“Ngapain kalian disini?” tanyaku sinis dengan tatapan setajam silet.
“Makan malam,” jawab Pane acuh tak acuh. “Ya makan siang lah, Farhan Anwar Ali Ce-haniago!!” sambungnya judes, mengagetkan beberapa orang yang lewat di sampingnya. “Gak lihat ya, hari di luar sana masih terang? Kau gak usah nanya hal yang udah pasti, lah!”
“Chaniago, bukan Ce-haniago,” koreksiku dengan sabar.
“Sukak sukakku lah. Mulut mulutku.”
“Tapi itu namaku.”
“A⸺”
“Udah, udah! Kalian ini berantam terus, sih! Malu dikit dong, diliatin cewek cantik. Ya gak, kak?” lerai Mr. Lebay yang berujung godaan pada kak Yuki. Dasar muna.[1]
Kak Yuki hanya tersenyum tipis membalas sikap Mr. Lebay yang centil padanya. Agus masih diam memperhatikan kami bergantian. Sepertinya dia sudah bisa menebak kak Yuki mengerti topik pembicaraan.
“Kau ngapain sih, sok cari muka gitu sama orang Jepang. Dia pasti gak ngerti lah, kau ngomong apa. Kok paok kali sih, kau jadi orang,” ujar Pane ceplas ceplos. Kali ini aku setuju dengan kalimat terakhirnya.
“Kasar banget kamu ngomong gitu sama aku, Pane. Kamu bahkan gak lebih pintar dari aku!” sergah Mr. Lebay tak terima.
“Oh ya? Tapi aku lebih cerdas,” balas Pane tak mau kalah.
“Atas dasar apa kamu ngomong gitu?”
“Aku gak akan ngajak orang bicara dengan bahasa yang gak dia pahami. Ya, jelas lah aku lebih cerdas dari kau,” jelas Pane dengan logat Batak-nya yang kental.
Mr. Lebay terdiam dengan wajah cemberut. Tak bisa memundur balik kata-kata seorang Pane. Kak Yuki maupun aku tak bersuara, sedangkan Agus sudah terkekeh pelan, menikmati pertunjukan gratis di depannya.
Pesanan para makhluk abnormal ini datang. Aku menghela napas agak keras. Sepertinya kesempatan mengusir mereka telah hilang.
“Kok gak senang gitu mukakmu, Farhan? Gak senang kau, kami duduk disini?” tanya Farhan sambil mengunyah.
“Dah tau, masih nanya.”
“Ya, cemana[2] lah. Dah pengen kali aku makan Katsu-katsu ini. Kau pengertian dikit napa, sih. Gitu kali kau sama kawan sendiri, bah,” ungkapnya jujur. Agus dan Mr. Lebay tersenyum geli, merasa tertolong dengan sifat Pane yang luar biasa tados.[3]
“Iya-iya. Silahkan makan dengan tenang,” balasku menyerah. Aku tak mau kelihatan kejam di depan kak Yuki. Terpaksa kulanjutkan makan yang sempat tertunda. Rasanya selera makanku menguap entah kemana.
“Jadi gadis ini siapa, Han?” tanya Agus sambil melirikku dan kak Yuki bergantian.
“Mau tau aja,” jawabku dingin.
“Ish! Kok gitu sih, Han! Kami kan, juga mau kenalan sama kakak cantik!” seru Mr. Lebay yang memang rada caper[4] kalau lihat cewek cakep.