Sang kakek telah mempertimbangkan dan mengambil langkah agar Burhan dipulihkan total di sebuah pesantren. Setelah ia menetralisir tubuh Burhan, walaupun tidak secara penuh, ia rasa di pesantren lah Burhan akan mendapatkan bimbingan khusus dan tentunya sembuh dari hal hal yang selama ini Burhan takutkan.
Burhan tidak membantah juga tidak menawar. Pokoknya ia menuruti apa perintah sang kakek. Ia benar benar ingin sembuh dari ketakutannya itu.
Udara sejuk dan pemandangan alam disertai dengan hilir mudik para santri membuat Burhan merasa tenang dan nyaman. Ia duduk di sebuah balai sambil menyapa para santri yang melintas ke arahnya. Sesekali ia diajak oleh para santri untuk melihat area sekitar pesantren yang masih luas dan sama sekali belum Burhan kunjungi. Namun untuk hari pertama di pesantren, ia memilih untuk duduk santai dan mengobrol ringan dengan beberapa santri.
Dari kejauhan tampak salah seorang pria, berpengawakan tinggi kurus, melangkah ke arah Burhan dan 2 teman barunya. Kedua santri itu segera berdiri dan menyambut pria tadi, mengulurkan tangan untuk bersalaman. Burhan pun mengikutinya.
"Baru datang?" Tanya Pria tadi kepada Burhan.
"Iya." Burhan menjawabnya sambil tersenyum.
"Tad Kami mau ke warung dulu." Kata salah satu santri tadi. Mereka meninggalkan Burhan dan pria yang disebut ustad itu.
"Oh iya kalau begitu tolong ambilkan minum atau kopi." Pinta Ustad yang bernama Jamin kepada kedua santri yang tadi menemani Burhan.
"Mau ngopi?" Tanya Ustad Jamin kepada Burhan.
"Tidak usah ustad. Terima kasih." Jawab Burhan.
"Oh tidak apa-apa pesan saja. Sekalian kita ngopi bareng." Kata Ustad Jamin.
"Oh kalau begitu kopi hitam aja." Kata Burhan.