Maya berdiri di depan gym, menatap papan besar bertuliskan "Riko Boxing Club." Pagi itu cerah, tapi di dalam dadanya ada badai. Aria melangkah cepat di sampingnya, wajahnya penuh tekad. “Aku siap, Bu,” katanya sambil mengepalkan tangan.
Maya menatap putrinya, perasaan bangga dan khawatir bercampur. "Kalau kamu yakin," jawabnya, suaranya bergetar tipis. Aria melangkah masuk, Maya mengikutinya dari belakang.
Suara dentuman sarung tinju menghantam samsak menyambut mereka di dalam gym. Peluh dan semangat memenuhi ruangan. Di sudut sana, berdiri Riko—dengan wajah garangnya. Tatapannya tajam, seolah bisa menembus hati orang yang menatapnya.
“Siapa yang mau latihan?” suara berat Riko menggema.
“Aku,” jawab Aria tegas. Maya ikut menjawab, “Kami berdua.”
Riko memicingkan mata. "Kamu? Berdua? Kamu mau ikut latihan biasa saja, bukan?"
Maya angkat dagu, tak mau terlihat gentar. "Aku bisa ikut kelas biasa. Tapi Aria mau kelas intensif."
Riko menatap mereka bergantian. “Kamu over protektif, Bu. Anakmu nggak akan berkembang kalau terus ada di bawah bayang-bayangmu.” Suaranya dingin, tajam seperti pisau.
Aria memandang ibunya dengan keraguan, tapi Maya membalasnya dengan senyum tipis. "Kita bisa buktikan, kan?"
Riko berjalan mendekat, matanya tetap terkunci pada Aria. "Buktikan? Oke. Mulai dari sekarang."
Tanpa aba-aba, Riko melempar samsak kecil ke arah Aria. Refleksnya lambat, samsak itu mengenai lengannya. Aria meringis, tapi tetap berdiri. “Lebih cepat!” teriak Riko. Ia melempar samsak lagi, kali ini lebih cepat. Aria berhasil menangkis.
Maya bergerak maju, tapi Riko menghentikannya dengan pandangan tajam. "Dia butuh ini. Kalau kamu nggak bisa lihat anakmu berjuang, keluar dari gym ini sekarang."
Maya terkesiap, tapi ia menahan diri. Ia tahu, ini bukan hanya tentang tinju. Ini tentang kekuatan mental Aria—dan dirinya sendiri.
Setelah beberapa menit latihan yang berat, Aria mulai terengah-engah, wajahnya memerah. Riko mendekat, suaranya lebih rendah sekarang, hampir seperti bisikan. “Kamu tahu kenapa ibumu ingin kamu kuat? Karena dia sendiri nggak yakin bisa melindungi kamu selamanya.”
Aria menatap Riko, matanya berkilat. “Aku bisa melindungi diri sendiri.”