Ustadz Rahman dan anaknya sedang memantau pembangunan sepetak ruangan 5×4 meter. Itu adalah calon ruang perlik. Dua minggu yang lalu, sang donatur mendengarkan rencana pembangunan perpustakaan cilik yang disampaikan langsung oleh Aya dan juga Ustadz Faiq. Sang donatur sangat setuju dan malah menambahkan nominal uangnya menjadi 350 juta.
Setelah itu Ustadz Rahman bersama Ustadz Fahmi mendatangi kantor kepala desa untuk menyampaikan rencana mereka. Syukurnya, rencana itu mendapat sambutan dan dukungan baik. Setelah terjadinya diskusi dan kesepakatan ... pembangunan ini dimulai. Ada beberapa warga yang turut membantu dengan tenaganya. Setelah dua setengah bulan akhirnya bangunan perpustakaan itu sudah jadi. Bagian luar diberi teras beratap yang cukup luas dan nantinya akan diberi beberapa tempat duduk untuk anak-anak bersantai sambil membaca buku.
“Untuk tembok bagian luar, sepertinya bagus jika diberi gambar-gambar yang menarik perhatian anak-anak. Bagian dalam juga bisa diberi gambar,” usul Aya.
“TK yang dekat pertigaan itu lukisan di temboknya bagus, mungkin kita coba ke sana dan tanya seniman yang mereka pakai jasanya itu siapa,” ucap Ustadzah Salma.
Ustadzah Salma, Ustadz Fahmi, Ustadz Faiq dan Aya sedang duduk bersama di serambi perpustakaan itu sambil menstempel buku dengan stempel logo perlik tidak lupa buku-buku itu mereka sampul dengan sampuk plastik agar lebih awet.
“Sudah semua ya ... ayo kita tata,”
Mereka menata buku-buku itu dengan rapi. Beberapa hari selanjunya Ustadz Fahmi membawa seorang seniman untuk melukis tembok bagian luar. Benar saja, setelah penampilan perpustakaan itu semakin menarik, beberapa anak mulai berdatangan dan penasaran bangunan apakah itu.
Minggu pagi, Aya dan Kaila berjalan menuju perpustakaan cilik untuk melihat apakah banyak pengunjung atau tidak. Sesampainya di depan perlik, Aya berdiri diam memperhatikan apa yang menjadi fokusnya saat itu.
“Harimau itu menjadi sombong ... dia merasa tidak ada hewan yang lebih kuat dari dirinya. Sampai suatu hariiiiii,” Ustadz Faiq terdiam saat sadar bahwa ada dua pasang mata lain yang memperhatikannya.
“Eh Ustadzah Aya ... sudah daritadi?”
“Assalamualaikum ... ini baru saja sampai kok ... Ustadz Faiq sendirian jaga perlik?”
“Waalaikumussalam, ada Ustadz Fahmi di dalam,”
“Eh Ustadzah Aya,”
“Assalamualaikum.” Aya mendudukkan dirinya berama anak-anak kecil yang sedang membolak balik lembaran buku.
“Waalaikumussalam,”
“Alhamduliah rame ya perpustakaannya,”
“Iya ... semoga rame terus kedepannya,”
“Aamiin,”