Sekarang saatnya makan malam. Setelah membersihkan diri dan shalat Maghrib berjamaah tadi, kami melenggang masuk ke ruang makan.
Kami? Ya, tentu saja aku, kak Yuki, dan keluargaku yang ternyata sudah diundang duduk menempati kursi-kursi jepara unik yang kosong di ruangan besar itu.
Hidangan makan malam pun mulai dihidangkan satu persatu. Walaupun semua makanan terlihat berkelas karena diletakkan di atas meja mewah, nasi tetaplah nasi dan rendang tetaplah rendang.
Aku menatap semua jenis makanan yang ada di meja. Dari lauk pauk sampai dessert, semuanya adalah kesukaan kak Yuki.
Aku yakin sudah ada kabar yang datang ke rumah ini kalau kak Yuki akan kembali kesini. Jadi semua perlengkapan dan makanan yang diinginkan anak semata mayang Mr. Kobayashi itu bisa terpenuhi.
Melihat lantai dan semua benda yang terbuat dari kaca lebih mengkilap dan makanan yang terlalu lengkap, pastilah para pekerja disini menyambut kehadiran kak Yuki dengan penuh suka cita.
Sejak masuk ke dalam rumah, setelah mandi, dan bahkan sampai saat ini. Mereka tidak henti-hentinya menanyakan kabar dan tersenyum padanya.
“Nona Yuki, apa kabar?”
“Apakah Anda sehat-sehat saja selama ini, nona Yuki?”
“Apakah lingkungan baru Anda menyenangkan, nona Yuki?”