ILAFAT

Topan We
Chapter #19

Hari Ke 10

Angin sore berhembus lembut di sekitar halaman Pesantren, membawa harum tanah basah dan dedaunan yang bergoyang dalam alunan waktu. Udara yang segar menyapa Ustad Fatur yang baru saja tiba setelah menempuh perjalanan jauh dari kota. Langkahnya terhenti sejenak di depan gerbang pesantren yang kokoh, seolah mengingatkan akan sejarah panjang yang terukir di tempat ini. Pesantren yang telah menjadi pusat pendidikan dan keagamaan di desa itu, tempat yang menjadi saksi bisu bagi perjalanan panjang para santri yang sudah bertahan lama disana dalam mencari ilmu dan keberkahan.

Ustad Fatur bukanlah orang baru di dunia pesantren. Ia telah menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam lingkungan pendidikan agama. Namun, hari ini, ia merasa sedikit berbeda. Tugas barunya yang dipercayakan oleh Kiyai Majid membuat hati dan pikirannya penuh dengan pertanyaan. Kenapa akhir-akhir ini pesantren begitu genting dengan adanya kabar-kabar mistis dari para santri dan juga ustad? Sementara sebelum ia meninggalkan pesantren, tempat ini terasa begitu damai dan tenang.

Tak lama, langkahnya membawanya menuju kantor pesantren. Di koridor, tampak beberapa santri tengah berdiskusi dengan penuh semangat. Namun, ketika mata mereka beralih melihat kedatangan Ustad Fatur, suasana tiba-tiba menjadi haru. Para santri begitu merasakan kerinduan setelah ustad Fatur lama meninggalkan pesantren. Mereka juga semua tahu, hari ini adalah hari yang berbeda. Ustad Fatur kembali dengan tugas lebih. Ia mesti menjaga ketenangan para santri dan ustad.

Setelah sejenak mengamati suasana, Ustad Fatur berjalan menuju ruang Kiyai Majid. Terdengar suara ketukan pintu yang halus, sebelum akhirnya ia mendapat izin untuk masuk. Kiyai Majid, yang duduk di kursi kayu tua, tampak memandang dengan serius, matanya yang tajam menatap Ustad Fatur dengan penuh harapan.

“Fatur, terima kasih telah datang dengan cepat. Abah tahu perjalanan itu enggak selalu mudah, dan banyak yang harus kita persiapkan. Ada tugas penting yang harus kamu jalankan,” ujar Kiyai Majid dengan suara tenang, meskipun ada rona kesedihan di wajahnya. Beliau baru saja menerima kabar duka, istrinya baru saja kehilangan orang tuanya, sehingga beliau harus berada di rumah duka untuk menyambut kedatangan para tamu yang datang melayat.

Ustad Fatur duduk di hadapan Kiyai Majid, mendengarkan dengan seksama setiap perkataan yang keluar dari mulut sang Kiyai. Ada kehangatan dalam kata-kata Kiyai Majid, meski diliputi oleh duka yang mendalam.

“Kamu tahu, para santri di sini sedang dalam keadaan yang sedikit terguncang. Mereka takut. Ketakutan yang mereka rasakan bukan hanya tentang ujian yang mereka hadapi, tetapi juga karena mereka merasa tidak ada sosok yang bisa memberikan bimbingan langsung di tengah ketidakpastian ini. Mereka membutuhkan seseorang untuk memberikan arahan dan penguatan agar bisa kembali fokus dan tenang dalam menjalani kehidupan di pesantren kita,” lanjut Kiyai Majid, matanya kini penuh dengan kekhawatiran.

Lihat selengkapnya