Dari balik jendela mobil Wisnu memperhatikan tetes hujan yang turun. Rinai hujan seakan memerangkap suara yang lain hingga dunia terasa begitu sepi dan hening. Dia menikmati sunyi yang dihadirkan rinai hujan karena dunia yang didiaminya sudah terlalu bising.
“Ini jadwal terakhir kita. Lo mau langsung pulang atau makan dulu?” Chandra, manajer Wisnu sejak tujuh tahun yang lalu, menariknya dari ingatan masa lalu.
“Langsung pulang aja.” Wisnu menjawab tanpa mengalihkan pandangannya. “Jadwal bulan April udah ada?”
“Udah. Sori gue lupa ngasih.” Chandra mengeluarkan map plastik dari tasnya. “Ini. Lo cek aja dulu. Kalau ada masalah, lo tinggal bilang aja kayak biasa.”
“Thanks,” Wisnu menjawab singkat sambil mengambil map tersebut. Dia melirik sekilas. Padat. Lebih padat daripada bulan ini. Chandra dan manajemen tempat dia bernaung memang tidak pernah mengecewakannya. Mereka selalu mengatur jadwal kerjanya dengan rapi dan efisien. Bahkan, sejak dia masih menjadi penyanyi pendatang baru.
“Bulan depan load kerjaan lo banyak banget. Lo bisa tidur empat jam aja udah ajaib banget. Tapi, gue tahu lo bukan robot dan lo butuh waktu buat ngurus usaha lo,” Chandra berujar sambil mengetik cepat pada smartphone. “Tiap minggu gue sengaja kosongin satu hari biar lo bisa istirahat atau jenguk keluarga lo atau ....”
Wisnu hanya mengangguk. Chandra menarik napas panjang, sebenarnya dia khawatir dengan artisnya itu. Sejak awal mereka bekerja sama dia tahu bahwa Wisnu berbeda dengan artis-artis yang pernah ditanganinya. Wisnu terjun ke dunia entertainment bukan karena sekadar ingin kaya atau terkenal. Dia memiliki tujuan yang berbeda dan tidak ada yang bisa menggoyahkannya.