Ikaga desu-ka, one-san?

Cana Nurul Aini
Chapter #3

Deja-vu

"Aku tidak tahu Kakak dimana dan sedang apa sekarang. Aku hanya bisa berharap Kakak selalu bahagia.”

Aku memejamkan mata rapat-rapat dengan dahi berkerut. Sepertinya ada yang aneh dalam kalimatku tadi. Eh, tunggu dulu. Harusnya bukan itu hal yang kupertanyakan. Tapi sedang bersama siapa dia sekarang?

Apakah masih tinggal bersama orang tuanya? Atau jangan-jangan dia udah nikah? Oh, tidak! Berarti penantianku selama ini sia-sia?

Aku menggeleng kuat-kuat. Menepis pikiran buruk yang tiba-tiba datang menyergap. Jangan sampai semangat yang kupupuk selama ini hilang dalam sekejap.

Tapi bagaimanapun juga, rasa perih di hati tetap ada. Rasa perih ketika ditinggal pergi serasa menggerogoti tubuhku sampai bagian terdalam.

Bukannya aku mau menjadi laki-laki yang berhati lemah seperti ini. Aku juga sudah berusaha sekuat tenaga untuk melupakannya. Tapi apa daya. Aku hanya manusia biasa yang tak punya kuasa.

Angin sore yang sejuk menerpa wajahku. Aku menghirup udara dalam-dalam, melepaskan kepenatan yang sesaat menguasaiku.

“Huaah.. Nikmatnya.. Angin sepoi-sepoi memang yang terbaik.”

“Hei, ngapain bengong sendirian disini???”

Ah, hancur sudah. Aku menoleh ke arah sumber suara. Memicingkan mata padanya yang cengengesan karena telah berani mengganggu waktu santaiku.

Orang paling ribut seangkatan, yang selalu sok tahu dan sangat suka tertawa terbahak-bahak. Membayangkan tawanya yang menggelegar saja sudah membuat sakit kepala. Yah, siapa lagi kalau bukan Mr. Lebay.

Ia duduk lima meter disampingku, ingat bahwa aku tidak suka orang yang bersuara keras. Untung masih tahu diri.

“Gak papa. Aku hanya ingin menikmati kesendirian.” Aku menjawab seadanya tanpa melihat wajahnya.

“Ih, cueknya.. Pantesan jomblo. HAHAHAHA!!”

Mulai lagi. Rasanya ingin kusumpal mulutnya dengan batu yang sekarang kugenggam. Lalu berteriak di depan wajahnya kalau aku baru saja menolak seorang cewek yang menyatakan cinta.

Tapi aku lebih memilih diam. Meladeninya sama saja dengan meneruskan obrolan tak berguna.

“Eh, kok diam aja sih, Farhaaan!! Jawab, dong! Kamu gak seru banget, sih!!!” jeritnya kencang persis cewek centil.

Aku memijit-mijit pelipisku yang sudah denyut-denyut. Astaghfirullah.. mentelnya ni cowok..

Aku menatapnya tajam. Tepat sebelum dia bersuara, aku sudah membuka mulut duluan.

“Mr. Lebay, tolong kalau ngomong itu yang bermutu. Jangan langsung asal ceplas-ceplos gak menentu. Memangnya kamu gak malu?”

Lihat selengkapnya