Pesantren Darul Ilmi akhir-akhir ini sedang banyak mengalami goncangan. Dulu, pesantren yang tenang, penuh kehangatan, dan aura kedamaian yang menyelimuti setiap sudutnya. Santri-santri yang datang kesana merasa mendapat ketenangan hati dan kedamaian jiwa, seolah dunia luar tidak ada artinya ketika mereka berada di dalam pesantren ini. Namun, beberapa minggu terakhir, suasana itu mulai berubah. Para santri, terutama yang baru saja datang, mulai merasakan kegelisahan yang tidak bisa mereka ungkapkan dengan kata-kata. Mereka merasa ada yang tidak beres di pesantren ini.
Keanehan-keanehan yang terjadi belakangan ini dimulai dari kampung Kabayan, yang terletak tidak jauh dari pesantren. Tiga anak kecil dari kampung tersebut meninggal dengan waktu yang berdekatan dan sepertinya tidak wajar. Berita tersebut cepat menyebar, dan meskipun pihak berwajib belum dapat menemukan penyebab pasti dari kematian mereka, desas-desus mulai berkembang bahwa kejadian ini ada hubungannya dengan hal-hal yang berbau gaib.
Para santri yang tinggal di pesantren mulai merasa terganggu dengan peristiwa tersebut. Setiap malam, mereka merasa seperti diawasi oleh sesuatu yang tak tampak. Beberapa dari mereka mulai mengalami mimpi buruk, bahkan ada yang mendengar suara-suara aneh saat mereka tidur di kamar masing-masing. Kegelapan malam terasa lebih pekat dari biasanya, seolah-olah ada sesuatu yang menyelimuti pesantren ini dengan aura yang menakutkan.
Di antara mereka, ada beberapa santri baru yang belum terbiasa dengan kehidupan pesantren. Mereka yang awalnya datang dengan penuh semangat untuk menuntut ilmu agama, kini mulai merasa tertekan dan gelisah. Mereka merasa tidak nyaman dengan adanya perasaan takut yang mengganggu pikiran mereka. Ada yang mulai tidur dengan lampu kamar menyala, ada yang tidak berani keluar malam, bahkan ada yang merasa takut untuk berjalan sendirian di koridor pesantren. Mereka mendengar cerita-cerita dari senior mereka tentang pengalaman-pengalaman aneh yang terjadi di pesantren ini—tentang bayangan yang melintas di tengah malam, tentang suara bisikan yang datang dari arah yang tidak jelas, dan tentang penampakan-penampakan misterius yang tampaknya hanya bisa dilihat oleh beberapa orang saja.
Kyai Majid, pimpinan pesantren Darul Ilmi, tidak tinggal diam. Beliau mengetahui betul apa yang sedang terjadi dan merasa perlu untuk memberikan penjelasan kepada para santri. Dalam sebuah pertemuan besar di masjid pesantren, Kyai Majid berdiri di mimbar, wajahnya terlihat serius namun penuh ketenangan.
"Anak-anakku sekalian," kata Kyai Majid dengan suara yang lembut namun tegas, "kalian harus yakin bahwa apapun yang terjadi di sekitar kalian, kita harus tetap berpegang pada iman. Jangan biarkan ketakutan menguasai hati kalian. Ini adalah ujian yang harus kita hadapi bersama-sama. Setiap langkah kita dalam menuntut ilmu adalah ibadah, dan Allah selalu melindungi orang-orang yang beriman."
Namun, meskipun wejangan tersebut mengandung hikmah dan penuh kebijaksanaan, tidak semua santri merasa tenang. Banyak di antara mereka yang tetap merasa takut, terutama yang baru datang beberapa bulan terakhir. Mereka merasa aura pesantren ini mulai suram, ada sesuatu yang mengganjal di dalam hati mereka. Mereka merasa seperti ada yang tidak beres, tetapi tak bisa mengungkapkannya.
Salah seorang santri baru, Rio, merasa gelisah. Sejak pertama kali ia datang ke pesantren ini, ia sudah merasa ada yang aneh. Ia merasa seolah-olah ada sesuatu yang mengawasinya setiap kali ia berjalan di lorong pesantren. Awalnya, ia hanya menganggapnya sebagai imajinasi belaka. Namun, seiring berjalannya waktu, perasaan tersebut semakin kuat. Rio mulai sering terbangun tengah malam, merasa cemas dan gelisah, seolah ada yang mengganggu tidurnya. Suatu malam, ia mendengar suara langkah kaki yang berat di luar kamarnya, meski ia tahu bahwa tidak ada orang yang lewat. Suara itu terus terdengar hingga akhirnya ia nekat membuka pintu, namun tak ada siapa-siapa di luar.