Kampung Kabayan, sebuah desa yang terletak jauh dari keramaian hirup pikuk kehidupan kota, dikenal sebagai tempat yang damai dan penuh dengan kesejukan. Udara yang segar dan pemandangan hijau nan asri menyelimuti setiap sudut kampung ini. Di tengah-tengahnya berdiri Pesantren Darul Ilmu yang didirikan oleh Kiyai Majid, seorang ulama yang sangat dihormati dan diandalkan oleh warga sekitar. Pesantren ini telah menjadi pusat pendidikan agama dan kebudayaan, tempat dimana anak-anak dan remaja dari berbagai penjuru desa belajar tentang agama di sana.
Namun, kedamaian itu mulai terganggu dengan serangkaian kejadian aneh yang mengguncang kampung Kabayan akhir-akhir ini. Tiga anak remaja, masing-masing berusia di bawah lima belas tahun, meninggal dunia dalam waktu yang sangat berdekatan. Kematian mereka tidak hanya mengejutkan, tetapi juga memunculkan rasa takut yang mendalam di kalangan warga. Ada yang percaya bahwa kejadian ini adalah sebuah pertanda buruk, dan bahkan ada yang berpendapat bahwa itu adalah akibat dari praktik-praktik yang tidak wajar.
Sebagian besar warga Kabayan memang masih mempercayai hal-hal yang bersifat mistis. Keyakinan akan dunia gaib dan kejadian-kejadian yang tidak dapat dijelaskan dengan logika masih sangat kuat. Oleh karena itu, ketika ketiga anak tersebut meninggal, banyak spekulasi bermunculan. Ada yang mengatakan bahwa kematian mereka ada kaitannya dengan seekor kera yang sering terlihat berkeliaran di sekitar kampung, entah dari mana asalnya.
Kera tersebut pertama kali muncul satu minggu sebelum kematian pertama. Warga yang melihatnya merasa heran, karena kera itu tidak tampak seperti hewan biasa. Ia memiliki postur tubuh yang lebih besar dari kera pada umumnya, dan gerak-geriknya seperti memiliki tujuan tertentu. Kera itu sering muncul di malam hari, berdiri di pinggir jalan, hanya mengamati dan terkadang mengeluarkan suara yang aneh. Keberadaannya menambah ketegangan di antara warga, apalagi setelah salah satu anak yang melihat kera itu tiba-tiba sakit keras dan meninggal tak lama kemudian.
Kematian pertama terjadi pada seorang anak bernama Ujang, yang berusia 13 tahun. Ujang dikenal sangat dekat dengan para santri di Pesantren Darul Ilmu. Ia ditemukan tergeletak kaku di dalam kamarnya pada suatu pagi, dengan mata terbelalak dan tubuh yang membeku. Tidak ada tanda-tanda kekerasan atau luka fisik apapun di tubuhnya. Seorang perawat yang datang ke rumah almarhum Ujang hanya bisa menggelengkan kepala, tidak dapat menjelaskan dengan jelas penyebab kematiannya.
Beberapa hari setelah itu, kematian kedua menimpa Siti, gadis berusia 14 tahun yang tinggal di dekat rumah Ujang. Siti ditemukan di kebun belakang rumahnya dengan kondisi yang sudah tidak bernyawa. Kematian Siti pun tidak dapat dijelaskan oleh para tenaga medis. Warga semakin merasa ketakutan, dan desas-desus mulai berkembang, banyak yang menduga ada kekuatan gaib yang tengah mengancam kampung ini.
Tiga hari setelah kematian Siti, giliran Jaka, seorang remaja 11 tahun yang dikenal selalu aktif oleh warga, di laporkan meninggal dalam keadaan tenggelam di sungai. Jaka yang saat itu berenang dengan beberapa temannya di sungai kecil yang mengalir melalui kampung, tubuhnya sudah kaku setelah berusaha diselamatkan oleh warga. Jaka yang awalnya riang saat menyelam ke dalam air tiba-tiba menghilang begitu saja, beberapa temannya beranggapan bahwa Jaka hanya sedang bercanda, namun karena lama saja tidak muncul, maka mereka pun panik, mereka semua justru pergi meninggalkan Jaka, dan segera melapor kepada orang tua mereka bahwa Jaka tenggelam di sungai.
Meninggalnya ketiga anak itu dalam waktu yang begitu berdekatan menambah kengerian di kampung Kabayan. Warga mulai khawatir dan bertanya-tanya apakah ada sesuatu yang mengancam kampung mereka. Beberapa orang tua bahkan melarang anak-anak mereka untuk keluar rumah setelah matahari terbenam, takut jika kejadian serupa akan menimpa anak-anak mereka yang lain.
Ketika ketiga anak tersebut meninggal, kera yang sering terlihat berkeliaran di sekitar kampung semakin sering muncul. Beberapa warga mengatakan bahwa mereka melihat kera itu di malam hari, berdiri di atas pohon atau di balik semak-semak, hanya mengamati tanpa bergerak. Ketika seseorang berani mendekat, kera tersebut akan melompat ke arah mereka dan menghilang begitu saja. Hal ini membuat suasana semakin mencekam, terutama karena banyak orang yang merasa bahwa kera itu bukan sekadar binatang liar biasa.