dia letakan di jendela, ternyata itu telefon dari Dimas.

“Halo? Assalamualaikum. ucap suara dari telepon tersebut.

“Waalaikumussalam, iya gimana Dim?” jawab Aya.

"Buka grup chat ya.” Dimas sedikit berteriak, selain suaranya ... terdengar suara lain yaitu musik dangdut yang cukup kencang. Suara Dimas sedikit tenggelam oleh musik itu, mungkin karena hal tersebut Dimas sedikit berteriak saat menelefon Aya.

“Oh oke-oke, bentar kubuka,”

“Aku tutup ya teleponnya.” Setelah kalimat itu terucap, telefon via whatsapp ditutup sepihak oleh Dimas.

Aya duduk di lantai teras depan rumah, jemarinya menari mencari aplikasi chat berwarna hijau. Ternyata banyak chat sudah menumpuk di grup belajarnya.

Tetanggaku nikahan ... sumpah dah ini berisik banget musiknya. Maap banget, kayaknya nggak bisa deh belajar kelompok di rumahku. Aku juga baru tau kalau samping rumah persis mau ada hajat.

Pesan itu dikirim oleh Dimas, Aya melanjutkan membaca pesan di bawahnya.

Jadinya mau di rumah siapa ini?

Mau dikocok apa gimana ini kertas gulungan nama?

Rumahku lagi banyak debu ini, lagi bongkar plafon.

Di rumah Aya bisa nggak ya?

Ay! Ayaaaa

Praya Arumi Semestaaaa muncullah kau.

Aya langsung mengetik pesan ke grup chat itu.

Duh ... sory banget, aku abis beresin taneman jadi nggak tau kalo grup rame.

Bisa kok di sini, mau jam berapa?

Dia menunggu balasan dari teman-temannya.

Kumpul jam 2 di rumah Aya gimana?

Oke sih, jam dua aku bisa.

Aku juga bisa.

Bisa semua kan jam 2?

@April @Bagas @Sofyan kalian bisa nggak?

Bisa kok.

Bisa-bisa ....

Bisaaa, ngikut aja kalau aku sih jam berapa pun.

Aya membaca rentetan balasan dari teman-temannya. Dia membawa masuk rosella yang sudah dia petik, lalu segera masuk ke dalam rumah. Satu notifikasi whatsapp masuk kembali ke ponselnya.

Jam 2 aku meluncur ya Ay ... jangan lupa siap in karpet merah sama singgasana.

Pesan itu dari sahabatnya, Kaila ... Aya buru-buru mengetik sesuatu untuk membalas pesan tersebut namun segera menghapusnya dan memutuskan untuk mengirim sebuah stiker meme.

Ponsel itu dia simpan lagi ke dalam saku, Aya langsung mengambil sapu dan dengan cepat membersihkan ruang tamu. Menggeser sofa yang cukup berat, Dia ingin meminta bantuan Adekya namun sepertinya anak itu tidak akan kuat dan malah memperlama pekerjaan. Dengan cukup kesulitan, Aya memojokkan semua sofa dan juga meja. Kembali menyapu sisa-sisa debu serta mengepel lantai ruang tamu itu. Aya pergi keluar lalu merenggangkan rangka jemuran baju. Diambilnya karpet dari dalam rumah yang kemudian dia taruh di rangka itu seperti sedang di jemur. Aya kembali masuk ke dalam rumah dan kembali keluar dengan sebuah alat vacum cleaner tanpa kabel, dia membersihkan dua sisi karpet, setelah memastikan tidak ada debu yang tersisa ... Aya membawa karpetnya ke ruang tamu lalu menggelarnya di lantai.

“Aduh ... kayaknya nggak banyak cemilan di rumah,” monolog Aya.

Lihat selengkapnya