Ijabah

Arumdalu
Chapter #14

Melepas Sesak

Tidak mudah bagi Aya menjalani semuanya setelah kejadian itu. Namun seperti pesan Ustadzah Fatimah serta Ibunya, Aya tidak boleh sedih berlarut-larut. Waktu itu, saat Aya dan Kaila sampai di pesantren, penghuni kamar firdaus langsung memeluk Aya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Mereka hanya ingin membubuhi Aya dengan pelukan ... Kaila yang memberitahu teman-teman kamarnya tentang alasan pulangnya mereka berdua secara mendadak.

Kini Aya disibukkan dengan kegiatan KKN yang sudah berjalan selama satu bulan. Kegiatan KKN ini cukup mendistraksi Aya dari rasa sedih yang sebelumnya menggelayuti. Sayangnya, Aya tidak satu kelompok dengan Kaila.

Drrrt dddrrrrt

“Assalamualaikum, ya kenapa Oki?” ucap Kaila sambil menempelkan ponsel ke telinganya.

“Kak aku barusan kirim laporan sama update-an soal renovasi gazebo ya ... terus ini rencananya mau beli almari buat penyimpanan buku,” ucap Oki.

“Oh iya Ki ... makasih ya ... nanti aku kirim laporannya ke Ummi Fatimah,” jawab Aya.

Aya mengecek pesan masuk pada akun emailnya. Dia membuka pesan tersebut dan mengunduh dokumen yang terlampir. Ini adalah laporan penggunaan dana dari Ummi dan Abi yang diatasnamakan Adnan. Dan sama seperti yang diucapkan Ustadzah Fatimah saat itu, Aya masih berhubungan baik dengan keluarga Adnan. Dana yang diamanahkan kepada komunitas Binar Aksara pun dikelola dengan sangat baik, dibagi secara adil untuk kebutuhan kegiatan mengajar di sembilan titik pemukiman kumuh. Untuk di pemukiman tempat Aya mengajar, dana tersebut digunakan untuk merenovasi gazebo yang memang sudah dalam kondisi buruk dan juga untuk beberapa keperluan lain. Aya terus update perkembangan renovasi tersebut kepada Ummi dan Abi, tidak lupa transparansi dananya. Ummi dan Abi sangat senang dana tersebut dialokasikan semestinya, bahkan Abi punya rencana untuk menambah donasi lagi karena melihat semangat anak-anak saat belajar melalui video yang Aya kirim. Aya sendiri sudah tidak bisa aktif seperti dulu, selain karna kegiatan KKN ... Aya juga mulai memikirkan proposal skripsinya, dia mengusahakan agar bisa mengajukan di awal semester tujuh nanti.

Bulan demi bulan Aya lewati dengan lancar. Selesainya program KKN menimbulkan satu kelegaan untuk Aya. Dia kembali ke pesantrennya setelah tiga bulan ditinggalkan. Untuk Kaila, dia sudah kembali ke pesantren satu hari sebelumnya.

“SELAMAT DATANG AYA ... SELAMAT DATANG AYA, SELAMAT DATANG KAMI UCAPKAN.” Kaila bernyanyi heboh.

“Gimana Ay perpisahan KKN-nya? Nangis berapa ember? Sampai sembab banget gitu matanya,” ledek Aya.

Aya hanya mendengus lalu merebahkan badannya di atas kasur.

“Nggak mandi dulu Ay?”

“Tadi udah mandi kok, pas jalan pulang ... kita mampir dulu ke rumah temen satu KKN,”

“Aaaaaargh,” tiba-tiba Kaila berteriak namun diredam menggunakan bantal.

“Kenapa lagi ini anak,”

“Kamu tau nggak sih Ay ... aku tu stres banget selama KKN. Kelompok KKN ku itu bener-bener nggak seru. Mana pake ada drama cinlok, cinta segitiga lagi ... Aaaarrrrgggh bikin susah deh pokoknya. Drama musuhan, diem-dieman, coba kalau aku masuk ke kelompokmu. Nggak bakal sestres ini aku,” keluh Kaila.

“Lah ... kok nggak pernah cerita.” Aya menegakkan badannya menitikkan fokus ke cerita Kaila.

“Nggak sempet mau curhat-curhat ... tiap hari itu adaaa aja masalahnya. Kelompokmu beneran nggak ada drama?”

“Alhamdulillahnya nggak ada sih, ya paling cuma ada masalah-masalah ringan doang ... soal perbedaan pendapat gitu,”

“Laporan KKN-mu lancar dong?”

“Alhamdulillah ini udah masuk pertengahan lah,”

“HAH? AY ... KENAPA NGEBUT BANGET SIH,”

“Ay ... kalau kamu lulus duluan gimana? Pokoknya kalau lulus duluan tungguin aku ya, kamu ngedekem dulu di sini sampai aku nyusul lulus,”

“Lah ... kok malah jadi pesimis ... kami harusnya yakin dong bisa lulus tepat waktu,”

“Huaaa hayati lelah,”

Lihat selengkapnya