Malam itu langit Desa Kaduhejo tampak lebih gelap dari biasanya. Pesantren Darul Ilmi, yang biasanya penuh dengan cahaya lampu dan gemerlap kehidupan para santri, malam itu sepi dan suram. Kiyai Majid baru saja keluar dari pesantren untuk memenuhi undangan di desa sebelah. Kepergian beliau meninggalkan sebuah kekosongan yang dirasakan oleh semua santri dan santriwati.
Di asrama putri, dua santriwati, Yuli dan Amel, sedang berbincang-bincang di kamar mereka. Yuli, seorang santriwati yang cerdas dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sering kali menghabiskan malam-malamnya dengan membaca kitab-kitab kuno. Amel, di sisi lain, adalah sahabat terbaik Yuli yang setia menemani dan mendukung setiap langkahnya.
"Yuli, apa kamu pernah dengar cerita tentang makhluk halus yang katanya suka mengganggu di sini?" tanya Amel dengan suara berbisik, takut terdengar oleh santriwati lainnya.
Yuli tersenyum tipis. "Ah, itu hanya cerita-cerita lama untuk menakut-nakuti kita. Aku tidak percaya hal semacam itu," jawabnya sambil membuka kitab yang baru saja ia ambil dari rak.
Namun, malam itu, entah mengapa Amel merasa tidak tenang. "Aku tidak tahu, Yul. Malam ini rasanya berbeda. Seperti ada yang mengawasi kita."
Yuli berhenti membaca dan menatap sahabatnya. "Mel, kamu terlalu banyak berkhayal. Ayo tidur, besok kita harus bangun pagi untuk tahajud," kata Yuli mencoba menenangkan.
Mereka berdua pun berusaha tidur, meskipun kegelisahan masih menghinggapi hati Amel. Namun, tidak lama setelah mereka terlelap, suara aneh mulai terdengar dari luar kamar. Bunyi langkah kaki yang berat, diiringi dengan suara rintihan yang pelan namun mencekam.
Yuli terbangun dan melihat Amel yang duduk dengan mata terbuka lebar. "Mel, apa yang terjadi?" tanya Yuli dengan suara bergetar.
"Sssst! Dengarkan itu, Yul," bisik Amel dengan ketakutan.
Yuli mencoba mendengarkan dan benar saja, suara itu semakin jelas. Rasa takut mulai merambat ke dalam hati Yuli. Mereka berdua memutuskan untuk keluar kamar dan mencari tahu apa yang terjadi.
Ketika mereka keluar, mereka melihat sesuatu yang mengejutkan. Seorang santriwati lain, Aisyah, berdiri di tengah koridor dengan mata tertutup dan tubuh yang bergerak kaku. Dari mulutnya keluar suara yang tidak biasa, seperti suara orang yang sedang berbicara dalam bahasa yang tidak dimengerti.
"Yul, Aisyah kenapa?" tanya Amel dengan suara parau.
Yuli tidak bisa menjawab. Ia hanya bisa berdiri mematung, melihat temannya yang tampak seperti dirasuki oleh sesuatu.
Mereka berdua saling bertukar pandang, mencoba mencari jawaban dari kebingungan yang melanda. Dengan langkah hati-hati, Yuli dan Amel mendekati Aisyah yang masih berdiri kaku di koridor.
"Aisyah, kamu nggak apa-apa?" tanya Yuli dengan suara lirih.
Aisyah tidak merespons. Ia hanya berdiri dengan tatapan kosong yang mengarah ke dinding di depannya. Tubuhnya gemetar pelan, seakan menahan sesuatu yang sangat berat.