Aya sedang berkumpul bersama anggota kelompok belajarnya, mereka baru saja selesai melaksanakan Ujian Nasional mata pelajaran terakhir. Isi kepala mereka serasa lepas dan menjadi lebih ringan.
“Akhirnya selesai juga ya, aaaargh lega bangeeet,” teriak Dimas.
“Akhirnya besok udah nggak ngarsir lembar jawab lagi, tanganku pegel banget, kotak nama keisi full cuy,” ucap Sofyan.
“Emang nama lengkapmu siapa deh?” tanya Kaila.
“Sofyan Permana Lesmana Putra, mantep nggak tuh ngarsir kolom namanya,” keluh Sofyan.
“Dua minggu lagi pengumuman SNMPTN ya, di kelompok kita cuma Aya sama Bagas ya yang daftar jalur itu?” ucap April.
“Iya cuma mereka berdua, Aya ... kamu mau nerusin ke mana?” tanya Dimas.
“In Sha Allah ke UIN Syarif Hidayatullah sama Kaila, kalau kalian ke mana?” tanya Aya balik.
“Aku yang deket aja, mau ke UNY,” jawab Bagas.
“Kalo aku sih ke UMM,” jawab April.
“Malang apa Magelang?” tanya Kaila.
“Muhammadiyah Malang,”
“Kamu ke mana Yub?” tanya Bagas.
“Aku coba ke UGM sih, ikut SBM ... kalau nggak lolos ya ikut utul kalau masih nggak lolos pilihanku ke Ahmad Dahlan,” jawabnya.
“Kalo aku pengen masuk ISI, tapi ortu masih belum setuju. Cuma mau nekat aja deh daftar ke situ,” ucap Dimas.
“Aku mau ke Semarang Undip, tapi punya opsi kedua juga sih ... ke UNY,” ucap Sofyan.
“Kalau kamu mau ke mana Nan?” tanya Aya.
“Ke UIN Sunan Gunung Djati Bandung,” jawab Adnan.
“Kamu kenapa nggak ikut SNMPTN deh? Nilaimu pasti cukup kan?” tanya Bagas.
“Fakultas yang kupilih nggak buka pendaftaran jalur SNM, makanya jadi ikut SBM,” ucap Adnan.
“Emang kamu mau masuk apa?” tanya April penasaran.
“Fakultas Ushuluddin, prodi Ilmu Al Quran dan tafsir,”
“Lho ... sama kaya Aya, dia juga ambil itu di UIN,” ujar Kaila.
“Oh kamu juga ambil Al Quran dan tafsir?” tanya Adnan.
“Iya ....” jawab Aya singkat.
“Kalau kamu ambil apa Kai? Sama juga kaya Aya?” tanya Adnan.
“Nggaaak, meledak otakku kalau ambil itu. Aku ambil Manajemen,” jawabnya.
“Abahmu ngebolehin kamu kuliah jauh ya,” ucap Sofyan.
“Ya boleh-boleh aja, soalnya sama mondok juga,” ucap Adnan.
“Oalah pantes,” sahut Ayub.
“Aku sama Aya juga sambil mondok lho,” celetuk Kaila tanpa ditanya.
“Bentar-bentar ... kalau Aya sih kedengarannya wajar ya, tapi beneran kamu mondok juga?” ucap Ayub.
“Yeeee beneran ya, mau dijadiin Ustadzah kayaknya sama Ibuku, makanya disuruh mondok,”
“Hahahaha Kaila hijrah era,” seru April.
“Aku ngiranya kamu malah bakal kuliah di Jogja sambil tetep lanjut ngaji di Al Falah,” ucap Adnan kepada Aya.
“Enggak, aku dari awal masuk SMA emang udah pengen kuliah di UIN Jakarta, ini dapet pesantren juga dari rekomendasi Ustadzah Aisyah,”
“Ustadzah Aisyah Al Falah?”
“Iya, yang ngajar fikih wanita,”
Obrolan mereka terus berlanjut, mereka ingin menghabiskan waktu bersama sebelum akhirnya berpisah. Kegiatan kelompok belajar selama hampir satu tahun ini membentuk bonding yang cukup kuat di antara mereka. Aya memandang Adnan sebentar, masa SMA sudah akan berakhir dan ternyata dirinya masih saja tertarik dengan remaja di depannya ini. Sempat terbesit ingin mengutarakan apa yang dia rasakan, namun pikiran itu segera Aya buang jauh-jauh.
Di hari-hari setelah UN, anak-anak kelas dua belas tetap masuk sekolah walaupun sudah tidak ada pembelajaran lagi. Biasanya akan ada kunjungan mahasiswa dari Universitas yang akan melakukan sosialisasi di sekolah mereka.
Hingga 13 hari berlalu, tibalah hari yang ditunggu-tunggu oleh Aya yaitu pengumuman SNMPTN. Aya sedang berkumpul di ruang tamu bersama dengan Mama, Adek, Nenek, Kakek dan juga Kaila.
“Aya ... pake ini,” ucap Ibunya sambil menyerahkan sebuah jas almamater.
“Ini almamater UIN? Punya siapa Ma?”
“Ini almamater Ayah dulu,”
Seketika air mata berkumpul di pelupuk mata Aya, dia memakai almamater tersebut. Suasana sedikit berbeda, seolah Ayahnya turut hadir di sini. Aya menghitung mundur, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Matanya fokus menatap laptop, tangannya sedikit gemetar memegang mouse. Dan saat waktu pengumuman tiba ... klik.
“ALHAMDULILLAH YA ALLAH.” Aya langsung sujud syukur setelah melihat pengumuman bahwa dirinya lolos, dia menangis terharu.
Semua orang yang berada di ruangan tersebut langsung memeluk Aya, Hasan yang sejujurnya tidak terlalu mengerti situasi ini pun ikut memeluk Kakaknya.
“Selamat ya sayang,” ucap Ibu Aya dengan tangis harunya.
“Selamat ya bestie ... jangan lupa doain aku lolos SBM lho,”
“Berarti daftar ulangnya tanggal berapa Nduk?” tanya Kakek Aya.
“Daftar ulang tanggal 16, bareng sama SBM,” jawab Aya.
“Berarti kita berangkat ke sana bareng sama Kaila sekalian ya?”
“Iya Ma, sama kayaknya kita bakal nginep juga. Soalnya abis Aya daftar ulang, Kaila harus nyelesein tahapan tes, terus kita mau lihat pesantrennya juga kan?” ujar Aya.
“Iya ... sekalian tanya-tanya soal pendaftaran dan lain-lain,”
Aya benar-benar bernafas lega, ikatan kuat di pikirannya kini terasa benar-benar terurai. Kali ini dia akan fokus mendoakan sahabatnya itu agar mereka bisa berkuliah sama-sama.
Tanggal 10 pagi hari, Ibu Aya sedang merapikan sebuah kebaya berwarna abu-abu muda. Kebaya itu dimasukkan ke mobil taxi online yang baru saja Aya pesan.
“Ayaaa, udah siap belum sayang?” teriak Ibu Aya.
“Udah Maaa,” jawab Aya yang baru saja keluar dari rumah.