Sore itu, langit di atas Pesantren Darul Ilmi memerah jingga, memancarkan keindahan yang menenangkan hati. Burhan, seorang santri muda yang baru beberapa bulan belajar di pesantren tersebut, duduk di serambi masjid dengan wajah penuh rasa ingin tahu. Di hadapannya, duduk Ustad Jamin, seorang pengajar yang sudah bertahun-tahun mengabdi di pesantren itu. Burhan sudah lama ingin tahu tentang sejarah berdirinya pesantren tersebut dan hari ini adalah kesempatan yang tepat untuk mendengarnya langsung dari Ustad Jamin.
"Ustad, bisa ceritakan bagaimana pesantren ini berdiri?" tanya Burhan dengan penuh semangat.
Ustad Jamin tersenyum. Ia tahu bahwa Burhan bukan satu-satunya santri yang penasaran dengan sejarah pesantren Darul Ilmi. Kisah ini memang penuh dengan liku-liku dan perjuangan yang inspiratif.
"Sebenarnya, cerita berdirinya pesantren ini sangat menarik, Burhan," mulai Ustad Jamin. "Dulu, wilayah ini adalah tanah yang jarang dihuni oleh warga. Hanya ada beberapa rumah di sekitar sini, dan sebagian besar adalah hutan dan ladang yang tidak terurus. Namun, di tengah kesunyian dan keheningan itulah, Kiyai Majid memutuskan untuk mendirikan pesantren ini."
Burhan mengangguk, matanya berbinar-binar mendengarkan dengan seksama. Ustad Jamin melanjutkan ceritanya.
"Kiyai Majid adalah sosok yang luar biasa. Beliau datang ke sini dengan niat yang tulus untuk menyebarkan ilmu agama dan mendidik generasi muda. Namun, jalan yang beliau tempuh tidak selalu mulus. Pada awalnya, banyak warga yang meragukan niat beliau. Mereka tidak mengerti mengapa seorang ulama besar seperti Kiyai Majid mau datang ke tempat yang terpencil ini hanya untuk mendirikan pesantren."
"Tapi, Ustad, kenapa Kiyai tetap bertahan?" tanya Burhan.
"Itulah keistimewaan beliau," jawab Ustad Jamin dengan senyuman. "Beliau memiliki keyakinan yang kuat bahwa di mana pun ilmu agama diajarkan, di situlah keberkahan akan turun. Beliau yakin bahwa dengan berdirinya pesantren ini, wilayah ini akan berkembang dan membawa manfaat bagi banyak orang."