Aku Qalamaynda, biasa disapa Alanda. Gadis biasa yang lahir dari keluarga biasa dan sekolah di SMA Negeri yang biasa pula. Aku tidak suka kehidupan yang penuh drama tapi kenyataannya hidupku sendiri penuh dengan drama. Aku suka menulis tapi aku tidak pernah lagi menulis. Ikatlah Ilmu Dengan Tulisan, karya pertama setelah jeda sekian lama. Aku merasa perlu menulis ini. Kisah remaja yang patut dinikmati masanya, meraup beragam cerita dengan segala keunikannya. Di setiap titik dan sudut yang terjadi setiap harinya, mungkin ada setidaknya setetes makna yang harus diambil pelajarannya.
Masa SMA itu tidak bisa ditebak pada setiap orang. Tak seburuk yang dibayangkan dan tak seindah yang diharapkan. Banyak sekali plot twist kehidupan yang di luar dugaan. Kita hanya perlu menganggapnya sebagai batu loncatan, sebagai cermin untuk memperbaiki diri menjadi yang lebih baik lagi. Karena kenyataannya hidup tidak sesederhana berangkat sekolah lalu pulang. Kita harus melewati rintangan-rintangan kecil hingga besar untuk mencapai tujuan. Terlebih lagi untuk generasi Z saat ini. Waspada dengan hal-hal yang kurang penting, yang bisa membuat kita ke–distract dari fokus dengan diri sendiri.
Di tiap sekolah pada umumnya ada dua jenis siswa. Siswa biasa yang mengalir sesuai alurnya atau siswa penuh ambisi yang ingin memenangkan segalanya. Kali ini aku berada pada jembatan dua jenis siswa itu. Aku pernah berpikir untuk berambisi dan merubah takdir namun aku juga menikmati setiap sentuhan di tiap episodenya. Aku gadis ambis yang biasa saja.
Aku memang belum berhasil mencetak gol sebagai tokoh yang dikenal di SMA tapi aku juga tidak gagal sebagai siswa biasa. Setiap detik dan menit yang berjalan setiap harinya, setiap problem, kasus, bahkan duka yang terjadi tanpa aba-aba. Aku tak pernah mengutuknya, karena merasa ada rumah kedua yang menerima aku apa adanya. Aku punya mereka dengan segala keunikannya. Lima gadis remaja yang notabene nya, teman dekatku.
Satu hal yang aku ingat, satu langkah hari pertama masuk sekolah. Aku bersumpah, “sampai kapanpun aku nggak akan pernah mau berteman sama gadis itu.”
Celetukan itu ringan tapi maknanya seakan terasa tebal. Kala itu aku melihat sesosok gadis yang baru sekali aku pandang saja feeling ku meragukan. Gadis yang ternyata satu angkatan bahkan satu kelas denganku. Kutukan macam apa itu? Kenyataannya aku pun menjilat ludahku sendiri. Dia bahkan empat organisasi berturut sama denganku dan dia—menjadi sahabatku.
Oh, shit!