Ik Hou van Jou

Donny Setiawan
Chapter #1

Bab Satu

Playlist musik 'Ik Hou van Jou' dapat diputar melalui Soundtrack 'Ik Hou van Jou' - Wattpad.

BAB SATU

HOUSNI BERLARI melewati lapangan dengan kaki-kakinya yang panjang menuju kelas. Saat itu ia terlambat masuk kelas bahasa Arab. Ia berharap semoga saja Pak Sofyan masih berada dalam perjalanan menuju kelas.

Pak Sofyan adalah guru bahasa Arabnya. Ia dikenal karena kegalakannya. Pernah suatu ketika, ia melempar sepatu miliknya ke wajah murid. Meski begitu, Pak Sofyan orangnya menyayangi murid-murid, asal murid itu tidak berkelakuan buruk.

Ketika sampai di depan kelas, syukurlah Housni datang lebih awal daripada Pak Sofyan. Ia duduk di kursinya yang paling belakang. Ketika ia duduk, tak lama Pak Sofyan masuk memberi salam dan disambut dengan salam oleh seisi kelas.

"Kayf haluk?" Seisi kelas hening. "madha taealamna alasbue almadi?" kelas semakin hening. Kemudian pak Sofyan menaruh bukunya di meja dan berkata: "Minggu lalu kita belajar apa?"

Sontak seisi kelas kompak menjawab: "Bilangan, pak!"

Kadang memang Pak Sofyan berbicara dalam bahasa Arab yang tak diketahui artinya oleh murid-muridnya. Dan itu cukup menjadi bahan humor bagi Housni apalagi ketika ia sedang tak punya tugas-tugas untuk dikerjakan. Ia kerap melagakan tindak Pak Sofyan di depan teman-temannya di asrama.

Setelah kelas selesai, Housni dan teman-temannya berniat mengunjungi perpustakaan. Fariz menyarankan untuk pulang ke asrama, namun Fatih tak setuju dengan usulan tersebut.

"Sampai kapan kau begini? Takut dengan aturan?" kata Fatih. Fariz tak membela, bahkan ia tak bergeming sekali pun.

Housni, Fatih, Azmi, dan Fariz pada akhirnya masuk perpustakaan tanpa izin dari guru pengawas mereka. Ini merupakan benar-benar pelanggaran aturan yang dibuat oleh mereka. Karena kelas sudah berakhir, keadaan perpustakaan kosong tanpa orang.

"Kenapa kita ke perpustakaan?" tanya Fariz.

"Jelaslah kita akan membaca buku," jawab Housni. "Kau suka buku apa?"

"Aku tak begitu suka membaca, Hus," balas Fariz.

"Lalu kenapa kau ikut dengan kami?" tanya Fatih.

"Tak punya pilihan,"

Mereka mulai mencari-cari buku mana yang mereka sukai. Housni ke rak buku fiksi. Fatih ke rak sejarah. Azmi ke rak buku pelajaran. Sementara Fariz hanya melihat-lihat rak-rak yang dipenuhi buku-buku.

"Kepalaku pusing," kata Fariz.

"Astaga. Hanya membaca judul-judulnya saja kau pusing, Riz," sindir Fatih.

"Kalau kau mau pulang ke asrama, pulang saja. Kami tidak keberatan, kok," kata Housni.

"Ya, benar. Pulang saja. Tahu pintu keluarnya, kan?" sambung Azmi.

Fariz nampak kecewa. Dalam situasi begini, ia bukannya mendapat pembelaan justru sebaliknya. Ia dipermalukan.

"Lihat ini. Buku pelajaran bahasa Inggris," kata Azmi menunjuk buku-buku yang masih bergeletakan di lantai. Housni dan Fatih penasaran bahkan Fariz pun juga.

"Mana sini, aku mau lihat," kata Fatih. "Wah, gambar perempuan, ya," Fatih dan Housni tak bergeming melihat pemandangan yang menyegarkan mata mereka. Gambar yang tertera di buku itu adalah perempuan berusia 20-an, dengan baju lengan pendek dan celana jeans ketat serta rambutĀ blonde-nya terurai sampai bahu.

Housni tak berkedip. Azmi terus-terusan memuja kecantikan paras perempuan itu. Fatih membuka penutup gambar lagi.

"Ini bukan apa-apa. Hanya gambar perempuan biasa," katanya kecewa.

Tiba-tiba terdengar bunyi sepatu berjalan di luar ruangan. Mereka semua panik dan sibuk mencari tempat sembunyi. Fariz lebih-lebih takut dan gemetaran.

*

Suatu sore di asrama, Housni dan Fatih asik membaca al-quran. Sampai tiba-tiba muncul Azmi dan Fariz masuk ke kamar mereka.

"Astaga, mau dengar kisah mengenai Pak Adri tidak?" tanya Azmi. Housni termangu mendengar ini. Ia kemudian menutup Al-Qurannya, dan menaruhnya di rak buku miliknya.

"Kau mau bicara apa?" tanya Housni.

"Berbicara mengenai jawaban mengapa Pak Adri tak mengajar lagi."

Lihat selengkapnya