IKATAN PEJUANG

NUR C
Chapter #35

35. Menghadapi Ring

Maya mengamati Aria yang sedang mengatur napas di samping ring, wajahnya memerah, tubuhnya basah oleh keringat. Ia sendiri baru saja selesai melakukan pemanasan, tapi pikirannya tidak bisa berhenti berputar. Tidak ada tanda-tanda Anton, Fajar, atau Luki. Ia menghampiri Riko, yang duduk bersandar pada samsak dengan tangan terlipat di dada.

“Kemana anak-anak itu? Luki? Anton?” Maya bertanya sambil mengusap lehernya dengan handuk.

Riko mendongak dengan senyum tipis, seperti sudah menebak pertanyaan itu akan muncul. “Fajar? Dia cuma main tinju buat iseng. Basket lebih penting buat dia.”

Maya mengerutkan kening. "Dan Anton?"

Riko terkekeh pelan, mata tajamnya penuh ironi. “Anton? Hebat sih, tapi nggak bisa diandalkan. Tahun lalu ikut turnamen, bikin kesalahan fatal. Kena banned.

Maya terkejut. “Banned? Maksudmu dia diskors?”

“Bukan sekadar diskors. Dia bikin ulah saat pertandingan. Main kotor—pukul lawan di bawah belt. Jadi panitia melarang dia ikut turnamen selama setahun,” jelas Riko, nadanya datar tapi tajam.

Aria yang duduk mendengarkan ikut kaget. “Jadi dia mantan petinju? Makanya dia kelihatan pandai waktu itu...”

Riko mengangkat bahu seolah itu hal sepele. “Sekali ikut turnamen, langsung kena banned. Sayang sih, sebenarnya dia punya bakat. Tapi ya, kalau nggak bisa kendalikan emosi, percuma juga.”

Maya menatap lantai, memikirkan informasi baru ini. “Dan Luki? Kenapa dia nggak ada di sini?”

Riko menyeka keringat di dahinya dengan punggung tangan. “Luki lagi fokus kuliah. Dia tetap latihan buat turnamen nanti. Dia anak paling disiplin, tahu kapan harus serius.”

Maya mengangguk pelan, tapi hatinya tidak tenang. Anton punya potensi tapi bermasalah. Fajar hanya iseng. Dan Luki, meski andal, lebih sibuk dengan studinya.

“Berarti nanti lawan Aria nggak akan ada di antara mereka?” tanya Maya, separuh lega, tapi juga waspada.

Riko menatapnya sekilas dengan senyum yang tidak membuat nyaman. “Siapa tahu, Maya. Anton itu... kalau dia bisa lepas dari bannya dan muncul di menit terakhir? Aku nggak akan kaget.”

Maya terdiam. Rasanya seperti ada badai kecil mulai berputar di benaknya. Ini bukan cuma soal Aria siap atau tidak. Ini tentang dunia tinju yang lebih kejam daripada yang ia kira—tentang orang-orang seperti Anton, yang bisa menghancurkan impian hanya karena sebuah kesalahan.

Maya memejamkan mata sejenak, lalu berkata pelan, “Ayo, Aria. Kita lanjut latihan.”

Aria menatap ibunya, ada ketegangan di matanya, tapi ia mengangguk. “Iya, Bu.”

Riko menyampirkan handuk di lehernya dan menatap Maya dengan tatapan datar. “Maya, rileks. Di turnamen nanti, Aria akan melawan petinju perempuan. Dia bukan lawan cowok.”

Lihat selengkapnya